Pengulangan
Kata Penunjuk Jumlah, Efektifkah? Teguh Candra ; Penyelaras Bahasa
Kompas |
KOMPAS, 22 Mei 2021
Dalam penulisan berita di
surat kabar, menulis ulang sebuah kata untuk menunjukkan jumlah lebih dari
satu, sering memunculkan masalah tersendiri. Keterbatasan ruang tulis membuat
pengulangan menjadi tidak efektif dan efisien mengingat bahasa Indonesia
tidak mengenal bentuk kata jamak seperti dalam bahasa Inggris, misalnya. Menjadi semakin bermasalah
(baca: panjang dan memakan tempat) karena dalam bahasa Indonesia, pembentukan
kata melalui afiksasi dapat menghasilkan kata baru yang terdiri dari tiga
atau empat suku kata. Bahkan, adakalanya lebih, seperti pemimpin, perubahan, perampokan, dan perselisihan. Belum lagi jika kata yang
harus diulang adalah kata majemuk, seperti kapal selam, media massa, dan kereta
api ekspres malam. Mari kita bandingkan
contoh berikut : 1. Bagaimana
kita harus bersikap menghadapi perubahan-perubahan yang mendera media
informasi arus utama. 2. Bagaimana
kita harus bersikap menghadapi banyaknya perubahan yang mendera media
informasi arus utama. 3. Bagaimana
kita harus bersikap menghadapi perubahan yang mendera media informasi arus
utama. Apakah ketiga contoh
kalimat tersebut menunjukkan perbedaan makna? Mana kalimat yang paling cocok
untuk surat kabar? Mari simak contoh berikut. 1. Israel-Palestina,
Konflik-konflik yang Tak Berkesudahan… 2. Israel-Palestina,
Konflik yang Tak Berkesudahan… Apakah kata konflik dalam kalimat kedua bisa juga
berarti konflik-konflik? Apabila yang muncul dalam
sebuah berita adalah pengulangan kata dasar untuk menunjukkan jumlah lebih
dari satu, yang biasanya terdiri dari dua atau tiga suku kata, penulisannya
mungkin tidak memunculkan banyak masalah. Kita ambil contoh kuda-kuda,
pohon-pohon, dan buah-buah. Akan tetapi, tetap harus diperhatikan bagaimana
cara penulisannya. Contoh: Pohon-pohon
di hutan adat itu kekeringan (bukan Banyak
pohon-pohon di hutan adat itu kekeringan). Sebenarnya, kita juga
dapat menuliskan kata yang menunjukkan jumlah tanpa harus mengulang. Kita
hanya perlu menambahkan kata yang menunjukkan jumlah di depan kata yang ingin
kita tulis tanpa mengulang. Contoh : 1. Banyak pohon
di hutan milik masyarakat adat yang mengalami kekeringan (bukan Banyak pohon-pohon di hutan masyarakat
adat yang mengalami kekeringan). 2. Pemerintah
menyerahkan bantuan 500 buku pelajaran aneka judul (bukan Pemerintah
menyerahkan bantuan 500 buku-buku pelajaran aneka judul). Kalimat kedua dari contoh
di atas tentu salah karena di depan kata pohon
telah ada kata banyak yang menunjukkan jumlah sehingga pengulangan kata pohon ataupun buku tidak diperlukan. Akan tetapi, bagaimana
dengan contoh kalimat berikut : 1. Para
petani di Desa Kauman menolak pembangunan stasiun pengisian bahan bakar untuk
umum di wilayah persawahan mereka. 2. Petani-petani
di Desa Kauman menolak pembangunan stasiun pengisian bahan bakar untuk umum
di wilayah persawahan mereka. 3. Petani
di Desa Kauman menolak pembangunan stasiun pengisian bahan bakar untuk umum
di wilayah persawahan mereka. Apakah ketiga kalimat
tersebut benar? Jika benar, kalimat mana yang lebih efektif? Dalam bahasa Indonesia,
kita tidak menuliskan manusia-manusia untuk menunjukkan terdapat lebih dari
satu manusia. Kita cukup menuliskan manusia. Contoh : 1. Kerumunan
manusia-manusia di pantai saat pandemi Covid-19 dapat memicu penularan yang
semakin masif. 2. Kerumunan
manusia di pantai saat pandemi Covid-19 dapat memicu penularan yang semakin
masif. Kalimat mana yang paling
tepat dari contoh di atas? Sudah tentu kalimat yang kedua. Mengapa demikian?
Ya, karena dalam bahasa Indonesia, kita hanya menyebut manusia, baik untuk
satu orang, tiga orang, maupun seribu orang. Di satu sisi, untuk
variasi penulisan, kata ulang dapat digunakan jika tidak terlalu panjang.
Bisa jadi sebuah tulisan akan semakin bagus. Contoh: Pemerintah akhirnya
memberikan bantuan 500 buku bacaan beragam judul bagi warga desa yang
terletak di perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste itu. Menurut rencana,
buku-buku itu boleh dipinjam untuk dibaca di rumah. Langkanya buku bacaan
bagi warga menjadi keprihatinan tersendiri bagi republik ini. Demikianlah, menuliskan
perulangan kata untuk menunjukkan jumlah yang banyak dalam sebuah berita di
surat kabar membuat ruang semakin sesak, selain tidak efisien dan tidak
efektif. Singkat kata, tidak praktis dan terkadang menjadikan keseluruhan
kalimat semakin ruwet. Jika memang ada yang lebih mudah dipahami, mengapa
dipersulit? ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar