Kesejahteraan
Buruh di Tengah Pandemi Mardha TS ; Statistisi di Badan
Pusat Statistik |
KOMPAS, 3 Mei 2021
Hari Buruh Internasional tahun ini, seperti
juga 2020, masih diselimuti pandemi Covid-19. Setahun terakhir merupakan
salah satu masa yang berat bagi para pekerja. Pembatasan mobilitas dan
aktivitas akibat pandemi menyebabkan banyak bisnis tutup dan sebagian pekerja
kehilangan sumber mata pencarian utamanya. Menurut catatan Badan Pusat Statistik,
Covid-19 memberikan dampak terhadap 14,28 persen penduduk usia kerja, atau
29,12 juta jiwa dari total populasi 203,97 juta jiwa. Angka ini terdiri dari
2,56 juta jiwa yang menganggur, 0,76 juta jiwa bukan angkatan kerja (BAK),
1,77 juta jiwa yang sementara tak bekerja, dan 24,03 juta jiwa yang mengalami
pengurangan jam kerja. Semua akibat pandemi. Tak heran, tingkat pengangguran terbuka di
Indonesia meningkat dari 5,23 persen (Agustus 2019) menjadi 7,07 persen
(Agustus 2020). Selain meningkatnya jumlah penganggur, struktur lapangan
pekerjaan juga berubah. Di antara berbagai sektor yang mengalami stagnasi
atau bahkan terkontraksi, jumlah pekerja di sektor pertanian dan perdagangan
mengalami pertumbuhan positif. Proporsi pekerja di pertanian naik 2,23
persen. Ini wajar karena pertanian umumnya bersifat
informal dan tak memerlukan kualifikasi pekerja yang terlalu tinggi sehingga
akomodatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Perubahan struktur pekerjaan juga terlihat
berdasarkan status pekerjaan. Perubahan paling signifikan terjadi pada
proporsi buruh/karyawan/pegawai yang turun 4,28 persen. Disinyalir mereka
beralih ke pekerjaan informal (berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tak
tetap, pekerja tak dibayar, dan pekerja bebas) yang total mengalami
peningkatan proporsi pekerja 4,6 persen. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Itulah nasib
sebagian buruh di tengah pandemi. Berbagai lapangan usaha yang terpukul
pandemi terpaksa memotong upah pekerja. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja
Nasional per Agustus 2020, BPS merilis bahwa rata-rata upah buruh turun 5,20
persen menjadi Rp 2,76 juta per bulan. Agustus 2019, rata-rata upah buruh Rp
2,91 juta. Provinsi dengan penurunan upah buruh
tertinggi adalah Bali sebesar 17,91 persen, disusul Bangka Belitung 16,98
persen dan NTB 8,95 persen. Provinsi besar, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur, upah turun 7,48 persen, 4,77 persen, dan 3,87 persen. Fenomena perubahan upah juga bervariasi
berdasarkan lapangan usaha. Tingkat okupansi hotel dan restoran menurun, dan
berujung pada sejumlah langkah efisiensi, seperti upaya merumahkan pegawai,
pemotongan upah, atau bahkan pemutusan hubungan kerja. Tak heran, upah di
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sangat terdampak pandemi, turun
17,28 persen. Pada 2021, menyusul kontraksi ekonomi 2,07
persen dan pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja, Kementerian
Ketenagakerjaan memutuskan tak ada kenaikan upah minimum. Pemerintah berusaha
menciptakan iklim investasi yang menarik bagi investor, yang diharapkan
membawa efek domino penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Namun, branding tenaga kerja murah tak
seharusnya dijadikan daya tarik. Selain berpotensi mengabaikan kesejahteraan
pekerja, pasar tenaga kerja yang melimpah tanpa dibarengi keterampilan
mumpuni hanya akan menghasilkan produktivitas rendah dan tidak menarik bagi
investor. Peran
pemerintah Dalam kegiatan perekonomian yang melibatkan
pengusaha dan pekerjanya, kerap kali terjadi konflik karena perbedaan
kepentingan. Pekerja menginginkan upah dinaikkan, sementara pengusaha
berharap upah tak naik atau tetap. Masing-masing dengan argumentasi
tersendiri. Terlebih setelah terbitnya Permenaker No
2/2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu
dalam Masa Pandemi Covid-19 yang memungkinkan sebagian perusahaan melakukan
penyesuaian upah. Penyesuaian harus dilakukan berdasarkan kesepakatan
pengusaha dan pekerja, tetapi proses negosiasi tak mudah. Di sini peran pemerintah sebagai mediator
untuk menjamin timbulnya keadilan serta kepastian hukum bagi kedua pihak.
Kesejahteraan buruh berkontribusi dalam mendorong pemulihan ekonomi Indonesia
di tengah pandemi. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar