Kok
Jahatnya ya Orang Itu…
Azrul Ananda ; Dirut Jawa
Pos Koran
|
JAWA
POS, 11 Februari 2015
Saya punya pertanyaan untuk Anda: Menurut Anda, adakah
orang yang memang dilahirkan jahat?
Saya punya dua ayah. Yang satu namanya Dahlan. Orang yang luar
biasa. Seorang Superman. Yang luar biasa perjalanan hidupnya, yang luar biasa
kemampuannya dalam membuat keputusan dan mengatasi masalah-masalah yang luar
biasa.
Tidak banyak orang sehebat dia. Semakin saya dewasa,
semakin saya tua, semakin sadar bahwa memang tidak banyak orang seperti dia.
Saya pun tidak seperti dia. Dan tidak akan berpura-pura mengaku lebih hebat
dari dia.
Tapi, memang sejak kecil kami tidak pernah punya hubungan
ayah-anak yang ’’normal’’. Dia ’’mendidik’’ saya dengan memberikan kebebasan
dan memberikan ruang gerak untuk melakukan banyak kesalahan.
Sama seperti kebanyakan orang yang nge-fans sama dia (dan
jumlahnya banyak!), saya juga belajar dari mengamati cara-cara dia dalam
berbuat dan membuat keputusan.
Saya beruntung punya ayah satu lagi. Namanya John R. Mohn.
Dulu, waktu lulus SMP, saya ’’dipaksa’’ pergi untuk SMA ke
Amerika dengan alasan ’’mumpung mampu’’. Walau sebenarnya mungkin untuk
mengamankan saya (dan adik saya) dari kesulitan dan ancaman hidup di industri
pers zaman itu.
Dasar nasib, saya lulus tes pertukaran pelajar, jadi bisa
hemat ikut SMA gratis di Amerika (dan waktu itu sebenarnya kami belum terlalu
mampu).
Karena pertukaran pelajar, saya tidak punya pilihan
sekolah di mana. Pada akhir camp persiapan di kawasan Seattle, kami harus
melihat papan pengumuman untuk mengetahui bakal ’’diasingkan’’ ke mana.
Baru merayakan ulang tahun ke-16, saya pun menuju sebuah
kota kecil bernama Ellinwood, Kansas.
Penduduknya hanya 2.800 orang. Luasnya hanya 1,6 x 1,6
kilometer.
Letaknya di tengah negara bagian Kansas, yang terletak pas
di tengah-tengah negara Amerika Serikat. Untuk ke sana, harus naik mobil 6–7
jam dari Kansas City atau 3–4 jam dari Wichita.
Ketika tiba di Ellinwood, malam sudah larut, dan saya
disambut keluarga Mohn. Saya tanya ke John, yang akan jadi ’’bapak angkat’’
saya selama SMA, apa pekerjaan dia. Jawabannya: ’’Kami pengelola koran lokal
di sini.’’
Istrinya, Chris, adalah pemimpin redaksi Ellinwood Leader,
nama koran itu. ’’Dasar takdir, saya kumpul keluarga koran terus.’’ Begitu
perasaan saya waktu itu.
Keduanya juga merangkap jadi guru di SMA setempat. John
guru bahasa Inggris dan jurnalistik serta fotografi, Chris guru bahasa
Spanyol.
Selama setahun itu, terus terang saya punya hubungan lebih
intensif dengan keduanya. Berangkat ke sekolah bersama, makan pagi, siang,
dan malam bersama. Pergi ke supermarket bersama. Dan kemudian saya ikut
membantu bekerja di korannya.
Benar-benar seperti punya ’’ayah’’ dalam arti yang
’’normal’’.
Kayaknya ayah saya yang namanya Dahlan sempat cemburu
wkwkwkwkwk… Tapi, dia pun sering bercanda kepada orang lain bahwa ayah saya
yang bener ya Si John itu.
John ini seorang pengajar yang luar biasa. Murid-muridnya
sering jadi juara tingkat negara bagian (seperti juara provinsi) dalam
berbagai kompetisi jurnalistik.
Kalau mencoba mengajak saya berpikir, dia sering mengajak
diskusi, dan saya bebas bicara apa saja. Tidak pernah dibenarkan, tidak
pernah disalahkan.
Kadang pertanyaannya pun ’’berat’’ untuk seorang anak SMA.
Salah satu pertanyaan yang pernah dia ajukan untuk
’’menggelitik’’ pikiran saya adalah:
’’Rully (itu panggilan dia kepada saya, Red), kamu percaya
atau tidak bahwa ada orang yang memang dilahirkan jahat?’’
Dasar masih SMA, mau jawab apa? Asal jeplak saja saya
bilang, ’’Iya.’’
Dia tidak membenarkan atau menyalahkan saya. Tapi, dia
mengajak berpikir dari sisi lain. Sebagai counterargument, John bilang bahwa
bisa saja itu tidak benar.
’’Mungkin saja semua orang itu dilahirkan baik. Pendidikan
atau kurangnya pendidikan, yang membuat mereka jadi jahat,’’ kata John.
Pertanyaan itu sangat sederhana. Tapi, sampai sekarang,
sekitar 20 tahun kemudian, pertanyaan tersebut sering kembali muncul di
kepala saya.
Apalagi kalau melihat orang di sekeliling kita sendiri,
bertemu dengan orang baru, membaca tentang orang, atau mendengar tentang
orang yang melakukan sesuatu yang bisa diartikan ’’jahat’’.
Mungkin kita memang harus positive thinking, percaya bahwa pada intinya semua orang itu
baik. Mungkin tidak semua orang dapat kesempatan memperoleh pendidikan.
Situasi membuat atau memaksa mereka melakukan apa itu yang dianggap
’’jahat’’.
Masalahnya, kok banyak ya orang yang ’’berpendidikan’’
sangat tinggi tetap berbuat ’’jahat’’?
Saya punya kenalan, sama-sama kuliah di Amerika, tapi
hobinya ’’menipu’’ orang dengan berjualan barang fiktif secara online.
Kepepet ekonomi juga tidak, punya kebutuhan tinggi juga tidak.
Ada cerita teman baik kena tipu teman sendiri sampai
miliaran rupiah, dan yang menipu juga sebenarnya juga bukan orang kepepet.
Dan tentu banyak orang yang pekerjaan sehari-harinya
banyak dianggap orang ’’jahat’’. Memeras orang, jadi kaya raya karena itu,
tapi juga tidak berubah walau sudah keliling dunia, kenal banyak orang, dan
belajar tentang orang lain yang dianggap ’’baik’’ di dunia ini.
Dan saya tidak mau bicara soal dunia POLITIK…
Terus terang, saya juga bukan orang paling baik sedunia.
Kadang juga jahat ’’tipis-tipis’’ atau jahat iseng. Tapi, dalam hati selalu
percaya bahwa itu untuk yang lebih baik. Pokoknya kalau ditanya nanti bisa
saya pertanggungjawabkan konsekuensinya.
Cuman ya itu. Berkali-kali juga lihat orang lain dan
elus-elus dada sambil berucap dalam hati, ’’Kok
jahatnya ya orang itu... Makan apa tho waktu kecil…?’’ ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar