Rabu, 12 Mei 2021

 

Investasi di Atas Inovasi

Irsan A Pawennei ;  Co-founder & Advisor Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG)

KOMPAS, 11 Mei 2021

 

 

                                                           

Presiden Joko Widodo pada 28 April 2021 resmi mengumumkan dua kementerian dengan nomenklatur baru dalam reshuffle kedua Kabinet Indonesia Maju.

 

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dinaikkan menjadi Kementerian Investasi. Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dipecah, Kementerian Riset dan Teknologi dilebur pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi (Kemendikbud Ristek).

 

Keputusan ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Kementerian Negara yang membatasi jumlah kementerian. Urusan riset dan teknologi terpaksa harus ”dikorbankan” demi adanya kementerian yang mengurusi kebijakan investasi. Walaupun pada hari yang sama dilantik juga Kepala BRIN, kewenangan kementerian yang lebih besar dibandingkan dengan badan mengindikasikan kurangnya perhatian terhadap riset.

 

Di sisi lain, pemerintah menaruh perhatian besar pada investasi yang diawali dengan adanya kementerian koordinator yang mengatur urusan investasi, dan sekarang adanya Kementerian Investasi. Kelembagaan ini didukung omnibus law UU No 11/2020 yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi.

 

Yang jadi pertanyaan, apakah keputusan mengobarkan investasi dan mengorbankan riset inovasi ini akan mengantar Indonesia jadi bangsa berpendapatan tinggi?

 

Pendongkrak daya saing

 

Berdasarkan Global Innovation Index (GII) 2020, salah satu aspek yang berpotensi jadi pendongkrak posisi Indonesia yang masih berada di posisi ke-85 adalah terkait riset. Aspek ini memiliki jumlah indikator kelemahan terbanyak, misalnya gross expenditure on R&D di peringkat ke-85 dan global R&D companies belum ada datanya.

 

Kondisi ini menunjukkan berbagai pihak masih menganggap inovasi sebagai faktor biaya yang mengurangi keuntungan, bukan investasi yang berdampak positif terhadap ekonomi. Di sisi kebijakan, posisi inovasi yang hendaknya dikategorikan sebagai investasi sudah berlandaskan hukum dengan adanya UU No 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menyatakan iptek berkedudukan sebagai modal dan investasi.

 

Posisi ini diperkuat UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja dengan adanya salah satu tujuan UU itu untuk melakukan penyesuaian berbagai pengaturan agar berlandaskan iptek. Harapan implementasi kebijakan ini sekarang berada di pundak BRIN.

 

Sebagaimana disampaikan Bambang Brodjonegoro saat menjabat Menteri Ristek/Kepala BRIN pada Kompas (24/2/2021), inovasi sebagai arus utama roda perekonomian sehingga investasi harus dikaitkan dengan inovasi.

 

Walaupun BRIN tak punya kewenangan kebijakan seperti halnya kementerian, sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan UU, BRIN diharapkan dapat bekerja sama dengan Kemendikbud Ristek dalam memperkuat ekosistem pengetahuan dan inovasi. Peran utama BRIN mengintegrasikan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap), serta invensi dan inovasi.

 

Tiga aspek

 

Dalam rangka menjalankan fungsi integrasi dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi, terdapat setidaknya tiga aspek yang mendesak untuk dikoordinasikan, yaitu regulasi, kelembagaan, dan pendanaan.

 

Pertama, penetapan peraturan pelaksana UU No 11/2019 yang harus terlaksana tahun ini. Terdapat tiga peraturan pemerintah (PP) yang penting untuk dapat segera ditetapkan, yaitu PP Penyelenggaraan Iptek, PP Rencana Induk Pemajuan Iptek, PP Sumber Daya Iptek.

 

Rencana induk pemajuan iptek dapat menjadi acuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2026-2045 yang akan menjadi warisan Presiden Jokowi pada akhir pemerintahannya.

 

Kedua, pengintegrasian lembaga litbangjirap, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), ke dalam BRIN. Sebaiknya dapat dimulai dengan adanya perencanaan dan anggaran berupa project funding berdasarkan tantangan (challenges) yang dikoordinasikan BRIN.

 

Selain itu, perpanjangan tangan BRIN di daerah juga perlu dioptimalkan dengan adanya Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDa).

 

Ketiga, penambahan sumber pendanaan. Kementerian Keuangan telah mengalokasikan nilai pokok dana abadi litbangjirap sebesar Rp 4,9 triliun dengan prakiraan potensi hasil imbal sekitar Rp 200 miliar yang dapat dimanfaatkan pada 2021.

 

Dengan memerhatikan posisi iptek sebagai investasi, keberadaan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) juga bisa menjadi sumber pendanaan baru dan dapat menunjukkan tingginya perhatian pemerintah terhadap riset dan inovasi.

 

Saling melengkapi

 

Beberapa usulan tersebut didasarkan pada prinsip bahwa suatu negara tidak harus menjadi negara maju terlebih dahulu untuk berprestasi dalam inovasi. Hal ini terlihat dari GII 2020, yang memperlihatkan beberapa negara tetangga mampu meraih peringkat pertama pada beberapa indikator, yaitu Thailand pada pendanaan R&D dari swasta, serta Malaysia pada nilai ekspor teknologi tinggi. Peningkatan kapasitas inovasi negara akan berdampak langsung terhadap daya saing dan pertumbuhan ekonomi.

 

Investasi dan inovasi bukan dua sisi mata uang yang bertolak belakang, melainkan dua aspek yang saling melengkapi dan tidak saling mengorbankan. Investasi memang katalis pertumbuhan ekonomi, tetapi riset dan inovasi yang akan menjamin keberlanjutan eksistensi suatu bangsa. Di sini pentingnya mengobarkan investasi yang seiring dengan penguatan riset dan inovasi. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar