Haluan
Maritim untuk RPJPN 2025-2045 Agung Dhamar Syakti ; Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Ketua Umum Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia |
KOMPAS, 10 Juni 2021
Dalam kerangka menyiapkan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional kedua 2025-2045 menuju Indonesia
Emas 2045, tahun ini Kebijakan Kelautan Indonesia jilid II sedang dipersiapkan guna mengawal
Indonesia menjadi poros maritim dunia. Kemenko Kemaritiman dan Investasi
bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya tengah menyiapkan peta jalan
jangka panjang yang diberi tajuk Haluan Maritim Nasional. Agar aksentuasi haluan
maritim dapat menjadi lebih tajam, kita dituntut dapat mengidentifikasi
beberapa isu strategis dan potensi yang kita miliki sebagai dasar dalam
menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) di mana sektor kelautan dan
kemaritiman harus menjadi roh dalam perencanaan pembangunan kita. Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SGDs) menjadi bagian penting yang menggiring arah kebijakan
pembangunan di Indonesia. Sebagaimana kita pahami Indonesia telah ikut
mengesahkan Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan di markas PBB pada
2015. Dalam rencana aksi global
ini, semua negara berkewajiban mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan,
dan melindungi lingkungan yang dicanangkan berupa 17 tujuan global dan
meliputi 169 target. Di tingkat kawasan, perubahan geopolitik dan perebutan
hegemoni para negara adikuasa dan sekutunya di Laut Natuna Utara makin tidak
pasti terkait krisis politik dan keamanan, terutama bagi negara-negara di
Asia Tenggara dan Asia Pasifik, sehingga perlu memperkuat penegakan hukum
atau pun bahkan konstitusi maritim internasional. Isu
faktual nasional Di era antroposen,
berbagai masalah lingkungan hidup tak pernah terlepas dari aktivitas manusia.
Hal tersebut meliputi pencemaran, pengelolaan, pelestarian, dan pemberdayaan
masyarakat. Dengan makin meningkatnya populasi dunia yang tidak seiring
dengan laju produktivitas sumber dayanya akan mencetuskan permasalahan
malthusian, yaitu krisis pangan dan energi. Peran haluan maritim
adalah menggeser dan mengkanalisasi orientasi kemanfaatan sumberdaya daerah
lautan sebagai alternatif eksplorasi, pemanfaatan, dan okupasi sumber daya
baru yang belum tersentuh. Kita juga perlu fokus pemecahan agar tanggap
terhadap masalah lingkungan hidup serta bencana alam. Bencana dapat terjadi
akibat perubahan tata lingkungan yang tidak tepat karena aktivitas eksplorasi
dan eksploitasi oleh manusia. Saat ini bencana nasional
Covid-19 telah menyita banyak energi dan biaya bahkan jiwa. Untuk itu,
Indonesia perlu memiliki peta potensi bencana, baik itu secara klimatik,
vulkanik, geologi tektonik, dan bahkan prediksi epidemi sehingga kita dapat
mengembangkan sistem peringatan dini bencana (disaster early warning system). Perubahan iklim dipastikan
memberikan dampak merentankan lingkungan.
Kejadian kebencanaan makin meningkat frekuensi dan magnitudonya
sehingga memerlukan tindakan tata kelola dan mitigasi yang tepat,
berkelanjutan, dan berkeadilan. Sebagai contoh,
berdasarkan pada asumsi model perubahan iklim global (IPCC 4th), perlu
diperhatikan kenaikan permukaan air laut yang dapat mempercepat pencairan es
di kutub. Kondisi ini berisiko menenggelamkan pulau-pulau kecil, menimbulkan
gangguan pelabuhan-dermaga, dan perubahan garis pantai, dan rob yang
mengancam permukiman dan infrastruktur di pesisir perdesaan dan perkotaan. Aspek lain pada Era
Revolusi Industri 4.0. yang penuh ketidakpastian (Volatility, Uncertainty,
Complexity and Ambiguity), Indonesia harus mampu menjadi Chief Information
Officer (CIO) melalui pemanfaatan perangkat cerdas dan digerakkan dengan
upaya sistematis penggunaan kecerdeasan buatan (Artificial Intelligence/AI), yaitu
Internet of Things (IoT), Machine Learning (ML), dan big data. Bidang
kelautan dan kemaritiman yang semakin bersifat data-driven, tentunya
pemanfaatan AI dan ML makin penting, dan diterapkan serta akan terus
dikembangkan di masa-masa mendatang. Kita tidak boleh lupa tentang pekerjaan
rumah kita terkait Pusat Data Kelautan Nasional (National Ocean Data Center)
yang belum diselesaikan. Potensi
sumber daya nonhayati Perlu perhatian dalam
perkembangan teknologi terkini terkait konversi air laut menjadi air tawar.
Ini dapat dilakukan dengan mendorong perguruan tinggi dan badan litbang di
kementerian teknis meneliti dan mengembangkan teknologi desalinasi seperti
reversed osmosis sehingga pengadaan infrastruktur penyedia air bersih dan
layak minum harus menjadi prioritas terutama untuk kebutuhan daerah pesisir
dan pulau-pulau kecil. Masalah energi juga harus
menjadi perhatian terutama energi baru terbarukan berbasis potensi kelautan
dan kemaritiman. Lagi-lagi kita perlu peta potensi pengembangan energi terbarukan
sebagai sumber listrik yang bersumber dari energi laut, meliputi gelombang
laut, pasang-surut, arus, konversi energi termal lautan (ocean thermal energy
conversion/OTEC), pulau kecil dan lokasi pulau buatan, atau bahkan pulau
apung (floating island) sebagai ladang energi bayu dan surya. Haluan maritim harus
memastikan peran kementerian teknis terkait bahwa jalur pelayaran dan
logistik perdagangan maritim di Nusantara, seperti Arus Lintas Kepulauan
Indonesia (ALKI I, II, III) dan jalur padat lain Selat Malaka-Karimata-Selat
Sunda dikelola dengan profesional, inklusif namun tetap mengedepankan
kedaulatan (sovereignty) yang secara keberlanjutan dalam bisnisnya dapat
mencapai kesejahteraan masyarakat. Jasa lingkungan labuh jangkar dan
pengelolaan pariwisata bahari yang berkelanjutan dan berkeadilan termasuk
potensi destinasi baru berbasis kapal pesiar dan yacht juga menjadi bagian
yang harus menjadi fokus rancangan teknokratik haluan maritim. Potensi
sumber daya hayati Indonesia adalah pusat
mega biodiversitas biota lautan dunia. Selain itu juga dianugerahi keragaman
ekosistem dan habitat mulai dari pesisir, pantai, perairan dangkal, laut
dalam hingga dasar palung terdalam. Belum lagi perluasan lautan pada zona
ekonomi eksklusif (ZEE). Haluan maritim harus
mengamanahkan perjuangan perluasan landas kontinen sejauh 350 mil laut
melalui kegiatan-kegiatan riset dan ekplorasi, ekploitasi, serta patroli
laut. Dengan segala potensinya, hal tersebut menjadi sumber penyediaan hasil
perikanan, di mana kita harus menjadi sustainable fisheries state (pemilik
sumber daya, penghasil, pengolah dan sekaligus pemanfaat). Selain itu, inventarisasi
dan inisiasi pembentukan bank data keragaman jenis dan genetika serta
mendorong kepada perkembangan bioteknologi terkini dalam era genom dan
pengeditan gen (gene-editing) untuk meningkatkan potensi dan diversifikasi
pemanfaatan sumberdaya hayati. Karena itu, sudah saatnya sarjana-sarjana
biologi kelautan di Indonesia memiliki standar kompetensi bio-molekuler dan
bio-informatika dalam sistem hayati kelautan. Terakhir, peran manusia
Indonesia yang paling krusial, dalam haluan maritim harus ada upaya afirmasi
dan sistematis tentang bagaimana meningkatkan literasi dan budaya maritim
melalui pemuatan dan penguatan kurikulum literasi laut (ocean literacy) di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, menghidupkan dan menyemarakkan
panggung-panggung kebudayaan dengan tema kemaritiman, serta mengaktualisasi
dalam kehidupan sehari hari dalam pemikiran, ucapan dan tindakan. Seperti
dalam pasal satu Gurindam Dua Belas gubahan Raja Ali Haji (1847). ”Barang siapa mengenal
diri, karenanya telah mengenal hendak Tuhan yang Bahari.” ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar