John
Nash sang Genius
Hotasi Nababan ; Alumnus Technology Policy MIT
|
MEDIA INDONESIA, 30 Mei 2015
Artikel HN ini juga dimuat di KORAN
TEMPO 30 Mei 2015
BEBERAPA hari lalu, saya mendapat berita bahwa
John Nash dan istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan taksi di New York
(24/5). Berita itu langsung menyengat saya mengingat kegeniusannya dalam
membantu kita untuk memahami kerumitan dan memutuskan apa pun.
Siapa John Nash? Dalam film A Beautiful Mind, yang memenangi Piala
Oscar, Russel Crowe berhasil menghidupkan John muda, seorang matematikawan di
Universitas Princeton, dengan begitu polos dan lugas. Pada 1960-an, Nash
mencari rumus matematika untuk memprediksi keputusan orang dalam urusan apa
pun, dari urusan pacaran, belanja, sampai bekerja. Teori itu dikenal dengan game theory. Sebelumnya, John von
Neumann membuat model matematika untuk zero-sum
game, yang berarti dalam sebuah ekosistem, jika ada yang rugi, pasti ada
yang untung dan dalam pertandingan selalu ada yang menang dan yang kalah.
Namun, Nash mencari jawaban lebih dari itu.
Dia membuat model matematika yang lebih rumit untuk membuktikan dalam situasi
pelik, jika para pihak yang terlibat mau bekerja sama, hasil yang diperoleh
jauh lebih baik daripada memaksimalkan kepentingan masing-masing. Ilustrasi
yang paling terkenal ialah prisoner's
dilemma. Ada dua orang yang diinterogasi terpisah karena kejahatan
mereka. Jika salah satu mengaku dan yang lain diam, yang mengaku akan bebas
dan yang diam akan dihukum 10 tahun. Jika keduanya mengaku, mereka akan
dihukum lima tahun. Adapun jika keduanya diam, mereka akan dihukum satu
tahun. Keduanya mengetahui aturan main itu, tetapi tidak bisa berkomunikasi.
Apakah yang mereka akan putuskan?
Jika mereka berpikir cepat, keduanya akan
mengaku karena ingin bebas. Namun, jika mereka berpikir dalam, mereka bisa
menebak yang lain akan melakukan yang sama sehingga mereka akan dipenjara
lima tahun. Kini, keduanya mulai mengingat-ingat perilaku yang lain dalam
bersikap. Jika mereka kompak, lebih baik keduanya diam walaupun ada risiko
dikhianati. Nah, Nash membuat rumus matematika yang menunjukkan konvergensi
para pihak dalam mengambil keputusan selama keduanya rasional. Rumus
matematika yang bisa memprediksi ketidakpastian itu langsung bermanfaat bagi
banyak hal.
Game theory dengan cepat menjalar
masuk ke berbagai bidang pelik, seperti keputusan dalam pasar keuangan,
strategi perusahaan, nego siasi perburuhan, dan konflik antarnegara. Begitu
banyak manfaat kejeniusan Nash sehingga dia dianugerahi Nobel Ekonomi pada
1994.
Pada musim gugur 1992, saya beruntung
mengikuti kuliah industrial organization (IO) di School of Economics Massachusetts Institute of Technology (MIT)
dari Prof Jean Tirole, seorang pakar ekonomi muda Prancis. IO merupakan
cabang ilmu game theory tentang
interaksi perusahaan dan pasar. Dengan semangat, dia bisa menyederhanakan
rumus matematika rumit. Saat itulah saya jatuh hati pada teori itu. Tirole
menggunakan IO untuk regulasi pasar dan monopoli.Dia dapat memformulasikan
model harga optimum bagi pasar keuangan di AS dan Eropa. Atas kontribusinya
yang besar, dia diganjar Nobel Ekonomi pada 2004, atau 20 tahun setelah
gurunya, John Nash, menerimanya.
Banyak bencana katastrop dunia yang batal
karena para pihak secara intuitif menggunakan game theory, seperti Krisis Kuba saat Kennedy-Krushev dan perang
bintang saat Reagan-Andropov. Pada akhirnya, tidak berperang merupakan solusi
terbaik. Untuk melindungi kepentingannya, seseorang harus memikirkan orang
lain. Itu bertentangan dengan teori
klasik Adam Smith pada abad 18 yang mengatakan kehidupan manusia akan menjadi lebih baik
jika setiap orang mengejar kepentingannya sendiri karena ekuilibrium alami
akan tercapai dari seluruh interaksi manusia yang egois.
Cara berpikir game theory selalu saya gunakan dalam 25 tahun karier saya di
dunia korporasi, termasuk menjadi pemimpin berbagai perusahaan selama 12
tahun.Saya sangat terbantu saat menghadapi isu barrier to entry, penentuan
harga jual, persaingan tidak sehat, keputusan investasi, dan hubungan dengan
karyawan.
Saat bernegosiasi tentang penjualan lokomotif
buatan GE Lokindo di Madiun kepada PT Kereta Api, saya mengajak pihak KAI
untuk mengeksplorasi konsekuensi dari seluruh opsi. Akhirnya, kami sepakat
dengan term yang saling menguntungkan. Saat PLN kesulitan menghidupi mesin pembangkit
yang sudah tidak ekonomis, saya berhasil mengajak PLN dan GE mencari solusi
baru yang menguntungkan keduanya.
Saat berembuk dengan Asosiasi Pilot Merpati
yang menuntut kenaikan gaji di tengah arus pembajakan pilot, saya membuat
simulasi bersama dengan semua kemungkinan. Akhirnya, mereka bersedia tidak
naik gaji. Selama enam tahun memimpin Merpati di saat sulit, saya tidak
menemukan satu pun aksi karyawan yang mengganggu perusahaan. Mereka makin
kooperatif jika assymetric information
berkurang.
Saya memahami kesulitan yang dihadapi
pemerintah dalam keputusan yang dilematis, seperti subsidi BBM, impor beras,
ekspor tambang mineral, atau insentif pajak. Para pelaku usaha dan masyarakat
yang dihadapi memiliki strategi sendiri dengan perilaku beragam. Mereka akan
bertindak reaktif terhadap aksi pemerintah. Semoga aplikasi game theory dapat digunakan dan dipahami seluruh tim pemerintah
agar terjadi perilaku yang diharapkan. Niat baik saja tidak cukup karena
manusia itu rasional.
John Nash telah membuat banyak pengusaha dan
eksekutif perusahaan menjadi kaya raya karena menggunakan teorinya dalam
keputusan bisnis. Mungkin mereka tidak sempat berduka atas kepergian Nash
karena kesibukan.
Tuhan begitu baik memberi Nash bagi kita
semua.
Thank you, John! Rest
in peace.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar