Yang
Santai & Khas dari Keseharian Pribumi Amerika Masa Kini R.
A. Benjamin : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 19 November 2022
"Kita orang Indian. Kita tak punya
lahan," ujar Leon kepada putrinya Willie Jack saat keduanya pergi
berburu rusa. Sementara itu, plang atau dinding di sepanjang jalan dipenuhi
grafiti bertuliskan Land Back. Mereka, orang-orang pribumi Amerika itu, tak
punya tanah. Entah karena dirampas kolonialis Eropa di masa lalu atau semata
karena dilego leluhur mereka. Mereka, orang-orang suku asli itu, tentu
sepenuhnya berhak memelesetkan karya Tarantino yang bertajuk Reservoir Dogs
menjadi Reservation Dogs. Dan demikianlah judul serial komedi tentang remaja
pribumi Amerika yang tayang di kanal FX di platform Hulu ini. Latarnya adalah lingkungan perumahan (reservasi)
di lahan enklave yang diperuntukkan bagi berbagai suku pribumi. Itu bukanlah
kumpulan teepee, melainkan rumah-rumah “gaya baru” yang kaku untuk
mengasimilasikan—atau mengontrol—orang-orang ini. Tak jarang, lokasinya cukup
terpencil, sama sekali bukan wajah utama Amerika hari ini. Tak banyak peluang pula tak banyak yang bisa
dilakukan di lingkungan ini, tapi selalu ada yang bisa diceritakan. Dari
sanalah, duet filmmaker dari Muscogee Sterlin Harjo dan sineas kenamaan asal
Maori Taika Waititi mengkreasikan Reservation Dogs. Serial ini memang
dioperasikan oleh para kru serta aktor pribumi. Empat anak muda menjadi bintangnya, yaitu Elora
(Devery Jacobs) yang bertanggung jawab lagi solutif, Bear (D'Pharaoh
Woon-A-Tai) yang selalu uring-uringan dan kerap menganggap dirinya pemimpin
kawanan, Cheese (Lane Factor) sebagai anggota termuda yang berpandangan
positif dan kerap mengejutkan, serta Willie Jack (Paulina Alexis) si gadis
tomboy yang juga motor kelucuan serial ini. Reservation Dogs tak melulu berkisah soal
komunitas yang kehilangan tanah leluhurnya. Malah lebih banyak. Setahun
sebelum kisah utama dimulai, keempat remaja itu telah kehilangan teman,
pemimpin, sekaligus role model mereka, Daniel (Dalton Cramer). Ia juga selalu
soal kehilangan harapan dan arah, serta bagaimana mereka berdamai dan
mengatasinya. Santai
Menertawai Diri Laiknya anjing-anjing yang tak dipedulikan,
kawanan Rez Dogs berkeliaran seantero reservasi yang berlokasi di pedesaan
Oklahoma. Bikin kenakalan atau aksi kriminal “remeh” seperti merampok truk
bermuatan kripik jadi hal biasa di sana. Yang dilakukan orang-orang dewasa di sana pun tak
banyak. Selain mereka yang bekerja, para penghuni reservasi kerap kali
digambarkan hanya mengisap ganja, duduk-duduk di depan rumah, mengudap lele
sembari bercengkerama. Siang bolong diisi dengan minum-minum di bar,
bersepeda mengitari reservasi sembari berburu gosip (seperti yang dilakukan
duo rapper lokal Mose dan Mekko), atau bahkan menyaksikan orang potong
rambut. Lingkungannya yang tenang dan suasana bukan main
santai itu bisa jadi adalah idaman banyak orang yang terjebak di hiruk-pikuk
perkotaan. Namun bagi anak-anak muda yang tumbuh nyaris tanpa harapan,
ketenangan reservasi itu serupa neraka. "Tempat ini melahap orang-orang," cetus
Elora yang paling getol melontarkan ide untuk meninggalkan reservasi. Seketika, gambar-gambar yang menguatkan kesan
hening lingkungan yang relaks justru berarti shithole, perangkap bagi mereka
yang justru ingin tumbuh dan melihat dunia luar—aspirasi khas para remaja di
banyak pojok dunia. Dengan kehidupan macam demikian, humor yang
terpampang pun jadi terasa berbeda. Nyaris setiap kelucuan muncul dari cara
orang-orang ini mencela atau menertawai diri sendiri. Semua itu berangkat
dari tragedi panjang yang menimpa bangsa mereka di masa lalu. Bahkan sampai
hari ini pun, orang-orang nonpribumi “mengapresiasi” mereka layaknya makhluk
fantasi. Simak ketika Rita (Sarah Podemski) berada di
ujung pencariannya akan pasangan hidup sekaligus figur ayah untuk anaknya,
Bear. Lelaki kulit putih yang ditidurinya bisa dibilang hampir “sempurna”,
seorang dokter lajang, kaya raya, punya rumah besar, kepribadiannya pun baik. Namun kesan baik itu seketika runtuh kala dia
menunjukkan tato di tangannya yang bergambar bendera Konfederasi Amerika dan
fetish-nya akan perempuan pribumi. Setiap episode Reservation Dogs memiliki plot
berbeda. Layaknya kumpulan slice of life dengan beragam kejadiannya, mulai
dari kisah perampokan, perseteruan dengan geng rival (NDN mafia), hingga
membantu paman menjual ganja. Kadangkala ia tak seringan itu, terlebih kala
menyasar topik keluarga yang disfungsional atau penerimaan akan kehilangan. Kendati demikian, semuanya berpusat pada satu
poros cerita: mengumpulkan uang demi tujuan bersama pergi menuju tanah impian
California. Bumbu
Humor Supranatural Kesegaran dalam Reservation Dogs juga datang dari
akting para aktornya yang sebagian besar baru kali ini saya saksikan
penampilannya. Zahn McClarnon mungkin menjadi satu dari sedikit
nama cukup beken yang familier bagi penonton umum. Sang aktor—pernah tampil
dalam film Bone Tomahawk dan serial Marvel Hawkeye—mendapat peran krusial
dalam serial ini. Karakternya, Officer Big, adalah satu dari sedikit orang
dewasa yang mampu mengontrol kebandelan anak-anak di reservasi. Sebabnya, tak banyak yang rela melakukan hal
serupa. Orang-orang dewasa dalam serial ini tak ubahnya manusia di dunia
nyata yang acapkali tak ambil pusing akan standar kebaikan. Malah, mereka
kadang kala justru ikut berbuat ulah. Reservation Dogs menyeruakkan kekhasan yang hanya
patut digarap orang-orang pribumi Amerika sendiri. Di tengah hal-hal duniawi,
seperti problem eksistensial yang bisa menerpa siapa saja, atau humor yang
getir, kisahnya juga menyisipkan selipan yang absurd dan sureal. Beberapa aspek sejauh ini belum terjelaskan, atau
memang tak ada penjelasannya. Misalnya, peristiwa kepala lele berjatuhan dari
langit. Sebagian lagi, berguna untuk memperkuat aspek supranatural dan
komedi. Roh berwujud perempuan berkaki rusa—Deer Lady, misalnya, hadir
sebagai pelindung bagi orang pribumi yang berlaku baik. Sementara itu, melalui roh pejuang kuno seperti
William Knifeman alias Spirit, nilai-nilai dan tradisi dimodifikasi
penyampaiannya. Kendati kadang membawa kebijakan tak terduga, kehadiran sang
spirit juga lebih menyerupai poin humor sekaligus pembeda. Dari segi bebunyian, absennya musik tema khusus
dalam Reservation Dogs justru membuat para kuratornya lebih eksploratif.
Musik-musik bluegrass dan americana bersanding dengan komposisi gubahan
musisi pribumi Samantha Cairn. Ada pula elemen musik First Nations oleh The
Halluci Nation. Musik-musik giting dari aksi stoner/doom metal,
seperti Sleep dan OM, diputar dalam episode seputar ganja. Begitu pula lagu
dari Redbone mengabarkan bahwa musik dari band pribumi masa lampau masih
beresonansi hingga hari ini. Di antara episode-episode yang karaktersentris
dan menyoroti keseharian, kita tetap dibuat menantikan mimpi California para
Rez Dogs. Lalu, akankah para anak muda ini mendapat penghakiman selepas
merampok truk dan menyusahkan sopirnya (yang notabene kaum menengah-ke-bawah
seperti halnya mereka)? Tak pernah terkesan agresif, Reservation Dogs
adalah tontonan nikmat yang perlahan meresap ke dalam benak. Representasi
yang pantas. Selagi dengan ringan mengungkapkan kebudayaan yang selama ini
termarjinalkan, ia nyaris tak pernah menerobos permukaan. ● Sumber :
https://tirto.id/yang-santai-khas-dari-keseharian-pribumi-amerika-masa-kini-gyLw |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar