Untung Rugi Bila
Kominfo Benar-Benar Blokir WhatsApp hingga Google Dwi Aditya Putra : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 19 Juli 2022
“Kalau bisa
jangan ditutup please.” Kalimat
tersebut diungkapkan Audry, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Audry hanya bisa berharap dan meminta pemerintah agar tidak memblokir
aplikasi WhatsApp (WA) dan Instagram (IG) dalam waktu dekat. Karena kedua
aplikasi tersebut, menjadi salah satu opsi mudah memasarkan produk makanan
dan minuman miliknya agar laku terjual. Selama ini,
wanita berkacamata itu masih mengandalkan WA dan IG untuk berjualan. Setiap
produk makanan hingga minuman diposting di status aplikasi miliknya. Tidak
perlu ribet, hanya dengan memberikan deskripsi berupa: keterangan produk,
harga, dan cara pemesanan. Lalu kemudian posting. Harapannya setiap postingan
menjangkau teman-teman terdekatnya untuk melihat dan membeli. “Kalau bisa
jangan ditutup please, tapi IG sama WA didorong untuk daftar penyedia sistem
elektronik (PSE) saja," ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa
(19/7/2022). Kekhawatiran
Audry bukan tanpa alasan. Jika pemerintah betul-betul serius menutup kedua
aplikasi tersebut, maka banyak pelaku usaha kecil seperti dirinya terancam.
Karena mereka harus memutar otak. Mencari cara lain untuk memasarkan
produk-produk yang akan dijualnya. “Karena pasti
yang dirugikan banyak banget kalau sampai WA dan IG dihapus. Karena bakal
rempong pindah-pindah ke platform lain," ujarnya. Audry bukan
satu-satunya yang ketergantungan dengan dua aplikasi tersebut. Pelaku usaha
sepatu sneakers, Dani Patmar juga masih mengandalkan WA dan IG-nya sebagai
platform jualan. Selain mudah, aplikasi tersebut dianggap lebih efisien
ketimbang harus membuka toko di salah satu platform jual beli. Karena itu,
pria lulusan SMK ini mendorong pemerintah mencari solusi lain agar tak
berujung pada penutupan. "Bayangkan
kalau ini ditutup, banyak pelaku usaha kecil yang menggantungkan pemasaran
penjualannya lewat WA dan IG. Pemerintah harus cari cara lain," ia
berharap. Ancaman
pemblokiran tersebut, dilayangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) karena sejumlah platform digital seperti WA, IG, hingga Google
belum terdaftar dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat.
Pemerintah bahkan memberikan tenggat waktu pendaftaran PSE, baik asing maupun
domestik, yang beroperasi di Indonesia yakni pada 20 Juli 2022. Ancaman
tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
(Permenkominfo) Nomor 5 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Lingkup Privat. Aturan ini diklaim terbit sebagai upaya menata dan mengatur
kebutuhan penyelenggaraan sistem elektronik sistem privat sekaligus amanat
Undang-Undang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik sesuai
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2019. Dalam aturan
ini mengatur kewajiban pendaftaran dan proses pendaftaran lewat online single
submission (OSS). PSE diwajibkan memberikan gambaran informasi nama, sektor,
deskripsi bisnis hingga meminta PSE lingkup privat menjamin dan melaksanakan
kewajiban pemberian akses informasi terhadap sistem elektronik dan data
elektronik sesuai Pasal 3 ayat 4 Permenkominfo tersebut. Ketentuan
pemblokiran atau pemutusan akses juga diatur dalam regulasi tersebut.
Masyarakat hingga lembaga bisa mengajukan permohonan pemutusan akses. Apabila
PSE lingkup privat tidak mendaftarkan diri, pemerintah lewat menteri bisa
menjatuhkan sanksi administratif dengan pemutusan terhadap sistem elektronik
(access blocking) sesuai Pasal 7 ayat 2 Permenkominfo tersebut. “Namun jika
pendaftaran saja dengan sengaja tidak mau dilakukan, maka akan berdampak pada
PSE yang dengan sengaja tidak mau menjalankan peraturan hukum di Indonesia
atau tidak terdaftar atau belum legal," tegas Menteri Komunikasi dan
Informasi Jhonny G Plate dalam keterangan, Senin (18/7/2022). Saat ini masih
banyak nama besar PSE lingkup privat yang populer di Indonesia tetapi belum
terlihat terdaftar di laman PSE Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo). Seluruh platform digital yang terdaftar akan tercantum di laman
situs resmi pse.kominfo.go.id. Berdasarkan
penelusuran Tirto pada bagian PSE asing per Selasa (19/7/2022) pukul 16.10,
platform seperti WhatsApp, Google, Twitter, Zoom, hingga YouTube belum
terlihat terdaftar. Sementara Facebook dan Instagram sudah terdaftar (sebelum
ada ancaman belum terdaftar). Jika belum
mendaftar setelah lewat dari tenggat waktu tersebut, maka akses platform atau
situs milik PSE Lingkup Privat berpotensi diblokir Kominfo. Artinya, sejumlah
platform digital yang tidak terdaftar terancam diblokir. “Apakah hal
seperti ini terus terusan mau ditolerir? Taat aturan saja tidak mau apalagi
kewajiban lainnya?" tegas Plate. Menanggapi
adanya informasi tersebut, perwakilan Google berencana akan segera mengambil
tindakan dalam mematuhi aturan PSE lingkup privat. “Kami mengetahui keperluan
mendaftar dari peraturan terkait, dan akan mengambil tindakan yang sesuai
dalam upaya untuk mematuhi,” ungkap perwakilan Google saat dikonfirmasi
Tirto, Senin (18/7/2022). Berbeda dengan
Google, pihak Whatsapp dan Instagram tidak bersedia menanggapi langkah
lanjutan yang akan diambil jelang pemblokiran yang akan dilakukan Kominfo
dalam waktu dekat. “Dari kami belum ada tanggapan ya, baik untuk off-record
ataupun untuk dikutip,” jelas pihak Meta. Solusi Jalan Tengah Bidang Kajian
Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, Ajib Hamdani meminta
pemerintah agar tidak terburu-buru melakukan penutupan aplikasi-aplikasi
tersebut. Sebab masih ada jalan panjang dan banyak variabel perkembangan
sebelum menuju keputusan penutupan. "Mekanisme
cukup diatur dengan baik dan bisa memberikan jalan tengah yang win-win,"
ujarnya kepada Tirto. Pemerintah dan
perusahaan dinilainya akan sama-sama rugi kalau ada langkah ekstrem penutupan
aplikasi. Dari sisi pemerintah, kata Ajib, harus evaluasi secara kuantitatif
berapa nilai pajak secara langsung yang hilang. Kemudian juga bagaimana nilai
ekonomi yang terbangun di dunia digital ini memberikan multiplier effect. “Nilai
multiplier effect ini yang belum bisa diukur, karena perputaran uang dan
barang, yang memberikan kontribusi terhadap nilai ekonomi, akan hilang juga
ketika diambil kebijakan ekstrim penutupan aplikasi," jelasnya. Ajib
menekankan dalam sebuah konsep ekonomi yang saling tersambung, sebuah ekonomi
yang turun, akan memberikan dampak pajak yang juga berkurang. Hal ini terjadi
karena penurunan kegiatan ekonomi tersebut. Ada Potensi Penurunan Pungutan Pajak Di sisi lain,
buntut dari rencana pemblokiran sejumlah platform digital tersebut, tentunya
berdampak kepada pungutan pajak negara. Terutama dari Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) atas Perdagangan Menggunakan Sistem Elektronik (PMSE). "Tentunya
akan terjadi potensi penurunan jumlah PPN PMSE karena berkurangnya jumlah
pemungut," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor, saat
dikonfirmasi reporter Tirto. Meski
demikian, Neil belum dapat menghitung potensi pendapatan PPN akan hilang dari
pemblokiran tersebut. Karena setiap harinya DJP terus melakukan penunjukan
PMSE baru. “Namun dampaknya belum dapat kami perkirakan," imbuhnya. Untuk
diketahui, Wewenang penunjukan pemungut PPN PMSE, selama ini dilimpahkan ke
DJP Kementerian Keuangan. Dengan demikian, DJP lah yang berwenang menunjuk
langsung pihak-pihak pemungut. Namun pelaku usaha dapat ditunjuk menjadi
Pemungut PPN PMSE apabila memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan
Pasal 4 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-12/PJ/2020, kriteria tersebut meliputi
dua hal. Pertama, memiliki nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia
mencapai Rp600 juta setahun atau sebesar Rp50 juta per bulan. Kedua, jumlah
traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12.000 dalam satu tahun atau
1.000 dalam sebulan. Sampai dengan
Juni, DJP telah berhasil menghimpun Rp7,1 triliun dari pengenaan PPN atas
pemanfaatan barang tidak berwujud maupun jasa dari luar Indonesia di dalam
Indonesia melalui PMSE. Jumlah tersebut berasal dari 97 penyelenggara PMSE
yang telah melakukan pemungutan dan penyetoran ke kas negara. “Untuk tahun
2022 sendiri, total setoran sudah sebesar Rp2,5 triliun rupiah,” ujar Neil. Saat ini
jumlah keseluruhan penyelenggara PMSE yang telah ditunjuk oleh DJP sebagai
pemungut PPN sampai dengan Juni 2022 ada 119 pelaku usaha. Pada April 2022,
DJP melakukan delapan penunjukan, yaitu Iqiyi International Singapore Pte.
Ltd., Global Cloud Infrastructure Limited, John Wiley & Sons, Inc.,
Springer Nature Customer Service Center Gmbh., Springer Nature Limited,
Paypro Europe Limited, Biomed Central Limited dan Unity Technologies Aps, dan
satu pencabutan, yaitu Fenix International Limited. Untuk Mei
2022, DJP melakukan lima penunjukan, yaitu Coursera, Inc., Groundhog
Inc.,Groundhog Technologies Inc., Surfshark B.V., dan To The New Singapore
Pte. Ltd. Sedangkan di Juni 2022, DJP melakukan empat penunjukan, yaitu Ezviz
International Limited, Zendrive Inc, University Of London, CVmaker B.V, dan
dua pembetulan, yaitu Biomed Central Limited dan Github, Inc. “Untuk
pembetulan penunjukan pemungut PPN PMSE itu sifatnya membetulkan, dilakukan
dalam hal terdapat elemen data dalam surat keputusan penunjukan yang berbeda
dari keadaan sebenarnya atau ada kekeliruan dalam penerbitan surat keputusan
tersebut,” jelas Neil. Sesuai dengan
PMK-60/PMK.03/2022, pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut
wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk luar negeri yang
dijualnya di Indonesia. Lebih lanjut,
Neilmaldrin mengingatkan pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut
PPN PMSE wajib membuat bukti pungut PPN atas pajak yang telah dipungut. Bukti
pungut tersebut dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau
dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan
pembayaran. Ke depan, DJP
masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan
produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di
Indonesia dan telah memenuhi kriteria yaitu, nilai transaksi dengan pembeli
Indonesia melebihi Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan; dan/atau jumlah
traffic di Indonesia melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan,
untuk memungut PPN PMSE atas kegiatannya tersebut. ● |
Sumber
: https://tirto.id/untung-rugi-bila-kominfo-benar-benar-blokir-whatsapp-hingga-google-gue6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar