Industri
Baja Dalam Negeri Terancam
Hikmahanto Juwana ; Guru Besar
Hukum Internasional UI
|
KORAN
SINDO, 11 Februari 2015
Pada Desember lalu sejumlah menteri berkumpul di Kantor
Kemenko Perekonomian yang mengadakan rapat membahas pengembangan industri
baja nasional. Hasilnya pemerintah sepakat melindungi industri baja dalam
negeri dari serbuan produk asing. Saat ini industri dalam negeri menunggu
realisasi dari hasil rapat berupa kebijakan yang dijanjikan akan dimulai pada
awal tahun 2015.
Sumber
Dalam pernyataan kepada sejumlah wartawan setelah rapat
Desember, Menko Perekonomian mengatakan saat ini supply baja di muka bumi sangat tinggi. Oleh karenanya perusahaan
di berbagai negara melakukan dumping ke Indonesia. Bila ini terjadi
sebagaimana ditegaskan Menko, akan ”habis” industri baja dalam negeri.
Salah satu sumber masalah mengapa industri baja dalam
negeri terancam ”habis” bersumber pada Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata
Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari serta Berada di Kawasan
yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
(PP Nomor 10/2012).
Pasal 14 PP Nomor 10/2012 yang menentukan, ”Pemasukan
barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean diberikan pembebasan bea
masuk, pembebasan PPN, tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 Undang-Undang
Pajak Penghasilan, dan/atau pembebasan cukai.”
Sebenarnya Pasal 14 ini tidak begitu masalah. Namun dalam
penjelasan Pasal 14 disebutkan, ”Termasuk
dalam pengertian bea masuk adalah bea masuk antidumping, bea masuk imbalan,
bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan.”
Di sinilah menjadi masalah. Masalah karena bea masuk
antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk
pembalasan dalam hukum perdagangan internasional yang diatur dalam Perjanjian
WTO merupakan trade remedy. Bea ini
tidak seharusnya dikecualikan ketika ada barang masuk ke Kawasan Bebas dari
luar Daerah Pabean.
Trade remedy merupakan upaya suatu pemerintah
untuk mencegah hancurnya industri dalam negeri akibat masuknya barang oleh
produsen luar negeri. Oleh karenanya aneh bila dalam penjelasan Pasal 14 PP
No 10/2012 pengenaan berbagai bea untuk trade remedy dikecualikan.
Apalagi bila Kawasan Bebas mempunyai potensi besar untuk
menyerap kebutuhan baja seperti Batam. Memang daerah yang telah dinyatakan
Kawasan Bebas secara fiskal pengaturannya berbeda dengan daerah lain di
Indonesia. Hanya saja ini seharusnya tidak berlaku bagi produsen yang telah
dikenakan sanksi dari pemerintah Indonesia dalam bentuk bea masuk
antidumping.
Antidumping
Apa yang dimaksud dengan antidumping? Antidumping adalah
tindakan untuk menyelesaikan situasi yang disebabkan oleh dumping dari barang
dari produsen luar negeri. Ini dilakukan karena produsen dari luar negeri
menjual produknya dengan harga yang lebih murah di suatu negara dibanding di
negerinya sendiri.
Ini berakibat pada distorsi bagi perdagangan antarnegara.
Produsen luar negeri yang melakukan dumping telah melakukan persaingan curang
(unfair trade ) terhadap produsen dalam negeri. Untuk memperbaiki situasi ini
maka suatu negara dapat mengenakan bea masuk antidumping. Ini dilakukan agar
industri dalam negeri tidak mengalami kerugian yang pada gilirannya akan
”mati”.
Pengenaan bea masuk antidumping ataupun bea masuk imbalan
tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Pengenaan harus melalui
suatu proses. Di Indonesia lembaga yang memiliki kompetensi untuk memeriksa
dan merekomendasikan kepada pemerintah untuk pengenaan bea masuk antidumping
atau imbalan adalah Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI).
KADI memeriksa dan merekomendasikan pengenaan bea masuk
antidumping atau bea masuk imbalan berdasarkan suatu proses hukum yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping,
Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
Karena itu produsen luar negeri yang telah
direkomendasikan ke Menteri Keuangan untuk dikenakan bea masuk antidumping
berarti produsen tersebut telah melakukan perdagangan curang. Adalah aneh
karenanya bila produsen luar negeri yang telah melakukan perdagangan curang
dikecualikan pengenaan beanya di Kawasan Bebas.
Tegas
Pemerintah tentu perlu bertindak tegas dan cepat agar
industri baja dalam negeri tidak terancam punah. Tindakan tegas dan cepat
sudah dijanjikan oleh Menko Perekonomian saatnya untuk segera diwujudkan.
Salah satunya yang relatif mudah adalah mengamandemen PP
Nomor 10/2012 dengan mencabut penjelasan Pasal 14. Dengan demikian industri
baja dalam negeri tidak akan terancam dan memberi kontribusi positif bagi
Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar