Dari
Indonesia untuk Dunia Suryopratomo
: Duta Besar Republik Indonesia
untuk Singapura |
KOMPAS, 26 November 2022
Dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan
International Institute for Strategic Studies Singapura di awal 2022, saya
sempat berbincang dengan mantan Menlu AS Michael Pompeo. Saya tanya
harapannya tentang KTT G20 di mana Indonesia jadi tuan rumah. Pompeo menjawab, itu pertemuan yang tak mudah
untuk bisa menghasilkan kesepakatan di tengah situasi dunia yang penuh
ketegangan. Perang di Ukraina yang dimulai 24 Februari 2022 menjadi ganjalan
terbesar. ”Pasti sangat tidak mudah bagi Indonesia. Anyway,
good luck to Indonesia,” kata mantan menlu AS era Trump itu. Di tengah tingginya ketidakpastian—mulai dari
pandemi Covid-19, krisis geopolitik yang mengimbas ke krisis keuangan akibat
melambungnya harga energi dan pangan, serta kian nyatanya ancaman perubahan
iklim—banyak pihak meragukan KTT G20 Bali akan membawa terobosan besar.
Bahkan polarisasi yang melebar antara Barat dengan Rusia, China, dan India
memunculkan kekhawatiran KTT itu sendiri tak bisa diikuti 20 anggota G20. KTT G20 di Italia setahun sebelumnya juga tak
berjalan mulus karena pandemi Covid-19. Semua pertemuan persiapan harus
dilakukan secara virtual, baru pertemuan tingkat kepala negara dilaksanakan
secara tatap muka. Namun, Presiden Joko Widodo sejak menerima
estafet tongkat kepemimpinan dari Presiden Italia Mario Draghi, November
2021, menebarkan sikap optimistis. Sebagai presidensi G20, Indonesia
menetapkan tema besar ”Recover Together, Recover Stronger”. Presiden
memerintahkan agar pertemuan persiapan dilakukan secara tatap muka di semua
kota besar di seluruh Indonesia. Sebagai koordinator jalur serpa (sherpa track)
ditunjuk Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menlu Retno Marsudi. Untuk
koordinator jalur keuangan (finance track) ditunjuk Menkeu Sri Mulyani
Indrawati dan Gubernur BI Perry Wardjiyo. Untuk ketua penyelenggara ditunjuk
Menko Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan. Tiga agenda besar yang
ditawarkan Indonesia sebagai fokus KTT G20 adalah kesehatan, ekonomi digital,
dan energi bersih. Singapura sebagai Ketua Global Governance Group
(3G)—kelompok 30 negara kecil dan menengah yang tak tergabung ke G20—secara
reguler selalu mengundang troika, tiga negara yang sudah, sedang, dan akan
jadi presidensi untuk menjelaskan kegiatan G20. Pada November 2021, saya
diminta menyampaikan agenda presidensi Indonesia bersama dubes Arab Saudi dan
Italia. Sejak awal Tim Serpa sudah menyiapkan agenda
kerja yang akan dilakukan Indonesia selama setahun kepemimpinannya. Dalam
pertemuan yang dipimpin Menlu Singapura Vivian Balakhrisnan, saya
menyampaikan agenda yang sudah sangat terinci itu dan para dubes negara-negara
3G paham akan upaya besar yang dipersiapkan oleh Indonesia. Proaktif Kalau KTT G20 bisa menghasilkan Deklarasi Bali
yang di luar ekspektasi banyak negara di dunia, kunci utamanya terletak dari
sikap proaktif yang dilakukan Indonesia. Mulai dari Presiden hingga
koordinator jalur serpa ataupun jalur keuangan serta Kadin Indonesia sangat
aktif melakukan road show untuk menjelaskan kesiapan Indonesia jadi tuan
rumah G20 dan B20. Kalangan pejabat dan diplomat di Singapura
kemudian percaya KTT G20 Bali akan berjalan sukses dan tak akan ada boikot.
Apalagi setelah Presiden Jokowi secara khusus bertemu Presiden Ukraina,
Presiden Rusia, dan Presiden China sebelum KTT G20. ”Hanya Presiden Jokowi
yang bisa bertemu Presiden Ukraina, Presiden Rusia, dan Presiden China tahun
ini. Ini pencapaian yang luar biasa,” puji Dubes Meksiko Agustin
Garcia-Lopez. Menlu Retno Marsudi tak terbilang perjalanannya
ke semua negara anggota G20 untuk mengajak semua pihak mau duduk bersama
mencari jalan keluar bagi perbaikan dunia. Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur BI
Perry Wardjiyo memanfaatkan semua pertemuan bidang moneter dan keuangan dunia
untuk mengajak para menkeu agar mau mendahulukan penyelamatan ekonomi dunia
daripada kepentingan politik. Dalam perjalanan pulang dari pertemuan Bank Dunia
dan IMF di Washington pada 29 April 2022, Sri Mulyani menceritakan bagaimana
dirinya mengajak rekan-rekan menkeu G20 untuk mengingat kembali pembentukan
KTT G20. Pertemuan G20 yang awalnya hanya level menkeu dan gubernur bank
sentral ditingkatkan jadi pertemuan para pemimpin negara karena krisis
keuangan yang melanda AS pada 2008 dan kemudian menjadi krisis keuangan
dunia. ”Saya sampaikan, kalau memang tak dianggap
penting lagi dan mau dibubarkan, silakan saja. Namun, saya mengingatkan,
ancaman krisis keuangan bisa terjadi kapan saja. Kalau sekarang kita bubarkan
KTT G20, kita akan kesulitan mendapatkan forum pertemuan para pemimpin dunia
ketika krisis datang,” kata Sri Mulyani ketika transit di Singapura. Airlangga Hartarto seusai memimpin pertemuan
kelompok kerja Indonesia dan Singapura, Juni 2022, juga tak keberatan
menjelaskan langsung kepada para dubes negara anggota 3G tentang diplomasi
yang dijalankan Indonesia bagi suksesnya KTT G20 Bali. Dengan penjelasan
terinci mengenai tiga agenda yang dipersiapkan Indonesia, masyarakat dunia
kian yakin dengan kesungguhan Indonesia mencari jalan keluar bagi perbaikan
dunia. Presiden Jokowi saat menutup KTT G20 Bali
menegaskan, forum ini forum untuk mencari jalan keluar bagi perbaikan ekonomi
dunia, bukan forum politik. Berbagai perbedaan politik yang ada diminta
dikesampingkan dulu. Peran kalangan dunia usaha untuk ikut
berkontribusi bagi perbaikan ekonomi dunia diberi ruang yang lebar. Seperti
kata Presiden Forum Ekonomi Dunia Klaus Schwab, peran pengusaha penting untuk
mengeksekusi keputusan politik yang diambil. Pertemuan B20 diselenggarakan di
awal KTT G20 dengan mengundang beberapa pemimpin dunia dan pengusaha dunia. Pertemuan B20 bisa berjalan baik karena Kadin
melakukan road show ke-16 negara, mengajak kalangan pengusaha dunia turut
memikirkan cara membantu dunia keluar dari berbagai persoalan mengimpit. Gotong royong Sesuai nilai dasar bangsa Indonesia yang selalu
mengutamakan sikap gotong royong, semangat itulah yang kini dibawa Indonesia
ke masyarakat dunia. Hanya dengan kolaborasi semua negara, dunia akan mampu
melewati ancaman badai skala penuh (perfect storm) di depan. Belum pernah dunia dihadapkan pada krisis yang
datang bersamaan seperti sekarang. Setelah krisis kesehatan akibat Covid-19,
semua negara sekarang ini sedang berjuang memulihkan ekonomi negara
masing-masing. Ketika dunia sedang tertatih-tatih keluar dari kesulitan,
tiba-tiba pecah perang di Ukraina. Perang di daratan Eropa mengimbas ke kelangkaan
bahan pangan dan energi. Negara-negara Afrika bahkan terancam kelaparan
karena tersendatnya pasokan gandum dari Ukraina. Kelangkaan pangan dan energi
melambungkan harga dua komoditas penting itu. Akibatnya, inflasi di banyak
negara melambung tinggi, tak terkecuali negara maju. Untuk mengendalikan inflasi, bank sentral dunia
menaikkan tingkat suku bunga mereka. AS menjadi negara yang paling agresif
menaikkan suku bunga untuk mengembalikan inflasi yang berada di sekitar 8
persen agar turun menjadi 2 persen. Perang suku bunga di dunia dikhawatirkan
menimbulkan resesi. Pengangguran yang sudah melonjak karena pandemi bisa kian
bertambah akibat krisis keuangan di depan mata. Padahal, pada saat bersamaan, semua negara
dituntut menurunkan emisi gas buang untuk mencegah pemburukan akibat
perubahan iklim. Ini butuh investasi besar, terutama untuk mengembangkan
energi baru dan terbarukan. KTT G20 Bali sangat membesarkan hati karena
memberikan kontribusi untuk mencegah jangan sampai perfect storm jadi
malapetaka bagi dunia. Di Bali, Indonesia berhasil mengurangi ketegangan
politik dengan mempertemukan Presiden Joe Biden dan Presiden Xi Jinping.
Pertemuan kedua pemimpin adidaya yang pertama kali sejak Biden jadi presiden
mengurangi ketegangan di Laut China Selatan dan Selat Taiwan. Kehadiran Menlu Rusia Sergey Lavrov yang tak
di-walk-out oleh negara-negara Barat membuat Deklarasi Bali akhirnya bisa
diadopsi semua negara. Tujuh belas pemimpin dunia bisa saling bertemu secara
cair dan bersahabat—bersama-sama maupun bilateral— memberikan sinyal positif
bagi perbaikan dunia karena lebih dari 80 persen PDB dunia ditentukan oleh
G20. Deklarasi Bali tentu bukan hasil akhir yang ingin
dituju. Namun, Deklarasi Bali menjadi modal bagi 20 perekonomian besar dunia
untuk menciptakan iklim yang lebih baik, yang memungkinkan kita semua selamat
dari perfect storm. Bukan hanya bagaimana G20 sepakat mengumpulkan
Dana Pandemi, penguatan digitalisasi, dan pengembangan energi bersih, tetapi
juga ada konsep penguatan ketahanan pangan, perdagangan, investasi, dan
industri, serta ketenagakerjaan. Inilah sumbangsih luar biasa dari Indonesia untuk
dunia. ● Sumber : https://www.kompas.id/baca/opini/2022/11/25/dari-indonesia-untuk-dunia |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar