Mengapa Badai PHK Startup Makin Besar Yopie Hidayat : Kontributor Tempo |
MAJALAH TEMPO, 27
November 2022
KABAR buruk itu datang
susul-menyusul bagai gelombang. Makin banyak perusahaan teknologi melakukan
pemutusan hubungan kerja atau PHK. Skalanya sungguh masif, bisa ribuan
orang sekaligus hanya di satu perusahaan. Gelombang PHK melanda perusahaan
berbagai ukuran tanpa pandang bulu, dari perusahaan rintisan alias startup
hingga raksasa bisnis kelas dunia yang terkenal paling kuat sekalipun. Salah satu yang paling
agresif memangkas jumlah pekerja adalah Meta, pemilik platform paling utama
di dunia maya seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Sekitar 11 ribu
karyawan Meta di seluruh dunia—13 persen dari total pegawainya saat ini—akan
kehilangan mata pencarian. Nama besar seperti Twitter, Amazon, dan Microsoft
pun seolah-olah tak mau ketinggalan melakukan PHK dengan magnitudo
berbeda-beda. Menurut data yang dikutip Bloomberg, hingga November ini,
total 32 ribu orang akan kehilangan pekerjaan di berbagai korporasi
teknologi. Di Indonesia, para pekerja
di sektor ini juga sedang menghadapi situasi mencekam. “Apakah saya yang
berikutnya?” Itulah pertanyaan yang kini menghantui mereka. Sekadar menyebut
beberapa contoh, GoTo dikabarkan memangkas 1.300 pegawainya, 12 persen dari
total pegawai. Ruangguru, perusahaan rintisan yang mempekerjakan sekitar
4.000 pegawai, akan memangkas angka itu dalam skala ratusan orang. Sirclo,
pemilik Warung Pintar, juga akan memotong 8 persen pegawainya dari total
sekitar 2.000 orang. Kondisi ekonomi makro yang
memburuk dan merosotnya pendapatan menjadi alasan utama korporasi raksasa
teknologi melakukan PHK massal. Dengan melakukan penghematan, para raksasa
ini akan tetap mampu memberikan dividen besar kepada para pemegang sahamnya.
Itulah hukum besi di pasar. Imbalan bagi pemilik saham merupakan pertimbangan
utama bagi para pengelola korporasi dalam pengambilan keputusan, bukan rasa
belas kasihan kepada mereka yang harus kehilangan pekerjaan. Sedangkan bagi startup,
karena rata-rata belum mampu menghasilkan laba, PHK massal dilakukan tak
hanya demi penghematan. Persoalannya jauh lebih berat. Ini merupakan pilihan
antara hidup dan mati. Agar dapat bertahan hidup, mereka harus menjadi raja
tega, termasuk memberhentikan pegawai. Hampir semua startup
secara operasional masih merugi. Hanya suntikan pendanaan baru dari investor
yang bisa membuat mereka tetap menjalankan usaha, tidak segera gulung tikar.
Jika uangnya sudah habis tertelan kerugian operasional, startup akan mencari
lagi investor yang masih yakin bahwa perusahaan itu memiliki prospek bagus
sehingga bersedia menempatkan modalnya. Siklus ini lancar-lancar
saja bergulir ketika pasokan likuiditas masih longgar di pasar global.
Perusahaan-perusahaan pengelola kapital bahkan berebut menaruh dana di
perusahaan startup. Itulah era uang berlimpah ruah. Bunga The Federal Reserve
yang nyaris menyentuh nol persen membuat ongkos berutang amat murah. Investor
yang menyuntikkan dana tak terlalu peduli pada aspek profitabilitas
perusahaan. Mereka terbuai oleh valuasi, nilai perusahaan yang terus naik
meski dasarnya boleh dibilang tak ada. Semuanya hanya didasari keyakinan pada
asumsi, bahwa perusahaan yang mereka suntik pada suatu ketika akan berhasil
mencetak laba raksasa. Masalahnya, belum lagi
perusahaan-perusahaan rintisan itu mampu memutar balik kendaraan bisnisnya
menjadi operasi yang menguntungkan secara finansial, era uang murah kini
berakhir. Bunga terus naik. Likuiditas global juga mengetat. Singkatnya,
biaya modal menjadi amat mahal. Investor tak mungkin gegabah lagi menaruh
uang di perusahaan startup yang belum tentu mampu memberi imbalan. Karena tak ada lagi sumber
pendanaan, startup harus mampu beradaptasi dengan keadaan. Salah satu tip
penting bagi perusahaan startup: inilah saatnya mengadopsi gaya hidup ala
kecoak, lakukan apa saja demi bertahan hidup. Memecat karyawan merupakan
pilihan yang termasuk paling mudah. Sementara itu, era uang ketat baru dimulai
dan akan berlangsung lama. Dus, gelombang PHK belum akan mereda dalam waktu
dekat. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/sinyal-pasar/167490/mengapa-badai-phk-startup-makin-besar |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar