Seni
Gencatan Senjata Agus Dermawan T ; Kritikus Seni, Penulis
Buku-buku Budaya |
KOMPAS, 29 Mei 2021
Tanggal 29 Mei dirayakan
sebagai Hari Internasional Penjaga Perdamaian PBB. Munculnya hari peringatan
nan penting ini bermula dari usulan Asosiasi Pasukan Penjaga Perdamaian
Ukraina. Institusi ini menyebut bahwa sejak UNTSO (United Nation Truce
Supervision Organization - Organisasi Pengawasan Gencatan Senjata) berdiri
pada 1948, banyak perdamaian yang berhasil diwujudkan. Usulan itu lantas
dikukuhkan Majelis Umum PBB pada Desember 2002. Lalu hari pengingatan jasa
para penjaga perdamaian itu diwujudkan pada 29 Mei 2003. Maka masuk akal apabila
setiap menjejak 29 Mei, saya lalu teringat kepada Carl Fredrik Reutersward
(1934-2016). Ia adalah seniman yang mencipta patung “The Knotted Gun” (Pistol
Tersimpul), yang terpasang provokatif di halaman Markas Besar PBB, New York.
Tentu bukan saya saja yang mengingat, karena orang-orang seluruh dunia yang
mampir di Markas Besar PBB selalu saja menuju ke patung itu, untuk berfoto
ria. “Ini spot foto wajib bagi
semua orang yang singgah ke Markas Besar. Karena bagi PBB, Knotted Gun juga
dimaknai sebagai monumen kesenian untuk mengungkit dan mengingat jasa besar
para penjaga perdamaian di seluruh dunia,” kata Amen alias Nyoman Astapa
Wiryawan, pemandu senior yang membawa saya ke sana. Bahwa “Knotted Gun” adalah
karya seni yang berfungsi sebagai pengungkit ingatan, juga diucapkan oleh
Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan ketika menerima patung monumen itu dari
Pemerintah Luxemburg pada 1988. Ia berkata bahwa sesungguhnya hanya seni yang
bisa dipakai sebagai tanda pengingat jasa besar setiap orang. Setelah seni
terbukti berhasil dipakai sebagai praktik yang unik dan manusiawi dalam
meredakan permusuhan dan peperangan. Sejak 2003 “Knotted Gun”
diam-diam masyhur sebagai “monumen gencatan senjata” peperangan resmi yang
terjadi di banyak negara. Padahal pada mulanya patung perunggu yang
menggambarkan pistol Colt Python 357 dengan moncong terbundel itu dicipta
untuk mengenang terbunuhnya John Lennon (The Beatles). Ya, mendengar Lennon
ditembak dengan pistol oleh Mark David Chapman pada 8 Desember 1980, Carl
Fredrik tergerak untuk mencipta patung yang berkonten “Stop pembunuhan!”.
Patung elegi itu lantas dipajang di Strawberry Field Memorial – Central Park,
New York, sehampar taman tak jauh dari rumah Lennon. Menghayati kedalaman makna
dan keunikan metafora patung, anggota kerajaan dan petinggi pemerintahan Luxemberg
berminat membangun replikanya untuk dipacak di halaman Markas Besar PBB. Carl
Fredrik sangat setuju. Apalagi ketika patung itu kemudian dibikin 30 copy,
untuk menghiasi kompleks gedung perwakilan PBB atau taman prestisius di
berbagai negara. “Saya ingin menginspirasi
semua orang untuk melawan kekerasan dengan kesenian. Saya berkeyakinan bahwa
seni, dengan simbol, metafora, dan keindahannya, bisa melunakkan perasaan
kejam dan mengubah pikiran jalang. Ini ode bagi pencinta dan penjaga
perdamaian,” kata Carl Fredrik. Seni
perdamaian Bahwa seni bisa meredakan
permusuhan dan memaksa gencatan senjata, memang terbukti di banyak peristiwa.
Tak hanya sampai di situ. Bahkan seni bisa dipakai sebagai cara untuk
memenangkan perdamaian, seperti yang dilakukan oleh Pasukan Perdamaian
Indonesia UNOC (United Nations Operation in the Congo) tahun 1960-1961. Mengetahui bahwa para
pemberontak di Congo sangat percaya tahayul dan begitu takut dengan hantu,
beberapa tentara seniman di pasukan Garuda III mencipta patung kayu yang
dibungkus kain putih menjuntai-juntai sehingga menyerupai hantu Maryam
Jembatan Ancol. Maka ketika pasukan pemberontak menyerang malam hari, puluhan
hantu-hantuan dimunculkan. Penerangan senter membantu penampakan sehingga
hutan jadi seperti teater yang menghenyakkan. Maka, tak kurang dari 3.000
tentara pemberontak dibikin lemes dan menyerah oleh penampakan berulang kali. Pasukan Perdamaian
Indonesia pimpinan Kolonel Kemal Idris ini dipuji oleh Letnan Jenderal Kadebe
Ngeso, dari Ethiopia sebagai tentara seniman. Dan pasukan Garuda III pun
terkenal dengan sebutan Les Spiritesses atau Pasukan Hantu Perempuan. Semangat berseni-seni
seperti itu juga dilakukan oleh para “seniman” Jepang ketika akan
menyelamatkan Istana Bogor pada saat Jepang berkuasa sejak 1942. Ketika
Jenderal Imamura menempati istana, seluruh dinding luar Istana Bogor dicat
coklat, hitam, hijau tua, dengan nuansa dedaunan di semua sisinya. Kolamnya
dikeringkan agar tak memantulkan cahaya. Rumput ilalang di-setting sebagai
tetumbuhan liar. Pemandangan rekaan yang
teateral dan filmis itu diyakini bisa mengelabuhi pesawat pengebom musuh yang
sewaktu-waktu datang pada malam hari. Kerja seniman Jepang ini berhasil,
sehingga petinggi fasisme Jepang mendapatkan “kedamaian” yang diinginkan. Sementara pada masa perang
Dunia II tersebutlah Geoffrey Barkas (penulis naskah film, produser dan
sutradara) serta Tony Ayrton, seorang pelukis. Dua seniman ini bekerja di
Direktorat Kamuflase Timur Tengah milik Sekutu, yang melawan tentara Blok
Axis (Nazi-Jerman, Italia dan Jepang) di Afrika Utara. Dengan semangat
keseniannya mereka membuat sebuah setting wilayah pertahanan perang palsu,
dengan dilengkapi gudang amunisi, asrama, drum-drum minyak, mobil tentara
serta tank. Benda-benda yang dibikin dari kardus itu dipoles mendekati
presisi, dan kemudian ditutupi terpal dan daun-daun. Sehingga dalam foto
pengintaian lawan akan terlihat seperti asli, dan layak diserbu. Harapan Barkas dan Ayrton:
ketika musuh lelah menyerbu wilayah yang salah, frustrasi akan melanda,
peperangan akan terhentikan, dan kedamaian yang didapatkan. Walaupun seni
pengelabuhan ini pada akhirnya difungsikan secara meleset, yaitu untuk taktik
memenangkan pertempuran. Ada pula seniman pencipta
“sandiwara radio” yang membuat suara-suara di sebuah wilayah pertahanan.
Audio itu berisi keriuhan di kamp militer yang disertai deru helikopter,
truk, tank, dan teriakan prajurit. Audio tersebut lantas dibiarkan bocor dan
masuk ke detektor musuh. Ujungnya menghasilkan kebingungan pihak lawan, lantaran
sasaran yang dituju ternyata hanyalah daerah kosong. Setelah perang usai,
pihak Blok Axis dan khususnya pihak Nazi-Jerman mengakui bahwa mereka kalah
besar lantaran dikibuli para Ghost Army atau Tentara Hantu ciptaan seniman
itu. Pada era pasca perang, apa
yang dikerjakan Ghost Army pada puluhan tahun kemudian digubah dalam metafora
oleh S Teddy Darmawan (1970 - 2016) lewat karya “Love Tank”, yang pernah
dipajang di National Museum of Singapura, 2009. Di situ Teddy menumpuk 7 tank
dari kardus bercat pink (warna cinta) di atas puing-puing bekas perang. “Di
sini seni tidak mengibuli lawan, tetapi melunakkan hati tank baja musuh,”
katanya. Seni
salah fungsi Tapi (ternyata) tidak
semua kerja seni difungsikan sebagai kendaraan menuju perdamaian. Karena ada
pula seniman yang sengaja mencipta untuk menghancurkan lawan di medan perang.
Kisah Kuda Troya adalah contohnya. Kata Troya berasal dari
Troy, nama kerajaan yang didirikan pada 1800 SM. Sedangkan kisah Kuda Troya
berasal dari sastra ciptaan Homerus yang hidup pada abad 8 SM. Cerita diawali
dari penculikan Helena dari Sparta, yang dilakukan oleh Paris, pangeran dari
kerajaan Troya. Atas penculikan itu para petinggi Yunani marah, dan
penyerangan dilakukan. Namun Troya sungguh susah
ditaklukkan. Dari sini si ahli strategi Oddysseus merancang siasat bulus. Ia
tahu orang Troya sangat memuja karya seni dan satwa kuda. Ia lantas memanggil
para seniman untuk membuat patung kuda raksasa yang lucu dan sangat molek
bentuknya. Patung kuda kayu ini kemudian dipersembahkan kepada rakyat Troya
sebagai tanda gencatan senjata, awal dari perdamaian. Patung pun diletakkan
di pelataran kerajaan. Lalu para petinggi Yunani mengajak rakyat dan tentara
Troya berpesta pora sambil mabuk-mabukan. Rakyat Troya tidak
menyangka bahwa ternyata tubuh patung kuda raksasa itu menyimpan ratusan
tentara pilihan. Ketika tengah malam tiba, dan pada saat semua warga Troya
teler lantaran mabuk, para tentara Yunani melompat keluar dari perut kuda dan
membunuh semua personil militer Troya. Reruntuhan kerajaan Troya
terletak di Kota Canakkale (350 kilometer sebelah barat Istanbul)
dipromosikan sebagai ikon wisata Turki. Di antara serakan batu-batu besar
reruntuhan bangunan, replika kuda Troya dari kayu dipajang menjulang. Di
bawah patung itu para pemandu wisata seluruh dunia selalu menegaskan
pemahaman: Kuda Troya adalah simbol dari penyalahgunaan kehalusan kesenian
dalam kekasaran peperangan. Ujung kalam, Hari
Internasional Penjaga Perdamaian PBB selayaknya diuarkan sebagai hari yang
diluhurkan. Dan seni sebagai jiwa utama dari semangat anti perang, harus
tetap dilambungkan. Patung monumen “Knotted Gun” menjadi lambangnya. Apalagi
pada hari-hari di akhir Mei 2021 ini, ketika Israel dan Hamas melakukan
gencatan senjata, setelah perang hebat berlangsung di Jalur Gaza. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar