Saatnya
Reformasi BPN Editorial
: Administrator Media Indonesia |
MEDIA NDONESIA 19 Juli 2022
NEGARA ini pantas disebut darurat mafia tanah. Ikut
tertangkapnya 13 pegawai Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), dari total
30 tersangka mafia tanah, menjadi bukti bahwa praktik mafia tanah memang
sistematis dan masif. Tidak hanya itu, keterlibatan pejabat dan petugas
berbagai unit dari berbagai kantor wilayah/administrasi menunjukkan kerja
kotor telah begitu membudaya. Bahkan sangat mungkin, praktik kotor mafia
tanah sudah dianggap lumrah dan diturunkan dari pejabat ke pejabat, berikut
jajarannya. Sebab itu, reformasi BPN adalah hal semestinya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)
Hadi Tjahjanto harus memastikan tim khusus pengusutan mafia tanah yang
dibentuknya memeriksa kantor-kantor BPN lainnya, bukan hanya yang pejabatnya
telah ditangkap. Keterlibatan pejabat dari berbagai kantor terungkap
dalam penetapan tersangka yang diumumkan Polda Metro Jaya, kemarin. Ke-13 pegawai
BPN itu terdiri atas 6 pegawai tidak tetap dan 7 ASN. Selain itu, ada 2 ASN
pemerintah lainnya, 2 kepala desa, dan 1 orang dari jasa perbankan. Minggu lalu, polisi juga telah menangkap Kepala
Kantor BPN Kota Palembang yang terlibat kasus mafia tanah di Bekasi pada
2016-2017. Dalam kasus itu terlibat juga pejabat BPN Bandung Barat berinisial
RS dan mantan pejabat Kantor Pertanahan (Kantah) Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Kota Jakarta Selatan berinisial PS. Komplotan ini ‘gotong royong’
menerbitkan peta bidang yang cacat administrasi dan mencaplok tanah yang
dimiliki secara sah warga lain. Polisi pun mengungkapkan beragam modus yang
dilakukan komplotan mafia tanah. PS melakukan praktik kotor dengan menghapus
identitas pemilik tanah yang sah menggunakan cairan pemutih dan cotton buds.
Identitas di sertifikat itu kemudian diganti sesuai keinginannya. Para pejabat kotor juga melakukan modus baru dengan
akses ilegal atau peretasan ke dalam Sistem Komputerisasi Kegiatan Pertanahan
(KKP) di Kementerian ATR/BPN. Modus itu banyak dijalankan para pegawai BPN
dengan memanfaatkan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang
merupakan program gratis pemerintah. Saat warga mengajukan sertifikat melalui program
tersebut, sertifikat tidak kunjung diterima. Namun, secara administratif
dibuat seolah-olah sertifikat itu sudah dikeluarkan. Padahal kenyataannya,
oleh oknum BPN, sertifikat itu diganti identitasnya dengan meretas Sistem
KKP. Dengan begitu, dibuatlah sertifikat atas nama orang lain. Polisi juga menemukan modus terbaru yang lebih
canggih karena menggunakan ‘superakun’. Akun inilah yang dapat menembus
berbagai akses. Polisi juga mengungkap adanya para pendana atau
funder di belakang para oknum BPN itu. Berbekal dengan sertifikat palsu yang
dikeluarkan pejabat sah itulah, para maling tanah ini mengusir dan bahkan,
memolisikan, para warga pemilik tanah yang sah. Dengan beragam modus dan keterlibatan masif para
pejabat itu, tidak mengherankan jika kasus mafia tanah dikatakan sebagai
salah satu penyelewengan terbesar di negeri ini. Pada Juni tahun lalu pun,
Kementerian ATR mengindikasi ada 242 kasus mafia tanah sejak 2018. Di lain
pihak, Ombudsman RI pada akhir 2021 menyatakan bahwa kasus agraria menempati
urutan pertama aduan paling banyak oleh masyarakat kepada mereka. Rata rata
tidak kurang dari 2.000 kasus per tahun se-Indonesia. Kita mengapreasiasi tinggi kerja kepolisian yang
akhirnya bisa membuat pengungkapan nyata kasus mafia tanah. Akan tetapi,
jelas bahwa tanggung jawab terbesar untuk melakukan pembersihan ada di
Kementerian ATR/BPN sendiri. Kita mendesak Menteri Hadi untuk benar-benar
membuktikan ucapannya bakal segera memecat setiap oknum lembaganya yang
terlibat. Tidak hanya itu, inilah sesungguhnya medan perang baru bagi sang
mantan Panglima TNI. Hadi harus dapat menjawab kepercayaan yang telah
diberikan Presiden Jokowi dengan reformasi nyata di lembaganya sebab
pembersihan Kementerian ATR/BPN sesungguhnya akan berperan besar bagi banyak
sektor di Republik ini. Bukan hanya menegakkan keadilan, terselesaikannya
berbagai kasus mafia tanah akan memutar roda ekonomi, khususnya di wilayah
dengan kasus-kasus masif. ● Sumber :
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2712-saatnya-reformasi-bpn |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar