Rabu, 12 Mei 2021

 

”White List” Pelayaran Internasional Indonesia

Budi Karya Sumadi ;  Menteri Perhubungan RI

KOMPAS, 12 Mei 2021

 

 

                                                           

Sejalan dengan visi maritim Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia poros maritim dunia, ada pembenahan di industri pelayaran nasional.

 

Pembenahan antara lain pada aspek keselamatan dan keamanan pelayaran, serta peningkatan ekosistem logistik nasional.  Melalui penantian cukup panjang, sejak Indonesia menjadi anggota Tokyo MOU (Nota Kesepahaman Tokyo) terkait Port State Control (PSC) 1993, akhirnya ada kabar menggembirakan bagi kapal niaga internasional Indonesia .

 

Tahun ini kita meraih status White List sesuai laporan Tokyo MOU 2020. Tahun lalu Indonesia masih Grey List, dan antara 1993-2019 Black List.

 

Ini berarti kapal-kapal berbendera merah putih yang terdaftar di luar negeri diakui sebagai kapal-kapal berisiko rendah dan standar karena telah memenuhi persyaratan regulasi internasional keselamatan dan keamanan pelayaran. Termasuk kondisi kerja awak kapal.

 

Implikasinya, kapal-kapal niaga berbendera merah putih yang beroperasi secara internasional akan memperoleh kepercayaan mengangkut barang-barang ke luar negeri (ekspor) dan sebaliknya (impor).

 

Prestasi ini hasil dari upaya tiga tahun terakhir melalui  sinergi   Kementerian Perhubungan, Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan Indonesian National Shipowners Association (INSA). Tahun 2018 Kemenhub telah menugaskan BKI sebagai pelaksana survei dan sertifikasi statutoria kapal berbendera Indonesia untuk memastikan kapal-kapal  itu telah memenuhi ketentuan konvensi Organisasi Maritim Internasional (IMO).

 

Tahun 2020 telah dibangun sistem Help Desk PSC yang berfungsi sebagai desk bersama untuk mempercepat koordinasi antarkementerian/lembaga terkait, serta respons/penanganan jika terdapat kasus kapal berbendera Indonesia didetensi di luar negeri. Dengan aplikasi ini, semua pihak terkait dapat  memantau secara real time kapal-kapal berbendera Indonesia yang sedang beroperasi di luar negeri.

 

Dalam rangka kerja sama Asia Pasifik, 2020 diadakan pertukaran inspektur PSC (PSC officers) dari Indonesia ke Selandia Baru. Sebaliknya,  terdapat pertukaran PSC officer dari Korea Selatan dan Selandia Baru ke Indonesia.

 

"Port State Control"

 

Keselamatan dan keamanan pelayaran internasional menjadi concern utama  IMO, terutama anggota ‘Tokyo MOU’ yang terkait PSC di Asia-Pasifik yang melibatkan para inspektur PSC. Tokyo MoU adalah organisasi PSC yang terdiri dari negara-negara anggota di Asia Pasifik. Organisasi ini bertujuan mengurangi pengoperasian kapal di bawah standar internasional melalui kerja sama negara anggota.

 

PSC adalah inspeksi kapal-kapal yang akan berlayar ke luar negeri di pelabuhan nasional untuk memverifikasi bahwa kondisi kapal dan peralatannya telah memenuhi persyaratan regulasi internasional dan bahwa kapal diawaki dan dioperasikan sesuai dengan aturan-aturan tersebut.

 

Inspeksi ini memeriksa kepatuhan kapal terhadap persyaratan konvensi internasional, seperti Load Lines, SOLAS, MARPOL, STCW, dan MLC. PSC juga merupakan ‘rezim’ inspeksi  untuk memeriksa kapal, terutama kapal asing yang terdaftar di pelabuhan selain negara asal atau kapal berbendera ‘kemudahan’ (Flag of Convenience).

 

Tokyo MOU, salah satu dari sembilan MoU regional PSC adalah organisasi yang mengadopsi resolusi A.682(17) tentang kerja sama regional dalam pengawasan kapal. Kerja sama regional dalam inspeksi kapal diperlukan untuk alasan efisiensi.

 

Sebab, kapal yang mengunjungi satu pelabuhan di sebuah negara umumnya juga mengunjungi negara-negara lain dalam lingkup regional itu, sehingga lebih efisien jika inspeksi bisa dikoordinasikan dengan baik untuk fokus pada kapal di bawah standar dan menghindari inspeksi ganda.

 

Kerja sama regional ini untuk memastikan sebanyak mungkin kapal diinspeksi, sekaligus mencegah kapal tertunda oleh inspeksi yang tak perlu. Tanggung jawab primer atas kapal standar berada pada negara bendera, PSC menyediakan jaring pengaman untuk menangani kapal di bawah standar.

 

Pandemi Covid-19

 

Situasi pandemi berdampak signifikan pada aktivitas Tokyo MOU di berbagai aspek. Restriksi ketat terhadap interaksi kapal di pantai dan penguncian wilayah berskala besar dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19, mengakibatkan penurunan signifikan jumlah inspeksi dari 31.589 (2018), ke 31.372 (2019), dan 19.415 (2020).

 

Sebanyak 34.924 temuan/defisiensi (kekuranglengkapan) tercatat selama 2020. Defisiensi ini contohnya kebocoran pipa pembuangan air limbah, jangkar berkarat, kurangnya alat pemadam kebakaran, bahan pangan awak kapal kurang layak, dan lainnya.  Aspek-aspek langkah keselamatan bahaya kebakaran, alat penyelamatan, dan keselamatan navigasi masih jadi tiga kategori teratas defisiensi yang didapati di kapal.

 

Pada 2020, tercatat 5.902 defisiensi terkait langkah keselamatan bahaya kebakaran, 4.177 defisiensi terkait peralatan penyelamatan, dan 3.681 keselamatan navigasi, nyaris 40 persen dari keseluruhan jumlah defisiensi yang tercatat.

 

Meski jumlah defisiensi menurun 50 persen lebih dibanding 2019, proporsi defisiensi terkait kondisi kerja atau ketenagakerjaan naik dari 10 persen (2019) menjadi 15 persen (2020) sebagai konsekuensi isu-isu cuti pelaut dan repatriasi akibat pandemik. Dari 19.415 inspeksi, sebanyak 7.988 (41,14 persen) termasuk berisiko standar, 4.723 (24,33 persen) berisiko rendah, dan 6.667  (34,34 persen) berisiko tinggi.

 

Jenis-jenis kapal yang diinspeksi didominasi kapal curah (bulk carrier), yakni 42,49 persen. Lainnya, kapal roro/kontainer (18,66 persen), kapal ‘dry cargo’ (17,54 persen), dan tanker kimia (8,45 persen), serta jenis-jenis kapal lainnya.

 

Khusus untuk inspeksi kapal berbendera Indonesia, jumlah inspeksi per ship risk profile 2020 mencapai 1.949,  dengan 607 berisiko tinggi,  784  berisiko  standar, dan 554 berisiko rendah, dan empat tak diketahui.

 

Sementara selama tiga tahun, 2018-2020, jumlah kapal yang diinspeksi mencapai 716 dengan jumlah detensi sebanyak 34.  Sebelumnya, periode 2017-2019, jumlah kapal yang diinspeksi sama, yakni 761, tetapi dengan jumlah detensi 45, yang berada di bawah limit dari Black List ke Grey List (65), tetapi di atas limit dari Grey List ke White List (41).

 

Penilaian kinerja bendera kapal oleh Tokyo MoU PSC Committee dilakukan dengan metode perhitungan  kalkulus binomial  yang diakumulasi selama periode tiga tahun. Tugas kita selanjutnya, bukan sekadar mempertahankan status White List, tetapi  meningkatkan performa kapal-kapal berbendera Indonesia, dengan terus memperkecil defisiensi dan detensi.

 

Para pemilik kapal diharapkan melakukan self assessment secara berkala terhadap kapalnya sendiri sebelum diperiksa oleh inspektur PSC dan sebelum beroperasi di luar negeri, terutama menyangkut kepatuhan terhadap konvensi internasional tentang keselamatan dan keamanan pelayaran.

 

Peningkatan performa kapal berbendera Indonesia merupakan lompatan yang akan mendukung peningkatan kinerja logistik nasional dan ekspor, sehingga  dapat berkontribusi pada upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar