Jokowi
dan HPN
Agus Sudibyo ; Redaktur
Pelaksana Jurnal Prisma
|
MEDIA
INDONESIA, 11 Februari 2015
HARI Pers Nasional (HPN) 2015 yang
berlangsung di Batam berakhir tanpa ke hadiran Presiden Jokowi Widodo
(Jokowi). Ketidakhadiran Presiden itu menjadi perbincangan serius di kalangan
komunitas pers nasional. Mengapa Presiden tidak hadir? Apa penyebabnya? Apa
konsekuensi ketidakhadiran itu terhadap hubungan Presiden dengan komunitas
pers ke depan?
Meskipun bukan pertama kali
terjadi, ketidakhadiran presiden dalam HPN kali ini memang sangat
mengagetkan. Alasan yang utama jelas ialah bahwa hubungan antara Jokowi dan
pers selama ini sangat erat. Jokowi ialah fenomena media darling. Jokowi
ialah produk keberhasil an media mengorbitkan pemimpin alternatif di
tengah-tengah kejumudan bursa kepemimpinan nasional setahun menjelang
Pemilihan Presiden 2014. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi juga mengakui
kontribusi pers dalam keberhasilannya meraih kursi RI-1.Lalu mengapa Jokowi
justru tidak hadir ketika komunitas pers nasional merayakan hari jadinya?
Muncul kesan kuat, Presiden Jokowi
tidak memahami benar magnitude dan signifikansi dari HPN. Jokowi tidak
berhasil mengukur seberapa besar skala peristiwa HPN dan apa artinya
kehadiran atau ketidakhadiran seorang presiden di dalamnya. Memang sejauh ini
asal usul dan sejarah HPN masih sering dipertanyakan. Transpa ransi dan
akuntabilitas dari kegiatan itu juga terus-menerus dikritisi dan harus
diperbaiki.Namun, secara faktual dapat dilihat, HPN telanjur menjadi peristiwa
besar tahunan bagi komunitas pers. Kegiatan itu berhasil menghimpun perhatian
dan kehadiran begitu banyak pihak. Bukan hanya komunitas pers nasional yang
menghadiri kegiatan itu, melainkan juga kalangan bisnis, pimpinan DPR, partai
politik, menteri-menteri, duta besar, gubernur, wali kota, dan bupati dari
seluruh Indonesia.
Kehadiran presiden dalam HPN
secara simbolis menunjukkan sikap respek presiden terhadap komunitas pers.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ialah contoh yang lumayan baik. Meskipun terus-menerus
menjadi sasaran kritik pemberitaan pers, ia selalu menyempatkan hadir dalam
HPN. Dalam acara puncak HPN, tak segan-segan Presiden Yudhoyono menyentil
pers. Namun, sentilan Presiden itu tidak menjadi masalah bagi komunitas pers
karena kehadiran Presiden Yudhoyono jauh lebih penting. Bisa jadi pula pers
memang layak dikritik dan presiden memiliki hak untuk melontarkan kritik
tersebut.
Hal itu yang tampaknya kurang
disadari Presiden Jokowi. Bisa jadi, orangorang dekat Presiden Jokowi tidak
mampu menjelaskan magnitude dan signifikansi HPN kepada Presiden. Tidak ada
yang memberi pertimbangan betapa pentingnya Presiden hadir di HPN.
Sebaliknya, barangkali justru ada bisikan-bisikan agar sebaiknya Presiden
tidak hadir dalam HPN. “Daripada ditanya macam-macam oleh pers tentang
masalah-masalah politik terkini dan Presiden tidak siap menjawabnya atau
menjawabnya secara salah, lebih baik tidak hadir.“ Mungkin begitu jalan
berpikir si pembisik itu.
Komunitas mandiri
Perlu diperhatikan, presiden dapat
hadir di HPN tanpa harus memberikan pernyataan politik apa pun. Presiden
cukup memberikan kata sambutan formal, standar, dan mengucapkan
salam.Presiden cukup membahas hal-hal terkait dengan pengembangan komunikasi
massa di Indonesia. Pernyataan politik presiden memang ditunggutunggu dalam
HPN kali ini. Namun, sudah beberapa kali terjadi, presiden hadir di arena HPN
tanpa pernyataan politik yang tegas dan tertentu. Yang dibutuhkan
pertama-tama ialah komunikasi politik dan silaturahim dengan komunitas pers
nasional. Dalam konteks inilah, Presiden Jokowi beserta jajarannya perlu
mengambil pelajaran dari HPN kali ini.
Di sisi sebaliknya, komunitas pers
hendaknya tidak perlu memendam kekecewaan mendalam atas ketidakhadiran
Presiden Jokowi dalam HPN. Toh HPN telah berjalan dengan semarak. Kehadiran
Wakil Presiden Jusuf Kalla telah memberikan nilai lebih bagi HPN. Pers perlu
mencitrakan dirinya sebagai komunitas yang independen, mandiri, dan
bermartabat. Komunitas pers tidak bergantung atau menggantungkan dirinya
kepada pemerintah, presiden, atau kekuatan politik yang lain. Komunitas pers
menjalankan agenda-agendanya dengan atau tanpa kehadiran unsurunsur politik
dan pemerintahan.Dari sisi ini, ada hikmahnya juga Presiden Jokowi tidak
hadir di HPN Batam.
Perlu juga dipastikan absennya
Presiden dalam HPN tidak lantas membuat komunitas menjadi bersikap apriori
terhadap pemerintah atau Presiden. Pers saat ini memang harus menunjukkan
sikap kritisnya terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Namun, hal ini bukan karena
rasa sakit hati karena ketidakhadiran Presiden dalam HPN, melainkan karena
kinerja Presiden memang sedang layak untuk disorot dan dikritisi. Sikap
kritis terhadap Presiden itu pun tetap harus dilakukan dengan menaati Kode
Etik Jurnalistik.
Ketidakhadiran Presiden dalam HPN
semestinya tidak menjadi masalah besar bagi komunitas pers. Kalaupun ada yang
dirugikan ketidakhadiran Presiden, barangkali, ialah masyarakat Batam. Pesta
rakyat telah disiapkan dan masyarakat Batam telah siap menyambut presidennya.
Patut dicatat, dalam pemilihan presiden tahun lalu, Batam penyumbang suara
signifikan bagi kemenangan Jokowi. Presiden telah meninggalkan kesan yang
kurang bagus di mata masyarakat Batam.
Pada titik ini, sekali lagi HPN
Batam memberi pelajaran penting bagi Presiden Jokowi. Sebuah kesempatan
berharga telah dilewatkan dan hasilnya ialah kesan yang kurang bagus bagi dua
pihak: masyarakat Batam dan komunitas pers. Kinerja staf kepresidenan dan
pembantu presiden perlu dievaluasi dengan serius kali ini. Kecuali jika
ketidakhadiran dalam HPN itu memang merupakan keputusan Presiden Jokowi
sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar