Diskusi LMI-Kompas “Generasi Kreatif dan Kemandirian Kaum
Muda Indonesia”
Kemandirian
Generasi Kreatif
|
KOMPAS,
24 Desember 2014
KEBARUAN
, terobosan, dan inovasi bermula dari gagasan. Ia terlebih dahulu hadir lewat pikiran,
terwujud pada tindakan. Seperti halnya sekelompok pemuda berusia dua puluhan
yang berbeda suku bangsa berkongres dan menggagas ke-Indonesia-an di Batavia
pada tahun 1928. Mereka terbata-bata menggunakan bahasa Melayu sebab lebih
fasih berbahasa Belanda. Butuh perjalanan kapal berhari-hari untuk kembali ke
kampung halaman masing-masing. Namun, yang mereka gagas pada hari itu mewujud
puluhan tahun kemudian. Semangat negara kesatuan yang ada sekarang ini besar dipengaruhi
ikrar para pemuda tersebut. Imajinasi mereka meletakkan dasar untuk identitas
nasional.
Dalam
satu dasawarsa terakhir, dunia ide tumbuh menjadi sektor ekonomi sendiri.
Biasa disebut ekonomi atau industri kreatif. Ekonomi kreatif merupakan suatu
konsep yang menggambarkan keterhubungan antara aspek kreatif dan potensi
pertumbuhan ekonomi. Di dalamnya ada bakat, keterampilan, penciptaan lapangan
kerja, kekayaan intelektual, produksi dan konsumsi produk budaya, turisme,
serta teknologi. Pemahaman sederhana kreativitas adalah menciptakan kebaruan.
Mencari
kebaruan, energik, berani berspekulasi, dan menerobos batasan-batasan
merupakan atribut diri yang khas ada pada kaum muda. Mereka pun lebih cepat
beradaptasi dengan teknologi. Tak pelak jika sektor kreatif banyak diisi
bakat-bakat muda. Semakin banyak dari mereka yang mendunia. Hasil karya
animator Indonesia hadir di beberapa film box office internasional dan games.
Karya para desainer busana Indonesia juga diakui oleh konsumen luar negeri.
Produk busana dan tas mereka kini
disandang oleh sosialita dunia.
Akankah
ekonomi kreatif memperbesar kesenjangan mengingat mereka yang lebih kaya dan
terdidik relatif lebih punya akses untuk maju? Pertanyaan utama yang muncul
kemudian dalam diskusi ini adalah bagaimana agar ekonomi kreatif, terutama
pelaku, dapat berkembang lebih terencana dan sistematis.
Suasana egaliter
Secara
struktural, mereka yang kaya dapat memilih pendidikan yang baik dan lebih
mudah mendapat akses ke dalam sistem ekonomi. Akses pada sektor ekonomi
kreatif relatif lebih terbuka bagi
semua orang. Kreativitas dapat muncul dengan unik pada diri setiap individu.
Mereka yang hidup dengan keterbatasan sumber daya sering kali didorong untuk
menggunakan daya imajinasi yang lebih.
Adapun
hidup yang mengandalkan materi berpotensi membatasi imajinasi karena terbiasa
dengan hal konkret yang selalu ada. Anak muda di Salatiga yang hanya lulusan
SMK dapat proyek desain dari perusahaan rekayasa kelas dunia General
Electric. Anak muda di Yogyakarta mengerjakan desain untuk perusahaan
permainan terkemuka milik Gameloft.
Mereka
yang mengandalkan pasar domestik lebih banyak lagi. Kuliner, misalnya, dengan
menambahkan bumbu atau mengubah cara pengolahan muncul produk makanan yang baru. Juga
produk pernak-pernik yang diproduksi secara rumahan. Adalah teknologi
komunikasi yang memfasilitasi semuanya itu. Akses akan pasar (transaksi
penawaran-permintaan) terjadi dalam jaringan (online).
Selain
kesetaraan akses, dalam dunia kreatif, uang bukan lagi modal utama untuk
mengakses pasar. Perbedaan hanya ada di level daya kreasi. Banyak dari mereka
tak perlu modal usaha awal untuk membuat perusahaan dan pemasaran. Mereka
yang hidup di dunia perancangan (desain), misalnya, mendapat pekerjaan dari
mana saja lewat internet. Kemudian mereka membuka lapangan kerja karena
membutuhkan tenaga tambahan guna menyelesaikan sejumlah proyek yang digarap
atau untuk memproduksi dan mengemas pesanan barang yang terus bertambah.
Menurut catatan pemerintah, dalam kurun waktu tahun 2002-2006, sektor ekonomi
kreatif menyerap 5,4 juta orang (5,8 persen dari total tenaga kerja di
Indonesia).
Ruang untuk berkembang
Kisah
ekonomi kreatif di Indonesia adalah kisah inisiatif individu-individu dan
terlihat sporadis. Yudi Latif menjelaskan bahwa kreativitas memerlukan bidang
pendukung (field) yang akan
menyokong dan menyaring produk kreatif yang dianggap ”layak”. Ia merupakan
kurasi dari jejaring orang dan institusi. Kreativitas membutuhkan ruang untuk
berkembang. Inisiatif individu di Indonesia tidak hanya dalam kreasinya,
tetapi juga dalam menciptakan ekosistem agar kreativitas terus berkembang.
Kultur
kolektif di masyarakat kita secara mudah turut membangun beberapa komunitas
di dunia kreatif. Komunitas yang kemudian mendorong suasana kreatif terserap
naik ke level yang lebih besar. Bandung adalah salah satu kota yang
menginisiasi sebagai ruang tinggal bagi kreativitas. Festival busana di jalan
kota Jember adalah hasil inisiatif satu orang sehingga kemudian melibatkan
banyak warga lain. Sekarang semakin banyak kota/kabupaten di Indonesia yang
mengadakan festival sejenis sesuai dengan keunikan daerah itu.
Festival-festival
ini menjadi ruang pengakuan akan kreativitas dan produk-produk yang
diciptakannya. Pengakuan dan keterbukaan kota akan inovasi secara otomatis
memberi ruang bagi individu-individu kreatif untuk terus berkembang. Resensi
dan kurasi dari media sosial dan media massa merupakan jejaring yang memberi
pengakuan pada suatu produk kreatif.
Tidak
semua sektor ekonomi kreatif terbuka untuk berkembang. Sektor kreatif yang
memiliki komunitas cenderung bertumbuh karena di sana terdapat transfer
pengetahuan di antara sesama anggota kelompok. Riset dan pengembangan
termasuk juga dalam sektor kreatif. Sayangnya, dalam diskusi terungkap bahwa
sejumlah hasil riset instansi pemerintah yang sedianya dapat dimanfaatkan
untuk inovasi di bidang agroindustri, misalnya, sukar diakses warga biasa.
Meskipun
tingkat pendidikan relatif tidak berpengaruh pada kreativitas, kungkungan
metode pendidikan yang salah dipastikan akan mematikan daya kreatif anak.
Menurut Rhenald Kasali, kurikulum yang tidak menstimulus aspek nonkognitif
(empati, penalaran, regulasi diri, inisiatif, kreatif, dan adaptasi)
memperbesar peluang menciptakan manusia mekanis dan tidak produktif.
Dampak positif
Secara
psikologis, pengakuan akan suatu hasil kreasi memberi dampak positif terhadap
citra diri. Nilai uang yang kemudian menyertainya menjadi insentif tersendiri
bagi individu untuk tetap produktif. Produktivitas membuat manusia sehat dan
positif. Bagi Haidar, sebagai pengusaha yang terlibat dalam pertumbuhan
ekonomi kreatif Muslim, kondisi tersebut
dipandang penting karena dapat meminimalkan radikalisme di Indonesia.
Mereka yang produktif mendapatkan makna hidupnya dan berpaling dari hal-hal
destruktif.
Pada
level yang lain, ekonomi kreatif memberi dampak yang penting bagi proses
berbangsa: ia mengukuhkan identitas nasional. Pengakuan hasil karya anak
bangsa Indonesia oleh dunia luar
memberi rasa bangga bagi rakyat Indonesia lainnya. Layaknya medali di bidang olahraga meskipun pencapaiannya
diraih lewat kerja keras individu, tetap ia membangkitkan rasa nasionalisme.
Semakin
tinggi rasa kebanggaan sebagai orang Indonesia, semakin rakyat dijauhkan dari
sikap primordialisme. Semangat Sumpah Pemuda direplikasi dalam cara yang
berbeda.
Tanpa
campur tangan pemerintah, tumbuh generasi baru yang menerobos cara-cara lama.
Mereka mengolah daya pikirnya dan menjangkau dunia di luarnya lewat
teknologi. Dampak positifnya sudah terasa, tetapi potensinya belum maksimal.
Meskipun demikian, peran pemerintah tetap diperlukan. Bukan untuk menerapkan
cetak biru yang kaku, tetapi mengangkat hambatan serta membuka ruang yang
lebih luas bagi kreativitas. Seperti kaum muda 1928, dengan imajinasi yang
melampaui kondisi aktual, sesuatu yang besar mungkin terjadi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar