LGBT di
Piala Dunia Jaka
Budi Santosa : Dewan Redaksi Media Group |
MEDIA INDONESIA, 25 November 2022
DALAM wawancara dengan media Jerman, Die
Zeit, pada Januari 2014, Thomas Hitzlsperger membuat pengakuan mengejutkan.
Dia mengaku sebagai penyuka sesama jenis alias gay alias homoseksual. Banyak orang terkaget-kaget dengan
keterusterangan Hitzlsperger. Itu karena ketika masih merumput, dia dikenal
sebagai pemain dengan perilaku biasa-biasa saja. Tidak ada yang aneh di mata
rekan-rekannya. "Ini merupakan proses yang panjang dan
sulit. Hanya dalam beberapa tahun terakhir ini saya menyadari bahwa saya
lebih suka hidup bersama dengan seorang pria. Saya mengungkapkan hal ini
karena saya ingin memindahkan diskusi tentang homoseksualitas di kalangan
olahragawan profesional," kata Hitzlsperger ketika itu. Hitzlsperger ialah pemain top pertama yang
mengaku sebagai gay. Pria kelahiran Muenchen, Jerman, 5 April 1982, itu
malang melintang di klub-klub lumayan tenar, dari Aston Villa pada 2001, VfB
Stuttgart, Lazio, West Ham, Vfl Wolfsburg, hingga pensiun di Everton pada
2013. The Hammer, begitu dia mendapat julukan, juga pernah
berkostum Der Panzer--julukan timnas Jerman--pada 2004-2010, tampil 53
kali dan mencetak 6 gol. Hitzlsperger memang sudah pensiun saat coming
out, ketika blak-blakan, terkait orientasi seksualnya. Meski begitu, tetap
saja apa yang dia ungkapkan membuat publik sepak bola terheran-heran. Ada
yang mendukung, tidak sedikit pula yang bersuara sumbang. Hitzlsperger tak sendirian. Masih ada pesepak bola
lain yang juga mengaku gay. Sebut saja Andy Brennan asal Australia. Ada juga
Collin Martin yang berkiprah di Major League Soccer (MLS), liga Amerika
Serikat. Juga, Robbie Rogers, pemain AS yang membela Leeds United. Itu yang berterus terang. Yang diam-diam diyakini
lebih banyak lagi. Mantan bek kiri MU, Patrice Evra, bahkan pernah menyebut
setidaknya ada dua pemain homoseksual di setiap klub sepak bola. Mereka
kebanyakan menutup diri karena di sepak bola, LGBT (lesbian, gay, biseksual,
dan transgender) memang belum mendapat tempat. Sebagian besar pemain menolak
keberadaan mereka. Mereka risih, jengah, bahkan khawatir harus berbagi ruang
ganti atau berada di ruang mandi bersama. Kini, isu LGBT di dunia sepak bola lebih terbuka.
Para pemain yang yang gay dan lesbian dalam sepak bola wanita kian berani
jujur, ngomong apa adanya. Sepak bola kini bahkan terdepan
mengampanyekan penghormatan kepada LGBT. Kampanye untuk meyakinkan bahwa
mereka yang punya orientasi seksual berbeda dengan manusia pada umumnya punya
hak sama sebagai manusia. Sepak bola memang antidiskriminasi. Sepak bola
menjunjung tinggi toleransi. Permasalahannya, bagaimana jika atas nama
toleransi, tapi tidak toleran kepada orang lain? Itulah isu yang mengganggu
Piala Dunia 2022 Qatar sejak sebelum hingga kini setelah perhelatan dimulai. LGBT merupakan salah satu isu panas pada Piala
Dunia Qatar. Isu lainnya soal larangan minuman keras dan tuduhan pelanggaran
HAM. Konon, ada ribuan pekerja migran yang membangun stadion ataupun
infrastruktur penunjang tewas karena dipaksa kerja habis-habisan. Isu soal minuman keras kiranya sudah mereda. Soal
HAM sementara juga tertutup hiruk pikuk pertandingan. Namun, isu LGBT tetap
mengemuka. Beberapa tim, utamanya dari Eropa, tetap ngotot mempromosikan
gerakan One Love, Satu Cinta. Beberapa kapten tim, seperti Manuel Neuer
(Jerman), tetap ngebet mengenakan armband dengan warna pelangi itu.
Warna yang dinilai mewakili LGBT. Mereka marah kepada FIFA yang mengancam akan
memberikan sanksi jika pemain nekat memakai ban One Love. Skuad Jerman
menunjukkan aksi tutup mulut dengan tangan saat berfoto sebelum bertanding
melawan Jepang pada laga pertama Grup E di Stadion Khalifa International,
Doha, Rabu (23/11). Mereka protes karena dilarang bicara oleh FIFA. Isu LGBT sudah ada sejak ratusan, bahkan ribuan
tahun silam. Kitab suci agama-agama mengisahkan keberadaan mereka. Tidak ada
agama yang menghalalkan LGBT. Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, semua sama,
sama-sama mengharamkannya. Dari sisi hukum dan sosial, LGBT juga terlarang
di banyak negara, termasuk Qatar tentu saja. Di sini, di negeri Islam ini,
tidak ada kompromi buat promosi perilaku menyimpang itu. Mereka melarang
masuk pesawat pengangkut tim bersimbol LGBT. Di stadion, staf keamanan
meminta penonton melepas atribut dan logo pelangi. Jurnalis tak luput dari
ketentuan tersebut. Kita bangga dengan semangat luar biasa insan
sepak bola mempromosikan kesetaraan, toleransi, dan melawan diskriminasi.
Dari sisi pribadi, LGBT memang tak boleh dimusuhi, mesti dikasihi. Kita
menghormati jalan hidup Hitzlsperger dan kawan-kawan, juga kaum LGBT lainnya.
Namun, mengampanyekan LGBT soal lain. Toleransi bukan hanya untuk satu pihak.
Penghormatan pada nilai dan keyakinan pihak lain juga merupakan keniscayaan
dalam toleransi. Sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar punya nilai dan
keyakinan bahwa LGBT haram, bahwa LGBT harus ditolak. Lalu, kenapa orang
tetap ngotot untuk mengampanyekan LGBT di sana? Ada pepatah di mana bumi dipijak, di situ langit
dijunjung. When you're in rome, do as the romans do. Sudah seharusnya
setiap orang menghormati adat istiadat di mana sedang berada. Itulah arti
respek sebagai karakter sepak bola. Kiranya para pemain, tim, suporter di Piala Dunia
patut meniru kiper Prancis Hugo Lloris. Kata dia, “Ketika kita di Prancis,
saat kami menyambut orang asing, kami ingin mereka mengikuti peraturan kami,
menghormati budaya kami, dan saya akan melakukan hal yang sama saat saya
pergi ke Qatar. Cukup sederhana.” ● Sumber :
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2615-lgbt-di-piala-dunia |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar