Minggu, 17 Juli 2022

 

Politisasi Kebangkrutan Sri Lanka

Editorial :  Administrator Media Indonesia

MEDIA INDONESIA, 15 Juli 2022

 

                                                

 

KEBANGKRUTAN Sri Lanka beberapa waktu belakangan ini menimbulkan perdebatan hangat di publik. Sebagian menilai kegagalan negara seperti yang terjadi di negeri yang baru saja ditinggal kabur kepala negaranya tersebut bisa pula menimpa Indonesia.

 

Di lain pihak, lebih banyak lagi yang meyakini ketahanan Indonesia jauh lebih kuat ketimbang Sri Lanka. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis dengan data perekonomian hasil survei Bloomberg bahwa risiko resesi ekonomi yang dialami Indonesia saat ini hanya sebesar 3%.

 

Para ekonom hampir semuanya kompak mendukung pendapat itu. Mereka memaparkan indikator-indikator yang menunjukkan relatif kukuhnya fundamen perekonomian nasional.

 

Kondisi Sri Lanka lebih tepat disamakan dengan saat Indonesia mengalami resesi 1998. Ketika itu, inflasi melonjak hingga di atas 70%, korupsi merejalela, dan kepemimpinan negara kehilangan kepercayaan.

 

Meski begitu, bukan berarti keadaan Indonesia aman dari ancaman resesi. Malah bukan Indonesia saja, seluruh dunia pun kini dibayangi krisis. Perekonomian global memang sedang tidak baik-baik saja.

 

Perang antara Rusia dan Ukraina menjadi penyebab utama serta memperparah tekanan yang ditimbulkan oleh pandemi covid-19 selama dua tahun terakhir. Dunia juga belum terlepas dari pandemi kendati cengkeraman covid-19 sudah jauh melemah.

 

Masyarakat di Tanah Air mulai merasakan kenaikan harga bahan-bahan pokok. Harga sejumlah bahan kebutuhan malah ajek terus naik dan tidak kunjung kembali ke normal meski telah melewati tiga hajatan pengerek inflasi. Mulai dari perayaan Natal 2021 dan Tahun Baru, Hari Raya Idul Fitri, hingga Hari Raya Idul Adha yang baru berlalu.

 

Kondisi ini sangat rawan dimanfaatkan para provokator untuk merongrong stabilitas pemerintahan. Mereka memancing kekhawatiran berlebihan masyarakat tentang kemungkinan merembetnya kebangkrutan Sri Lanka ke Indonesia.

 

Politisasi kebangkrutan Sri Lanka ini sangat berbahaya. Jika para penghasut berhasil, Indonesia akan kehilangan salah satu pilar ketahanan terhadap krisis, yakni stabilitas politik dan pemerintahan.

 

Pemerintah harus bekerja lebih keras mencegahnya. Caranya dengan menunjukkan kepada masyarakat langkah-langkah pengendalian inflasi yang efektif.

 

Pemerintah tidak bisa sedikit-sedikit melemparkan kesalahan kepada konflik Rusia-Ukraina. Padahal, sejauh ini inflasi dari barang impor belum banyak tergambar di laju inflasi Indonesia.

 

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut angka inflasi tahunan pada Juni 2022 mencapai 4,35%. Angka tersebut tertinggi sejak lima tahun terakhir. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau memberikan sumbangan inflasi yang terbesar, yakni 8,26%.

 

Mayoritas penyumbang inflasi di kelompok pengeluaran tersebut merupakan produk dalam negeri. Inflasi impor hanya 0,5%. Itu berarti kita menghadapi potensi inflasi akan terus naik seiring dengan mulai derasnya kontribusi inflasi dari produk impor.

 

Pemerintah telah berhasil menunjukkan kepemimpinan efektif dalam penanganan pandemi covid-19. Rakyat mengharapkan kerja pengendalian inflasi yang setidaknya sama kerasnya dengan ketika pemerintah berupaya mengatasi dampak pandemi.

 

Kondisi global yang penuh ketidakpastian semestinya membuat kita sigap mengantisipasi skenario yang semakin memburuk akibat faktor eksternal. Seiring dengan itu, pengendalian faktor-faktor internal seperti inflasi yang disumbangkan produk dan jasa dalam negeri, tidak boleh disepelekan, apalagi dibiarkan.

 

Jangan beri kesempatan para penghasut memanfaatkan celah-celah kelemahan pemerintah dalam mengantisipasi persoalan perekonomian. Rakyat perlu diyakinkan bahwa kondisi Indonesia jauh dari kebangkrutan.

 

Sumber :   https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2709-politisasi-kebangkrutan-sri-lanka

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar