Dugaan Kejanggalan di
Balik Kasus Bendum PBNU Mardani Maming Muhammad
Ma’ruf : Pegiat Anti Korupsi |
REPUBLIKA, 22 Juli 2022
Prahara hukum kini sedang
menerpa Bendahara Umum PBNU periode 2022-2027, Mardani H Maming, terkait
dengan perpanjangan dan penerbitan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan di
Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Padahal selama Maming menjabat
sebagai Bupati Tanah Bumbu tidak pernah mendapat sorotan berita miring,
sehingga munculnya dugaan kasus korupsi yang telah Ketum BPP HIPMI periode
2019-2022 ini meninggalkan satu pertanyaan esensial, yaitu apakah Maming
betul-betul terlibat dalam kasus IUP atau justru ada motif tertentu di balik
kasus ini? Mengapa pertanyaan ini
penting dikemukakan, sebab dari awal beberapa pihak menilai ada upaya
kriminalisasi. Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, menduga kalau ada
motif pengambilalihan bisnis beserta asetnya dengan cara menjadikannya korban
kriminalisasi. Karenanya, kasus yang sedang menerpa Maming tidak dapat
dipahami secara parsial, melainkan harus imparsial agar penilai terhadap
kasus ini jadi jelas dan terang. Maming sendiri kini telah
ditetapkan sebagai tersangka oleh komisi antirasuah. Di saat yang sama, dia
juga dilarang untuk bepergian ke luar negeri. Kendati demikian, status
tersangka itu telah dipraperadilankan di PN Jakarta Selatan. Langkah ini
bukan semata-mata bentuk perlawanan atas keputusan KPK, melainkan suatu upaya
untuk memastikan sah atau tidaknya penetapan tersangka atas dirinya. Sebagai warga negara yang
taat hukum, mantan bupati Tanah Bumbu ini menghormati proses hukum yang
sedang berjalan. Tetapi jangan lupa, kalau seorang warga negara, juga
memiliki hak untuk mendapatkan keadilan. Artinya, praperadilan yang dilakukan
Maming melalui kuasa hukumnya, dapat dipahami dalam konteks mencari keadilan. Problem Hukum Penilaian Denny Indrayana
yang menduga ada motif tertentu di balik kasus hukum Mardani Maming bisa
dijadikan pijakan untuk menilai proses hukum yang sedang berlangsung. Selaku
kuasa hukum, dalam sidang praperadilan, Denny mengungkap adanya kejanggalan. Menurutnya, KPK selaku
pihak termohon, sering menerapkan pasal yang berbeda-beda dalam penanganan
perkara dugaan korupsi IUP yang menjerat kliennya, Maming. Dari beberapa
dokumen hukum, lanjut Denny, di satu sisi komisi antirasuah menggunakan empat
pasal, sedangkan pada dokumen hukum lainnya justru bertambah jadi enam pasal. Perubahan pasal yang
dimaksud di sini termuat dalam surat pencegahan ke luar negeri dan surat
pemberitahuan dimulai penyidikan (SPDP). Perubahan ini memiliki konsekuensi
bagi Maming, karena tidak ada kepastian hukum, serta melanggar asas
akuntabilitas dan asas-asas hukum lainnya. Di tengah kondisi
ketidakpastian hukum, tentu Maming akan kesulitan untuk mempersiapkan
pembelaan atas dirinya pada kasus ini. Maka tepat kalau muncul penilaian yang
menyebut penerapan pasal yang
berbeda-beda dalam kasus Maming ini merupakan bentuk pelanggaran yang
berimplikasi terhadap tercederanya hak seorang tersangka: jaminan,
perlindungan dan proses hukum yang adil dan berkepastian hukum. Karena itu, kasus hukum
yang menjerat Mardani, seperti telah ditegaskan di awal, cenderung
problematik. Mengingat rekam jejak Maming selama menjabat sebagai Bupati,
hampir tidak ada berita miring yang menerpanya. Sehingga menduga adanya motif
tertentu di balik kasus ini adalah konsekuensi dari rekam jejak Maming yang
dikenal bersih! ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar