Cahaya dari Surakarta Haedar
Nashir : Ketua Umum PP Muhammadiyah |
REPUBLIKA, 26 November 2022
Surakarta, 18-20 November
2022. Organisasi Islam modern terbesar Muhammadiyah dan Aisyiyah
menyelenggarakan Muktamar ke-48 sebagai perhelatan permusyawaratan nasional
tertinggi. Dua hari terasa singkat.
Tapi gemanya menggelora di Nusantara dan mancanegara. Muktamar “Kumpulan Pengabdi”, tulis Dahlan Iskan. Muktamar alhamdulilah
berlangsung tertib, lancar, bersih, damai, bersatu, dan menghasilkan
keputusan-keputusan terbaik hasil musyawarah mufakat. Tiada kegaduhan.
Pemandangannya syiar dan kegembiraan. Dua lokasi Muktamar Edutorium dan Gedung Walidah Universitas
Muhammadiyah Surakarta tampak megah hasil keringat sendiri, sebagai ikon
kebanggaan Persyarikatan. Pembukaan muktamar
di Stadion Manahan Solo sungguh elok nan elegan, yang menggambarkan
keanggunan tradisi besar Muhammadiyah. Lautan manusia dari
seluruh penjuru negeriditambah perwakilan 28 negara hadir memadatkan kota
Surakarta yang cuacanya bersahabat. Mereka para “Penggembira”, yang datang
dengan rapih, bersih, terorganisasi, dan tidak kalah pentingnya berswadaya
alias berdikari. Bawaannya riang ceria, meski
ada kesulitan dan kelelahan. Penggembira berusia senior tetap
semangat, kendati ada berkursi-roda. Seorang nenek bernama
Nurlina Tanjung datang sendirian dari
Pematang Siantar, Sumatra Utara. Dengan bermodal uang dua juta rupiah,
sang nenek naik bus umum ke Surakarta. Dia digembirakan panitia, menikmati
pembukaan di tribun VIP Gate IV sektor 9 Stadion Manahan, setelah semalaman
dicari Rektor UMS Prof Sofyan Anif. Ternyata kehadirannya ke muktamar sudah
keempat kali setelah di Aceh tahun 1995, Jakarta 2000, dan Yogyakarta 2010. Muktamar dibuka khidmat
oleh Presiden RI Ir Joko Widodo didampingi Ibu Negara serta para tokoh dalam
dan luar negeri. Penutupan oleh Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin. Di antara keputusan penting Muktamar Muhammadiyah ialah Risalah Islam
Berkemajuan. Muktamar Aisyiyah
menghasilkan Risalah Perempuan Berkemajuan. Kedua produk muktamar
tersebut membawa pesan mencerahkan.
Laksana cahaya menerangi jagad raya. Cahaya dari Surakarta untuk memajukan
Indonesia, mencerahkan semesta, serta membangun peradaban maju bermisi rahmatan li-‘alamin! Agenda
Strategis Muhammadiyah dan Aisyiyah
pasca Muktamar Surakarta memiliki tanggungjawab berat mewujudkan aspirasi,
partisipasi, dan harapan besar warga persyarikatan lima tahun mendatang. Program, agenda, kebijakan, serta kegiatan
harus lebih unggul-berkemajuan. Pentinggerak transformasi
yang dinamis dan progresif. Lebih-lebih
menghadapi kehidupan sarat masalah, tantangan, dan dinamika yang
kompleks di ranah lokal, nasional, dan global. Gerakan Islam ini mesti
proaktif sebagai organisasi dakwah kemasyarakatan yang membawa gerak Islam
berkemajuan non politik partisan. Di balik capaian kemajuan
dan perkembangan positif Muhammadiyah yang banyak diapresiasi publik, terdapat agenda gerakan yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatianseluruh pimpinan
terpilih. Pertama,penguatan
keberadaan dan peran Muhammadiyah dibasis umat dan
masyarakatakar-rumput. Muhammadiyah
akan semakin kuat dan masif bila memperkokoh posisi gerakannya di basis
massa. Kedua, peneguhan paham
Islam dan ideologi Muhammadiyah, serta menggelorakan Islam berkemajuan. Para
pimpinan Muhammadiyah agar berjiwa, berpikiran, bersikap, dan bertindak
sejalan dengan paham Islam dan ideologi Muhammadiyah, serta tidak memakai pola pikir sendiri. Ketiga,mengembangkan
keunggulanamal usaha dan penguatan ekonomi secara lebih progresif. Diperlukan
peta jalan pengembangan amal usaha dan program ekonomi yang
unggul-berkemajuan dengan mengerahkan sumberdaya, dana, dan jaringan kuat. Keempat, melakukan reformasi
kaderisasi dan diaspora kader secara meluas di berbagai lingkungan kehidupan.
Kaderisasi konvensional harusditinjau ulang, sehingga dapat memenuhi tuntutan
zaman untuk pendiasporaan kader secara luas di kancah nasional dan global.
Jangan berpandangan negatif terhadap kader yang berada di eksekutif, partai
politik, parlemen, birokrasi, profesi, bisnis, komisaris, dan berbagai tempat
lainnya karena mereka ditempa melalui kaderisasi yang kokoh. Kelima, digitalisasi
sistem organisasi yang tersetruktur masif. Diperlukan proses pengalihan
sistem informasi dari analog ke digital yang menggunakan teknologi informasi
cangggih secara luas. Proses digitalisasi harus satu paket dengan gerakan
literasi untuk mencerdaskan, memajukan, dan mencerahkan kehidupan umat,
bangsa, dan kemanusiaan semesta. Keenam, dakwah menyasar
generasi milenial. Muhammadiyah menghadapi generasi baru yaitu generasi Y, generasi Z, dan Post-Z atau generasi
Alpha yang menurut Sensus Penduduk Indonesia tahun 2020 jumlahnya 173,48 juta
jiwa atau 64,69 persen dari total penduduk. Hadir di kalangan kaum muda
belia ini merupakan tantangan tersendiri karena karakter psikososialnya yang
khas. Ketujuh, mengembangkan
internasionlisasi Muhammadiyah yang dilembagakan melalui program-program
unggulan atau center of excellent, termasuk publikasi pemikiran-pemikiran
Muhammadiyah. Tantangan strategis
Muhammadiyah ke depan sungguh makin kompleks. Semua menuntut pendayagunaan
pemikiran, sumber daya manusia, usaha, dana, dan dayadukung lainnya secara
optimal untuk membuka ruang gerakan baru secara lebih baik. Kunci
penggeraknya kepemimpinan terpilih
dari Pusat sampai Ranting yang lebih dinamis-progresif. Kepemimpinan
normatif-dogmatik tidaklah cukup, maka diperlukan kepemimpinan transformatif
yang berpikiran maju, inklusif, dan berorientasi perubahan. Modal
utamanya visi keislaman berbingkai
pendekatan bayani, burhani, dan irfani yang luas dalam menghadapi dinamika
baru persyarikatan, umat, bangsa, dan kemanusiaan global! Pemimpin
Berkemajuan Pascamuktamar, seluruh
pimpinanan Muhammadiyah dan Aisyiyah yang mengemban amanat dari pusat sampai bawah niscaya hadir
menjadi “suluh pembaruan”, “suluh pencerahan”, dan “suluh kemajuan”
sebagaimana terkandung dalam spirit Risalah Islam Berkemajuan serta Risalah Perempuan
Berkemajuan yang dimandatkan Muktamar. Para pimpinan tidak merasa
berada di zoma aman dan nyaman, apalagi
berperan minimal. Usaha mengagregasikan dan mengakselerasikan kemajuan
mesti dilakukan secara well-organized. Kepemimpinan kolektif-kolegial
mesti diterjemahkan secara dinamis-progresif untuk menjadi energi kolektif
dan sistemik bagi kemajuan Muhammadiyah ke depan. Langgam kepemimpinan
dogmatis tempo dulu akan membuat Muhammadiyah ketinggalan kereta perubahan
dan kemajuan. Pemikiran para pimpinan
penting diperbarui agar makin maju, inklusif, dinamis, dan berwawasan
melintas batas. Berani membangun hubungan seluas mungkin dengan seluruh pihak
secara elegan dan bermartabat. Pemimpin gaya lama yang konvensional tidak memadai
menghadapi gelombang baru perubahan, yang diperlukan kepemimpinan
transformasif berwawasan luas dan
bergerak sentrifugal. Kyai Dahlan dalam Pidato
tahun 1921 berjudul “Tali Pengikat Hidup”, menuntut adanya “Pemimpin Kemajuan
Islam”. Pemimpin yang menghidupkan akal pikiran, pendidikan, membedakan yang
berakal dan bodoh, serta menjadikan
“Agama bercahaya”. Menurut pendiri
Muhammadiyah itu, “Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan
tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi
manusianya yang memakai agama.” Agama dalam Risalah
Muhammad adalah sumber nilai pencerahan yang membangun akhlak mulia dan
menebar rahmat bagi semesta alam. Di sinilah tanggung jawab
pemimpin berkemajuan untuk mendidik akal dan pikiran umat agar cerdas dan
tidak bodoh, serta menjadikan Islam sebagai agama yang bercahaya atau mencerahkan. Amar
makruf nahi munkar harus berperspektif luas, tidak hitam-putih, tidak
subjektif, dan harus bebas dari partisan politik agar paham Islam dan wawasan
kehidupan tidak menjadi sempit dan konservatif. Letakkan amar makruf nahi
munkar dalam koridor dakwah bil-hikmah, wal mauidhah hasanah, wajadilhum
billaty hiya ahsan (QS An-Nahl: 125). Kritik terhadap keadaan niscaya, tetapi
substansi dan caranya yang sejalan karakter dakwah dan kepribadian
Muhammadiyah disertai keteladanan. Karenanya para pimpinan
terpilih dari Pusat sampai Ranting dan seluruh komponen Persyarikatan niscaya
bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan amanat Muktamar. Perhatian para
pimpinan dan mubaligh Muhammadiyah harus terfokus pada misi dakwah dan tajdid
kemasyarakatan yang luas, mempersatukan umat di atas perbedaan, serta tidak
terkuras isu-isu politik partisan. Pupuk ukhuwah dengan
sesama umat dan warga bangsa di tengah perbedaan. Sungguh banyak program dan
agenda-agenda strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal untuk
menjadi perhatian besar para pimpinan
Muhammadiyah dan Aisyiyah. Muhammadiyah adalah
organisasi Islam modern terbesar dan tertua di Indonesia. Karakter, posisi,
dan peran yang dijalankan Muhammdiyah-Aisyiyah di bawah kendali para
pimpinannya niscaya menggambarkan kebesaran gerakan Islam dengan “tradisi
besar” (great tradition). Sebaliknya, tidak
mencerminkan “tradisi kecil” (small tradition) yang menampakkan diri seolah
minoritas di pinggiran. Geraknya meluas menggambarkan identitas kebesaran
Muhammdiyah yang memiliki marwah, muru’ah, keterpercayaan, dan integritas
diri yang selama ini melekat kuat. Ajak bersama semua komponen Indonesia
sebagai pelaku dan bukan menjadi benalu dalam berbangsa-bernegara. Dari Muktamar Surakarta
2022 itulah Muhammadiyah dan Aisyiyah harus memancarkan “Cahaya Kemajuan”
yang mencerahkan kehidupandi tengah dunia baru sarat tantangan. Para pimpinan
Muhammadiyah-Aisyiyah hadir menjadi role model wajah Islam berkemajuan, bukan
sebaliknya. Radius relasi kebangsaan
dibuka luas melintas batas, tidak terperangkap pada sekat-sekat primordial
puritan dan politik partisan. Bergeraklah sebagai “sang pencerah” dimulai
dari diri sendiri (ibda binafsik) disertai kolaborasi inklusif dalam
memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta di bumi nyata agar Islam tetap
bercahaya berkilau-kilauan di era baru dunia abad ke-21! ● Sumber :
https://www.republika.id/posts/34778/cahaya-dari-surakarta |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar