Kontroversi
Karikatur ISIS
Darminto M Sudarmo ; Pemerhati Humor
dan Bergiat di Komunitas Studi Humor Indonesia Kini
(Ihik3.com)
|
JAWA
POS, 15 Desember 2014
PADA 3
Juli 2015 di halaman 7 (opini) harian berbahasa Inggris The Jakarta Post,
dimuat karikatur karya Stephane Peray (Stephff), kartunis asal Prancis yang
tinggal di Bangkok, Thailand, selama 23 tahun terakhir dan bekerja sebagai
karikaturis (editorial cartoonist) untuk media The Nation. Selain itu,
Stephff memublikasikan karikaturnya untuk berbagai penerbitan di dunia (Timur
Tengah, Afrika, Eropa, Amerika, dan Asia). Tak terduga, karikatur yang dimuat
di The Jakarta Post itu mendapat reaksi keras dari sebagian umat Islam di
Indonesia dan menuai kontroversi, yang akhirnya berujung pada penetapan
Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat sebagai tersangka
kasus dugaan penistaan agama.
Karikatur
itu menggambarkan bendera berlambang tengkorak dengan kalimat tauhid di
atasnya. ”Penetapan status tersangka setelah penyidik memeriksa saksi ahli
pidana, ahli agama, dan Dewan Pers,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro
Jaya Komisaris Besar Rikwanto di kantornya, Kamis, 11 Desember 2014.
Dalam
satu hal, fakta di atas dapat menjadi ”drama” yang mengusik kebebasan pers di
Indonesia, kaitannya dengan kasus pidana atau etika atas karikatur yang
disangkakan itu; padahal karikatur yang sama, karya Stephane Peray (berinisal
Stephff), sebelumnya telah dimuat di sebuah situs berbahasa Arab, Al Quds Al
Arabi (www.alquds.co.uk/?p=187054) pada 30 Juni 2014, yang sejauh ini tidak
terlihat ada gejolak atau kontroversi.
Menjadi
pertanyaan kita, apa pertimbangan The Jakarta Post memuat karikatur tersebut?
Pada tanggal pemuatan karikatur itu, umat Islam sedang menjalankan ibadah
puasa dan eskalasi emosi sosial masyarakat tentang pemilu pilpres sedang
hangat-hangatnya, sementara The Jakarta
Post sendiri mendapatkan ”stigma” pro-Jokowi-JK atau dituduh sebagai
media yang tidak independen. Latar belakang sosio-budaya tersebut juga
menjadi bagian dari pemicu persepsi dan keresahan atau pre-assumption yang emosional beragam atas karikatur tersebut.
Muatan Kritik dan Humor dalam
Karikatur
Karikatur
(political/editorial cartoon)
secara universal dipahami oleh semua kartunis di seluruh dunia sebagai karya
yang harus mengandung kritik dan humor dalam setiap opininya. Opini yang
tampaknya ”paradoks” tersebut dimaksudkan agar karikatur dapat dibedakan dari
gambar yang berisi penghakiman atau propaganda sepihak. Gambar yang
menghakimi secara sepihak tentang benar atau salah, semacam doktrin.
Sedangkan propaganda sepihak, semacam iklan atau poster.
Karikatur
adalah produk yang berbeda. Di dalamnya memuat cerita yang menawarkan ”pesan”
serius tapi santai tentang suatu nilai. Khususnya pesan yang memuat tentang
isyarat dini pada bahaya yang akan datang (early warning system). Dengan teknik penyajiannya yang khas itu,
serius tapi santai, ia juga dapat mengeliminasi agresivitas yang berlebihan.
Kartun opini bertema politik, lebih-lebih, ia perlu menyengat, namun juga
harus menggelitik saraf senyum tawa pembacanya.
Bagaimana
dengan karikatur ISIS Stephane Peray yang dimuat di The Jakarta Post pada 3 Juli 2014? Dalam tataran konsep dan
profesionalitas, Stephff telah bekerja sesuai dengan kaidah seorang
profesional. Salah satu contoh, dia tidak secara eksplisit mencantumkan kata
ISIS dalam gambarnya karena secara intelektual dia tahu siapa pembaca
karikaturnya, yaitu masyarakat melek informasi dan up-to-date. Selain itu, dengan deskripsi simbol dalam bentuk
adegan visual yang mengerucut pada satu terminologi atau makna, pembaca
dilibatkan dalam proses menemukan jawaban sendiri atas pertanyaan-pertanyaan
yang menyelinap dalam hati. Ini sebuah strategi yang lazim dilakukan semua
karikaturis (political cartoonist)
untuk menarik perhatian pembaca.
Bagaimana
dengan substansi yang terkandung dalam karikatur tersebut? Ini yang menjadi
perdebatan ramai. Ada yang menganggap wajar-wajar saja atau pro karena
melihat sisi positif dari pesan yang disampaikan, namun ada pula yang
mempersoalkan sebagai penistaan agama yang sangat serius.
Bagi
yang pro, karikatur itu merupakan kritik dan ejekan terhadap ISIS sebagai
kelompok brutal yang membunuhi sesama muslim. Bukan hinaan atas kalimah
syahadat.
Bagi
yang kontra, yang dimaksud oleh harian The
Jakarta Post pada karikatur tersebut bisa jadi sebenarnya ingin menyindir
sebuah kelompok yang mengatasnamakan Islam, dalam hal ini ISIS; namun karena
simbol yang digunakan oleh ISIS adalah simbol Islam, yaitu kalimat tauhid ”Laa ilaaha illallah”, The Jakarta Post telah ”terjebak” melakukan tindakan
pelecehan terhadap Islam dengan karikatur tersebut, yang kemudian banyak
diprotes masyarakat.
Parodi Bendera ISIS
Mencermati
terjadinya silang sengkarut persepsi atas karikatur tersebut, dapat
disimpulkan telah terjadi kegagalan komunikasi karikatur itu bagi sebagian
pembaca. Pangkal persoalannya pada keputusan yang ditempuh Stephff dalam
memarodikan bendera ISIS yang dipelesetkan dengan memberi gambar tengkorak
manusia secara mencolok di tengah bendera ISIS.
Kartunis
Stephff mungkin telah menjalankan fungsinya sebagai karikaturis yang
berasumsi bahwa masyarakat pembacanya pasti sudah mengenal dan bisa
membedakan seperti apa bendera ISIS yang asli dan bendera ISIS yang sudah dia
parodikan. Hal yang sama mungkin juga asumsi yang ada dalam pertimbangan
Pemimpin Redaksi The Jakarta Post
Meidyatama Suryodiningrat; maka dia meloloskan karikatur itu untuk dimuat
pada edisi hari Kamis, 3 Juli 2014.
Persoalan mungkin akan menjadi sederhana dan selesai andai bendera
hitam itu hanya menampilkan gambar tengkorak putih dan bertulikan kata ISIS,
tetapi karikatur itu hanya akan menjadi ilustrasi saja, dengan meninggalkan
kesan yang seram dan menakutkan. Begitu pula ketika gambar tengkorak itu
dihilangkan, karikatur itu akan berhenti sebagai ilustrasi juga. Pada
akhirnya mungkin kita harus belajar dan bertanya, bagaimana masyarakat
pembaca situs Al Quds Al Arabi dapat merespons karikatur yang sama itu secara
dewasa dan percaya diri. Itu kalau kita mau terbuka dan bersama-sama mawas
diri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar