Rabu, 24 Juni 2015

Genderang Perang Partai Golkar

Genderang Perang Partai Golkar

Bambang Soesatyo  ;   Bendahara Umum DPP Partai Golkar;
Sekretaris Fraksi PG; Anggota Komisi III DPR RI
                                                    KORAN SINDO, 22 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Genderang perang Partai Golkar telah dikumandangkan dan perlawanan tiada henti terhadap oknum Partai Golkar dan oknum pemerintah dari partai tertentu yang ingin menghancurkan Partai Golkar melalui rekayasa konflik internal telah diserukan.

ARB menegaskan, ”Kita harus berani mainpanjanguntukbicara masalah Golkar,” kata ARB di hadapan ratusan peserta Rapimnas VIII Partai Golkar dari seluruh Indonesia di Jakarta, Sabtu (13/6). Targetnya sederhana saja. Oknum pemerintah yang selama ini mengintervensi Golkar dan terus mengadu domba elite Partai Golkar harus dipaksa keluar dari gelanggang konflik internal partai. Bukti paling sahih dari keterlibatan Menkumham Yasonna Laoly, yang juga kader senior PDIP, dalam konflik Golkar terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pekan lalu.

Seorang saksi di bawah sumpah menyatakan bahwa Menkumham Yasonna H Laoly yang mengarahkan munas jadi-jadian di Ancol itu. Keterangan tersebut jelas mengejutkan dan menjadi fakta hukum di pengadilan tersebut. Kita berharap majelis hakim tidak gentar untuk memeriksa menteri tersebut dan membongkar siapa sesungguhnya aktor intelektual di balik kisruh Partai Golkar.

Lebih dari itu, keterangan di muka pengadilan itu juga akan menjadi pintu masuk bagi pansus Hak Angket Pelanggaran UU dan Intervensi Pemerintah terhadap Partai Politik di DPR nanti untuk meminta pertanggungjawaban Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan atas pelanggaran UU dan sumpah jabatan. Rapimnas Partai Golkar juga menegaskan perlawanan itu bukan untuk mengalahkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Tapi, perlawanan terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan. Partai Golkar yakin pada saatnya akan mampu menyelesaikan persoalannya sendiri. Kalau sekarang keadaannya terkesan rumit, itu karena ulah oknum pemerintah yang juga petugas partai yang diduga sedang melaksanakan misi menghancurkan Partai Golkar melalui konflik internal. Itulah yang akan dilawan sebagai musuh bersama sampai kapan pun.

Semua kekuatan politik seharusnya memberi kesempatan Partai Golkar menyelesaikan persoalannya sendiri. Kalau tangan-tangan kotor penguasa tidak mau keluar dari gelanggang pertikaian internal Partai Golkar, masalahnya tidak akan pernah selesai. Tentu saja instabilitas politik menjadi taruhannya. Padahal, stabilitas politik amat diperlukan agar pemerintah, DPR, dan masyarakat bisa mengelola dan mengatasi berbagai persoalan pelik akhir-akhir ini.

Berlarut-larutnya konflik internal di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar bisa berkembang menjadi benih instabilitas politik. Konflik internal itu berdampak pada soliditas fraksi kedua partai di DPR. Persoalan soliditas fraksi PPP dan Golkar bisa menjadi faktor penghambat proses politik di DPR. Akhirnya pemerintah pun tak bisa menghindar untuk menerima dampak negatifnya.

Belum lagi kalau dikaitkan dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 yang direncanakan serentak. Dualisme kepengurusan di PPP dan Golkar pasti akan menimbulkan masalah. Aksi dan reaksi basis massa kedua partai di semua daerah penyelenggara pilkada patut diperhitungkan. Karena itu, oknum-oknum pemerintah yang selama ini mengintervensi PPP dan Golkar harus mundur dari gelanggang konflik dan memberi kesempatan kedua partai itu menyelesaikan persoalannya sendiri.

Pengurus dan kader kedua partai akan terus melancarkan perlawanan selama tangan-tangan kotor penguasa terus mengadudomba elite kedua partai itu. ARB tidak asal menuding. Acuannya sangat jelas yakni langkah membabi buta pemerintah menerbitkan surat keputusan (SK) kepengurusan Partai Golkar yang dipimpin Agung Laksono (AL). Padahal, rezim kepengurusan AL lahir dari Musyawarah Nasional (Munas) Golkar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan alias abal-abal .

Menekan Balik

Niat menjadikan persoalan internal Partai Golkar sebagai konflik permanen juga dipertontonkan secara terbuka. Misalnya mengenai hak menggunakan bangunan kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat.

Kantor itu kini bisa dibilang bermasalah, lagi-lagi karenabaikAL maupunpemerintah tidak menunjukkan iktikad baik, pun tidak taat hukum. Kalaupun tidak diberikan kepada DPP Partai Golkar produk Munas Bali pimpinan ARB, hak penggunaan kantor itu seharusnya diberikan kepada pengurus Golkar hasil Munas Riau 2009 dengan Ketua Umum ARB dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham.

AL menjabat wakil ketua umum. Menyerahkan hak penggunaan kantor itu kepada DPP produk Munas Riau merupakan pelaksanaan dari keputusan sela atau provisi Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Solusi yang dirancang Wakil Presiden Jusuf Kalla tampaknya belum juga menyelesaikan persoalan.

Wapres Kalla mengusulkan agar penggunaan Kantor DPP Partai Golkar secara bersama- sama atau dua-duanya tidak boleh menggunakan kantor tersebut dan menguncinya bersama-sama. Pada pekan terakhir November 2015, Kantor DPP Partai Golkar direbut oleh oknum yang mengaku pengurus DPP Partai Golkar dengan memanfaatkan segerombolan orang berseragam AMPG. Beberapa hari setelah itu, polisi menyelidiki lokasi peristiwa dan menemukan senjata tajam serta bom molotov.

Kubu ARB pun membuat laporan dan hasil visum korban kekerasan saat peristiwa itu terjadi. ”Hukum harus jadi panglima. Langkah demi langkah pengadilan kami lakukan karena kami yakin kebenaran pasti datang,” kata ARB. Agar segala upaya itu berjalan sesuai norma yang berlaku, ARB pun mulai berinisiatif melakukan tekanan ke kubu AL dkk. Di hadapan peserta Rapat Pimpinan Nasional VIII Partai Golkar di bawah kepengurusan Munas Riau, ARB mengungkapkan bahwa dia sudah mengirimkan surat ke Kapolri terkait sepak terjang AL dkk.

Dalam suratnya ARB meminta Polri melarang AL dkk menjalankan aktivitas dengan mengatasnamakan Partai Golkar karena Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tata Usaha Negara sudah mengembalikan kepengurusan Golkar yang sah ke hasil Munas Riau 2009. Jika AL dkk ingin beraktivitas atas nama Partai Golkar, ARB minta AL dkk kembali ke struktur DPP Partai Golkar produk Munas Riau.

Surat ARB kepada Kapolri itu menjadi semacam langkah awal dari dimulainya rangkaian perlawanan tiada henti terhadap oknum-oknum Partai Golkar dan oknum-oknum pemerintah yang mengintervensi dan memiliki skenario menghancurkan Partai Golkar. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar