Minggu, 06 Juni 2021

 

Kisah Petani Kata

Linda Christanty ; Sastrawan dan Pegiat Budaya

KOMPAS, 06 Juni 2021

 

 

                                                           

Musim panas ketika itu. Adania Shibli berencana mencuri buku. Ia mengemudi mobil tuanya sekitar satu jam dari Ramallah ke Jerusalem. Berbekal kartu mahasiswa dari Universitas Ibrani, ia dapat mengakses koleksi di Perpustakaan Nasional Israel.

 

Sasaran rencananya adalah buku bertanda ”milik yang ditinggalkan” atau milik Khalil Al-Sakakini atau yang mencantumkan nama ini. Al-Sakakini adalah penyair dan pemikir terkemuka Palestina, yang berpengaruh di dunia Arab pada pertengahan abad ke-20.

 

Peristiwa tersebut sudah lama berlalu. Adania, pengagum Al-Sakakini, sekarang penulis sejumlah novel yang meraih penghargaan sastra dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris, seperti Kulluna Ba’id bethat al Miqdar aan el-Hub atau We Are All Equally Far from Love (2012) dan Tafsil Thanawi atau Minor Detail (2017).

 

Sebelum negara Israel berdiri pada 14 Mei 1948, Al-Sakakini tinggal di Qatamon, kampung di sebelah barat Jerusalem. Ia lahir dalam keluarga Arab-Kristen dan mengenal sastra pertama kali ketika belajar di Sion English College. Rumahnya tempat bertemu kalangan cendekia. Perpustakaannya menyimpan ribuan buku. Ketika milisi Zionis, gerakan nasional Yahudi, menyerang Qatamon, Al-Sakakini terpaksa mengungsi, sebagaimana orang Palestina lain. Ia meninggalkan Jerusalem menuju Kairo, Mesir, pada 30 April 1948.

 

Sekitar 30.000 buku dirampas dari perpustakaan pribadi di rumah-rumah orang Palestina, menurut catatan petugas Perpustakaan Nasional Yahudi (kini Perpustakaan Nasional Israel). Tidak terkecuali milik Al-Sakakini. Operasi perampasan melibatkan milisi Zionis bersenjata.

 

Adania mengisahkan sebagian riwayat Al-Sakakini dalam makalahnya, ”Absennya Kata-Kata” untuk diskusi di Jakarta International Literary Festival (JILF) dua tahun silam. Selain menulis, ia mengajar paruh waktu di Fakultas Filsafat dan Kajian Budaya, Universitas Birzeit, Palestina.

 

Sejarah Universitas Birzeit juga menarik. Berawal dari sekolah perempuan yang digagas Nabiha Nasir pada 1924, kebutuhan komunitas membuatnya berkembang menjadi sekolah umum hingga berubah menjadi Birzeit College pada 1942.

 

Saya mengetahui peran Nabiha dan sekolahnya melalui artikel pengantar ”The Palestine Situation” di jurnal The Royal Central Asian Society, yang terbit pada 1936. Sebuah komite Arab-Muslim dan Kristen mengelola sekolah tersebut. Para murid berasal dari seluruh Palestina dan Transjordania, beragama Islam, Kristen Ortodoks, Katolik, dan Anglikan.

 

Ketegangan yang berlangsung di Palestina akibat peraturan pemerintah kolonial Inggris pun tersurat dalam artikel itu:

 

”Kebijakan pemerintah saat ini, dengan mengizinkan imigrasi Yahudi yang hampir tak terbatas, harus mempertimbangkan faktor psikologis ketakutan; dan ketakutan melahirkan kebencian lebih pasti dibandingkan perbedaan pendapat dan keyakinan. Tidak dapat terlalu ditekankan bahwa serangan baru-baru ini di Palestina bukanlah anti-Yahudi, melainkan ditujukan terhadap kebijakan Zionis….”

 

Kolonialis mendukung Zionis. Kebencian terhadap ras tertentu menguat karena ketidakadilan yang dipraktikkan penguasa.

 

Pidatonya, ”Saya Tidak Bercakap Bahasa Saya”, di malam pembukaan JILF, mengungkap alasan Adania memilih berbicara dalam bahasa Inggris dan berpura-pura bukan orang Arab, bahkan ketika antre di kantor pos. Ia khawatir paketnya terlambat sampai jika pegawai pos mengetahui ia orang Palestina.

 

”Sekian dasawarsa kolonisasi Zionis dan pendudukan militer Israel telah menjadikan berbicara bahasa Arab sebuah pengalaman yang membahayakan …. Begitu seorang Palestina berbahasa Arab di dekat seorang Israel, dan dengan demikian menguak identitasnya, ia boleh saja khawatir menjadi sasaran diskriminasi, atau serangan verbal dan kadang fisik,” katanya.

 

Pada 19 Juli 2018, Pemerintah Israel mengesahkan Undang-Undang Kebangsaan. Undang-undang ini, antara lain, menghilangkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di Israel/Palestina di samping bahasa Ibrani.

 

Seorang Shibli lain, Ahlam Shibli, merekam situasi orang Palestina di wilayah pendudukan Israel melalui foto-foto. Tidak ada tubuh berlumur darah atau wajah dimutilasi. Terlihat rumah, lanskap, perempuan menatap kejauhan .… Namun, kisah di balik foto-foto ”tenang” itu mengurai sejarah panjang pendudukan. Kepada Joanna Mytkowska yang mewawancarainya untuk The Anxious, katalog pameran bersamanya dengan empat seniman lain di Paris pada 2008, Ahlam berkata, ”Ketika kampung Yahudi di sebelah kampung saya mulai berkembang, negara Yahudi memberikan wilayah milik kampung Palestina ini kepada permukiman Yahudi.”

 

Para pengungsi Palestina otomatis kehilangan hak atas tanah. Bukan hanya surat tanah yang tidak berlaku lagi, kampung mereka pun hilang dalam peta resmi Israel, telah berubah nama. Menurut Ahlam, tindakan negara Israel dirancang untuk menghapus hak kepemilikan dan hak memori orang Palestina. Dulu kampungnya bernama Arab Al-Sbaih, lalu berubah menjadi Arab Al-Shibli.

 

Sepuluh tahun lalu, pada 18 Februari 2011, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi untuk Palestina yang isinya memerintahkan Israel menghentikan pembangunan permukiman di Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Dewan Keamanan menyatakan tindakan Israel adalah bentuk pendudukan yang tidak sah terhadap wilayah Palestina. Empat belas anggota Dewan Keamanan dan 130 negara anggota PBB mendukung resolusi tersebut, tetapi diveto Amerika Serikat.

 

Pada 1967 negara Israel mencaplok Jalur Gaza, Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Sampai hari ini tiga wilayah itu masih dikuasai Israel.

 

Adania menyebut dirinya ”petani kata-kata”, yang telah disabotase, ”Sama seperti tanah-tanah dirampas, pasokan air diputus, tanaman-tanaman disemprot herbisida, dan hasil-hasil panen dirusak; perpustakaan-perpustakaan dijarah, buku-buku dirampas, dan kata-kata dihapus atau diganti dengan kata-kata lain.”

 

Apakah ia jadi mencuri buku? Tampaknya urung. Mencuri buku dapat menghalangi proses penindasan bangsanya, tetapi juga membuatnya berperilaku seperti para agresor. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar