Menuju
Transformasi Gerakan Nasional Wakaf Uang Fahmi M Nasir ; Pendiri Pusat Studi
dan Konsultasi Wakaf Jeumpa D’Meusara (JDM) Banda Aceh; Mahasiswa S-3
Konsentrasi Tata Kelola dan Hukum Wakaf pada Fakultas Hukum International
Islamic University Malaysia |
KOMPAS, 21 Mei 2021
Wakaf dewasa ini semakin
menemukan momentumnya. Isu-isu seputar perkembangan dan pembangunan wakaf
sudah berada di arus utama. Diskursus wakaf kini juga disandingkan dengan dua
tujuan yang ingin dicapai Bank Dunia pada tahun 2030 (Twin Goals 2030), yaitu
mengentaskan kemiskinan yang akut dan mewujudkan pemerataan kesejahteraan
secara berkelanjutan. Hal senada juga
disampaikan Presiden Joko Widodo ketika meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf
Uang (GNWU) pada 25 Januari 2021. Salah satu target utamanya adalah mencapai
tujuan nasional untuk menurunkan angka kemiskinan dan mengurangi jurang
pendapatan dan kesejahteraan. Namun setelah tiga bulan, GNWU masih berjalan
dengan perlahan sekali. Pada 27 April tercatat dana terkumpul melalui GNWU
ini baru mencapai Rp 58.866.187 yang berasal dari 75 pewakaf. Pemangku kepentingan wakaf
di negara kita perlu melakukan beberapa terobosan strategis untuk
menyukseskan GNWU. Setidaknya ada empat langkah yang perlu dilakukan, yaitu
optimalisasi kerja sama dengan berbagai ormas Islam, menunjukkan teladan
melalui wakaf pemerintah, melakukan konversi dana tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) badan usaha milik negara (BUMN) menjadi dana wakaf, dan
melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan Islam untuk program matching grant dana wakaf. Pertama, optimalisasi
kerja sama dengan ormas Islam. Dua organisasi besar di Indonesia, Nahdlatul
Ulama (NU) dan Muhammadiyah, selama ini mengembangkan lembaga pendidikan dan
sarana sosial lainnya dengan aset wakaf. Bahkan NU melalui Lembaga Wakaf dan
Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWPNU) pernah meluncurkan Gerakan Wakaf Uang
Sejuta Nahdliyyin (Gerwaku Sena) pada 1 Februari 2016. Muhammadiyah dikenal
memiliki berbagai aset berupa sekolah, mulai dari tingkat taman kanak-kanak
(TK) hingga perguruan tinggi serta rumah sakit yang tersebar di seluruh
Indonesia. Kerja sama ormas Islam dan
pemangku kepentingan wakaf ini menjadi salah satu sorotan dan saran yang
diberikan oleh Anisah Syakur, anggota Komisi VIII DPR, dalam Rapat Dengar
Pendapat (RDP) antara Komisi VIII DPR
dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada 22 Maret 2021. Kedua, teladan melalui
wakaf pemerintah. Salah satu ciri khas keberhasilan wakaf di masa lalu adalah
banyaknya raja, ratu, pangeran, menteri-menteri, dan orang-orang ternama yang
berwakaf. Wakaf mereka ini dikenal dengan istilah Wakaf Sultan (Awqaf
al-Salatiyn). Sebagai contoh, Zubaidah,
istri Khalifah Harun al-Rashid, banyak sekali memberikan wakaf untuk sarana
penunjang kenyamanan jemaah haji, seperti jalan, jembatan, dan suplai air.
Salah satu aset wakafnya itu dikenal dengan wakaf sumur Zubaidah di Mekkah. Untuk GNWU ini, tidak
salah rasanya jika presiden, wakil presiden, para menteri kabinet, direksi
dan komisaris BUMN, gubernur, bupati dan wali kota, serta para pejabat tinggi
yang lain melakukan wakaf uang. Untuk tahap awal, mereka dapat memberikan
wakaf uang sebesar satu bulan gaji masing-masing. Pada masa yang sama
mengingat wakaf uang ini bisa untuk jangka waktu tertentu, maka BWI dapat
mengajak para pengusaha papan atas di Indonesia untuk memberikan wakaf uang
sementara, untuk jangka waktu antara satu sampai lima tahun. Dana yang
terkumpul itu diinvestasikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Setelah sampai jangka waktunya, uangnya dikembalikan kepada mereka, sementara
keuntungan dari investasi itu menjadi aset wakaf baru. Ketiga, konversi dana CSR
BUMN menjadi dana wakaf. Sewaktu RDP DPR dan BWI terungkap fakta besarnya
potensi dana CSR BUMN yang mencapai Rp 6,65 triliun per tahun. Dana sebesar
itu dapat dengan mudah menjadi wakaf jika para pemangku kepentingan mau
mengonversi dana CSR BUMN menjadi dana wakaf. Mengingat presiden dan wakil
presiden kita adalah penggerak utama GNWU, tentu konversi ini dapat dilakukan
dengan segera. Konversi ini secara otomatis akan meningkatkan dana yang masuk
ke dalam GNWU secara drastis. Hal lain yang menjadi
perhatian adalah sebuah kebijakan yang baru-baru ini diluncurkan oleh Bank
Kerjasama Rakyat Malaysia Berhad atau Bank Rakyat yang bekerja sama dengan
Yayasan Waqaf Malaysia. Bank Rakyat menyumbang dana wakaf sebesar RM1 juta
sebagai matching grant (padanan dana hibah), di mana setiap nilai uang yang
disumbangkan oleh pewakaf individu ke platform Bank Rakyat, maka pihak Bank
Rakyat akan mewakafkan nilai yang sama kepada Dana Wakaf Tunai. Untuk konteks kita, BWI
dapat bekerja sama dengan lembaga keuangan Islam di Indonesia, khususnya
perbankan syariah untuk mereplikasi program serupa. Adanya matching grant ini
akan mendorong publik untuk melakukan wakaf uang karena mereka tahu bahwa
dana wakaf yang mereka berikan itu langsung berjumlah ganda karena pihak
perbankan akan berwakaf sesuai dengan besaran wakaf yang mereka diberikan. Di
sisi lain, dana padanan hibah ini juga bisa meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada GNWU karena melihat lembaga keuangan Islam juga terlibat
secara aktif untuk menyukseskan GNWU. Mengingat dana yang sudah
terkumpul sangat kecil dibandingkan dengan potensi wakaf uang yang
disebut-sebut mencapai Rp 180 triliun per tahun, maka belum terlambat bagi
pemangku kepentingan wakaf untuk melakukan terobosan strategis menuju
transformasi GNWU. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar