Konsistensi Nawacita pada RAPBN 2016
Mukhamad Misbakhun ; Anggota Komisi XI DPR
|
JAWA POS, 22 Juni 2015
JELANG pertengahan 2015, kondisi perekonomian
nasional di bawah kendali kepemimpinan Jokowi-JK semakin dinamis. Meski
beberapa target dalam APBNP 2015 belum tercapai, realisasi pencapaian pada
kuartal I hingga menjelang kuartal II 2015 masih berada dalam batas
kewajaran. Hal itu tidak terlepas dari kondisi eksternal perekonomian dunia.
Konstelasi itulah yang menjadi referensi dalam
pengajuan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF)
2016. Pemerintah mencatat beberapa situasi penting dalam KEM-PPKF 2016.
Pertama, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2015 yang hanya mencapai 4,7
persen. Kedua, tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Ketiga, harga komoditas
internasional yang masih rendah.
Keempat, penyerapan belanja yang masih rendah.
Kelima, pengaruh perkembangan ekonomi 2015 bagi kinerja ekonomi 2016. Keenam,
ketidakpastian ekonomi. Ketujuh, pertumbuhan ekonomi 2016 yang diperkirakan
lebih rendah daripada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015 yang ratarata sebesar 7 persen.
Visi Pembangunan
Sejak awal, pemerintahan JokowiJK mengundang
ekspektasi ekonomi yang tinggi. Kepercayaan publik yang mengantarkan keduanya
ke pucuk kekuasaanseakanmenegaskanbahwa Jokowi-JK mampu mengakselerasi
cita-cita kesejahteraan. Harapan terakomodasi dalam visi pembangunan
2015–2019tentangupayamewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian berlandas gotong royong. Visi tersebut kemudian terurai dalam
9 agenda prioritas (Nawacita).
Berdasar landasan tersebut, pemerintah
menyikapi situasi ekonomi 2016 dengan penuh optimisme. Sikap itu didasarkan
pada capaian-capaian target 2015 yang masih berada pada level yang wajar.
Sejatinya pertumbuhan ekonomi mampu menghampiri target 5,7 persen dalam APBNP
2015. Pemerintah meyakini bahwa perekonomian pada 2016 akan menunjukkan
perbaikan dengan target pertumbuhan 5,8 hingga 6,2 persen. Optimisme juga
tampak dalam perubahan-perubahan asumsi dasar makro dari APBNP 2015. Target
pertumbuhan 5,7 persen dalam APBNP meningkat menjadi 5,8–6,2 persen dalam
RAPBN 2016.
Pemerintah juga berupaya menekan capaian inflasi dari target 5,0
dalam APBNP 2015 menjadi 3,0–5,0 dalam APBN 2016. Nilai tukar rupiah yang
terus bergejolak juga memperoleh respons signifikan. Target Rp 12.500 yang
melesat ke Rp 13.211 per USD menjadi pelajaran berharga dengan mematok Rp
12.800–Rp 13.200 per USD. Sementara itu, suku bunga SPN tiga bulan ditetapkan
rendah, dari 6,2 persen dalam APBNP 2015 menjadi 4,0–6,0 persen.
Meski demikian, di balik optimisme,
pemerintahan Jokowi-JK masih dihadapkan pada tantangan angka kemiskinan dan
tingkat pengangguran yang masih signifikan.
KEM-PPKF 2016 menyajikan kebijakan dengan
memprioritaskan dimensi pembangunan sektor unggulan, infrastruktur
(kesempatan kerja), investasi baru di kawasan ekonomi khusus, program APBN
yang ditujukan pada penciptaan kesempatan kerja dan perlindungan sosial,
serta program afirmatif bagi penanggulangan kemiskinan. Mengejar Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2015
mengalami tantangan signifikan dari pemulihan ekonomi global yang tidak
merata. Tantangan tersebut menjadi bahan proyeksi bagi kondisi ekonomi pada
2016. Pertumbuhan yang masih berada di bawah target diperkirakan membaik
seiring dengan perbaikan stabilitas ekonomi serta pengendalian inflasi. Laju
pertumbuhan itu sejalan dengan upaya penurunan angka kemiskinan dan tingkat
pengangguran. Termasuk juga peningkatan ruang fiskal, peningkatan pendapatan,
serta percepatan pembangunan infrastruktur.
Dengan demikian, asumsi yang terungkap dalam
RAPBN 2016 menampakkan wajah sesungguhnya Nawacita. Perspektif fiskal
mengintroduksi asumsi tersebut dengan mengedepankan tema penguatan pengelolaan
fiskal dalam rangka memperkukuh fundamen pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas.
Atas dasar asumsi tersebut, diperlukan tiga
strategi penting. Pertama, stimulus. Strategi itu dilakukan dengan
meningkatkan pendapatan, kualitas belanja (infrastruktur dan daya saing),
serta pembiayaan. Kedua, daya tahan.
Pemerintah perlu memperkuat bantalan
fiskal ( fiscal buffer), meningkatkan fleksibilitas, dan mengendalikan
kerentanan fiskal. Ketiga, sustainabilitas. Laju perekonomian membutuhkan
kesinambungan upaya yang dijalankan sesuai arah kebijakan.
Secara umum, agenda Nawacita mengarah ke
pencapaian target pertumbuhan ekonomi. Tiga strategi itu menjadi dasar
tentang pengelolaan kebijakan fiskal yang mendukung target realisasi.
Selain percepatan, strategi diarahkan untuk
memperkuat daya tahan fiskal. Hal itu berorientasi pada upaya penguatan
kemampuan bertahan untuk mendukung pencapaian target pembangunan di tengah
tekanan fiskal yang relatif kuat. Di samping itu, diperlukan juga
kesinambungan fiskal yang diorientasikan pada upaya mendorong APBN agar lebih
produktif untuk meningkatkan kapasitas perekonomian dengan tetap
mengendalikan risiko dan menjaga keberlanjutan fiskal.
Berkaca pada KEM-PPKF 2016, pemerintahan
Jokowi-JK tetap menjaga prinsip-prinsip Nawacita yang menginspirasi rancangan
kebijakan ekonomi makro. APBN 2016 akan memiliki nilai tersendiri, mengingat
APBN tersebut akan lahir dari karakteristik murni pemerintahan Jokowi-JK.
Pada gilirannya, 2016 akan menjadi tahun pembuktian karakter ekonomi Nawacita
yang sejatinya bukan sekadar retorika melebihi bukti nyata. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar