Genderang Perang Partai Golkar
Bambang Soesatyo ; Bendahara Umum DPP Partai Golkar;
Sekretaris
Fraksi PG; Anggota Komisi III DPR RI
|
KORAN
SINDO, 22 Juni 2015
Genderang perang Partai Golkar telah dikumandangkan dan
perlawanan tiada henti terhadap oknum Partai Golkar dan oknum pemerintah dari
partai tertentu yang ingin menghancurkan Partai Golkar melalui rekayasa
konflik internal telah diserukan.
ARB menegaskan, ”Kita harus berani mainpanjanguntukbicara
masalah Golkar,” kata ARB di hadapan ratusan peserta Rapimnas VIII Partai
Golkar dari seluruh Indonesia di Jakarta, Sabtu (13/6). Targetnya sederhana saja.
Oknum pemerintah yang selama ini mengintervensi Golkar dan terus mengadu
domba elite Partai Golkar harus dipaksa keluar dari gelanggang konflik
internal partai. Bukti paling sahih dari keterlibatan Menkumham Yasonna
Laoly, yang juga kader senior PDIP, dalam konflik Golkar terungkap dalam
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pekan lalu.
Seorang saksi di bawah sumpah menyatakan bahwa Menkumham
Yasonna H Laoly yang mengarahkan munas jadi-jadian di Ancol itu. Keterangan
tersebut jelas mengejutkan dan menjadi fakta hukum di pengadilan tersebut.
Kita berharap majelis hakim tidak gentar untuk memeriksa menteri tersebut dan
membongkar siapa sesungguhnya aktor intelektual di balik kisruh Partai
Golkar.
Lebih dari itu, keterangan di muka pengadilan itu juga akan
menjadi pintu masuk bagi pansus Hak Angket Pelanggaran UU dan Intervensi
Pemerintah terhadap Partai Politik di DPR nanti untuk meminta
pertanggungjawaban Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
atas pelanggaran UU dan sumpah jabatan. Rapimnas Partai Golkar juga
menegaskan perlawanan itu bukan untuk mengalahkan pemerintahan Presiden Joko
Widodo.
Tapi, perlawanan terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan.
Partai Golkar yakin pada saatnya akan mampu menyelesaikan persoalannya
sendiri. Kalau sekarang keadaannya terkesan rumit, itu karena ulah oknum
pemerintah yang juga petugas partai yang diduga sedang melaksanakan misi
menghancurkan Partai Golkar melalui konflik internal. Itulah yang akan
dilawan sebagai musuh bersama sampai kapan pun.
Semua kekuatan politik seharusnya memberi kesempatan Partai
Golkar menyelesaikan persoalannya sendiri. Kalau tangan-tangan kotor penguasa
tidak mau keluar dari gelanggang pertikaian internal Partai Golkar,
masalahnya tidak akan pernah selesai. Tentu saja instabilitas politik menjadi
taruhannya. Padahal, stabilitas politik amat diperlukan agar pemerintah, DPR,
dan masyarakat bisa mengelola dan mengatasi berbagai persoalan pelik
akhir-akhir ini.
Berlarut-larutnya konflik internal di tubuh Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar bisa berkembang menjadi benih instabilitas
politik. Konflik internal itu berdampak pada soliditas fraksi kedua partai di
DPR. Persoalan soliditas fraksi PPP dan Golkar bisa menjadi faktor penghambat
proses politik di DPR. Akhirnya pemerintah pun tak bisa menghindar untuk
menerima dampak negatifnya.
Belum lagi kalau dikaitkan dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) 2015 yang direncanakan serentak. Dualisme kepengurusan di
PPP dan Golkar pasti akan menimbulkan masalah. Aksi dan reaksi basis massa
kedua partai di semua daerah penyelenggara pilkada patut diperhitungkan.
Karena itu, oknum-oknum pemerintah yang selama ini mengintervensi PPP dan
Golkar harus mundur dari gelanggang konflik dan memberi kesempatan kedua
partai itu menyelesaikan persoalannya sendiri.
Pengurus dan kader kedua partai akan terus melancarkan
perlawanan selama tangan-tangan kotor penguasa terus mengadudomba elite kedua
partai itu. ARB tidak asal menuding. Acuannya sangat jelas yakni langkah membabi
buta pemerintah menerbitkan surat keputusan (SK) kepengurusan Partai Golkar
yang dipimpin Agung Laksono (AL). Padahal, rezim kepengurusan AL lahir dari
Musyawarah Nasional (Munas) Golkar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
alias abal-abal .
Menekan Balik
Niat
menjadikan persoalan internal Partai Golkar sebagai konflik permanen juga
dipertontonkan secara terbuka. Misalnya mengenai hak menggunakan bangunan
kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat.
Kantor
itu kini bisa dibilang bermasalah, lagi-lagi karenabaikAL maupunpemerintah
tidak menunjukkan iktikad baik, pun tidak taat hukum. Kalaupun tidak
diberikan kepada DPP Partai Golkar produk Munas Bali pimpinan ARB, hak
penggunaan kantor itu seharusnya diberikan kepada pengurus Golkar hasil Munas
Riau 2009 dengan Ketua Umum ARB dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham.
AL
menjabat wakil ketua umum. Menyerahkan hak penggunaan kantor itu kepada DPP
produk Munas Riau merupakan pelaksanaan dari keputusan sela atau provisi
Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Solusi yang
dirancang Wakil Presiden Jusuf Kalla tampaknya belum juga menyelesaikan
persoalan.
Wapres
Kalla mengusulkan agar penggunaan Kantor DPP Partai Golkar secara bersama-
sama atau dua-duanya tidak boleh menggunakan kantor tersebut dan menguncinya
bersama-sama. Pada pekan terakhir November 2015, Kantor DPP Partai Golkar
direbut oleh oknum yang mengaku pengurus DPP Partai Golkar dengan
memanfaatkan segerombolan orang berseragam AMPG. Beberapa hari setelah itu,
polisi menyelidiki lokasi peristiwa dan menemukan senjata tajam serta bom
molotov.
Kubu
ARB pun membuat laporan dan hasil visum korban kekerasan saat peristiwa itu
terjadi. ”Hukum harus jadi panglima. Langkah demi langkah pengadilan kami
lakukan karena kami yakin kebenaran pasti datang,” kata ARB. Agar segala
upaya itu berjalan sesuai norma yang berlaku, ARB pun mulai berinisiatif
melakukan tekanan ke kubu AL dkk. Di hadapan peserta Rapat Pimpinan Nasional
VIII Partai Golkar di bawah kepengurusan Munas Riau, ARB mengungkapkan bahwa
dia sudah mengirimkan surat ke Kapolri terkait sepak terjang AL dkk.
Dalam
suratnya ARB meminta Polri melarang AL dkk menjalankan aktivitas dengan
mengatasnamakan Partai Golkar karena Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan
Pengadilan Tata Usaha Negara sudah mengembalikan kepengurusan Golkar yang sah
ke hasil Munas Riau 2009. Jika AL dkk ingin beraktivitas atas nama Partai
Golkar, ARB minta AL dkk kembali ke struktur DPP Partai Golkar produk Munas
Riau.
Surat
ARB kepada Kapolri itu menjadi semacam langkah awal dari dimulainya rangkaian
perlawanan tiada henti terhadap oknum-oknum Partai Golkar dan oknum-oknum
pemerintah yang mengintervensi dan memiliki skenario menghancurkan Partai
Golkar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar