RUU Keuangan, Tugas
OJK Mengawasi Koperasi, dan Industri Keuangan Non-Bank Paul
Sutaryono : Pengamat Perbankan
& Mantan Assistant Vice President BNI |
KORAN TEMPO, 21 Juli 2022
Kini Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) kembali membahas Rancangan Undang-Undang Keuangan. Dalam
rancangan undang-undang berbentuk omnibus law ini, ada rencana untuk
memperluas tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengatur
serta mengawasi koperasi, terutama koperasi simpan pinjam. Rancangan ini
bertujuan memperkuat perekonomian melalui perbaikan ekosistem investasi dan
daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi
global. Kementerian Keuangan
mengajukan perubahan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
Keuangan (PPKSK). Regulasi itu hanya mengatur pencegahan dan penanganan
krisis dari masalah sistemis di perbankan, tapi belum menyentuh industri
keuangan non-bank. OJK bertugas mengatur dan
mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; jasa keuangan di sektor
pasar modal; serta jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan
lain adalah pegadaian; lembaga penjaminan; lembaga pembiayaan ekspor
Indonesia; perusahaan pembiayaan sekunder perumahan; dan lembaga yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi
penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan. Artinya,
tugas, fungsi, dan wewenang OJK begitu luas. Nah, kini OJK akan diberi
tugas dan wewenang untuk mengatur, termasuk memberikan izin usaha, serta
mengawasi koperasi simpan pinjam. Perluasan tugas dan wewenang ini dipicu
oleh beberapa kasus koperasi simpan pinjam yang terjadi dalam beberapa tahun
belakangan ini. Sebut saja kasus Koperasi Langit Biru dengan nilai tagihan Rp
6 triliun lebih pada 2012, Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dengan
tagihan Rp 800 miliar pada 2016, Koperasi Pandawa Mandiri Group dengan
tagihan Rp 3,3 triliun pada 2016, dan Koperasi Indosurya Cipta dengan tagihan
Rp 15 triliun pada 2020. Dengan demikian, perluasan
tugas OJK menjadi penting dan mendesak. Apalagi data Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah menunjukkan ada 127.846 unit koperasi dengan total
aset sebesar Rp 250,98 triliun, volume usaha Rp 182,35 triliun, dan sisa
hasil usaha Rp 7,18 triliun per akhir 2021. Jika diasumsikan jumlah koperasi
simpan pinjam sebanyak 30 persen dari total unit koperasi, jumlahnya mencapai
38.354 unit. Karena itu, OJK perlu
menambah pengawas untuk kluster koperasi simpan pinjam. Selain itu, OJK wajib
memperkaya kompetensi pengawas (baru) dengan aneka bidang pelatihan, seperti
perkoperasian, manajemen risiko, audit, dan perkoperasian digital. Adapun Kementerian
Koperasi akan tetap mengatur dan mengawasi koperasi di luar koperasi simpan
pinjam. Anehnya, terdengar kabar bahwa Kementerian Koperasi tidak pernah
mengusulkan dan tidak sependapat dengan perluasan tugas serta wewenang OJK
ini. Artinya, selama ini Kementerian Koperasi tidak diajak membahas rencana
itu, padahal DPR semestinya mengundang kementerian tersebut untuk membahas
kemungkinan perluasan tugas dan wewenang OJK. Pada prinsipnya, ada
alasan kuat bagi OJK untuk mengatur dan mengawasi koperasi simpan pinjam
lantaran koperasi ini termasuk industri keuangan non-bank yang dapat
menghimpun dana masyarakat. Selain itu, kasus-kasus koperasi simpan pinjam
terus muncul di permukaan. Jangan lupa, selama ini,
dalam kasus koperasi simpan pinjam, anggota koperasi hampir tidak pernah
menerima hak-haknya berupa tabungan dan atau investasi plus bunganya yang
telah ditanam. Di mana perlindungan bagi anggota dan investor koperasi simpan
pinjam? Sesungguhnya akan lebih
taktis ketika OJK lebih mengembangkan anggota ataupun pengurus dan pengawas
internal koperasi simpan pinjam. Pengalaman saya sebagai ketua dewan pengawas
sebuah koperasi simpan pinjam menunjukkan bahwa perlu upaya terus-menerus
untuk meningkatkan kompetensi pengurus dan pengawas. Anggota, pengurus, dan
pengawas bisa disebut segitiga sama kaki dalam koperasi simpan pinjam.
Ringkasnya, melalui rapat anggota tahunan (RAT), anggota menjadi salah satu
sisi dari segitiga tersebut. Kompetensi pengurus dan pengawas merupakan sisi
lain yang perlu ditingkatkan untuk mendukung operasi koperasi. Sinergi tiga
sisi itulah yang akan membuahkan sisa hasil usaha yang tinggi. Pengawasan cermat OJK
diharapkan dapat menekan potensi risiko koperasi simpan pinjam sehingga
koperasi ini dapat lebih maju. Ujungnya, koperasi simpan pinjam dapat menjadi
soko guru ekonomi kerakyatan untuk menyuburkan pertumbuhan ekonomi nasional. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar