Bijak
Beramal pada Masa Pandemi I Gusti Ngurah Yudia Sinartha ; Asisten Direktur di Departemen Surveilans
Sistem Keuangan, Bank Indonesia |
KOMPAS, 22 Juli 2021
Kompas pada Sabtu, 3 Juli
2021, menurunkan sebuah berita bertajuk ”Kewaspadaan Tak Boleh Berkurang”.
Berita ini mengulas tentang indikasi kelompok teroris makin intens melakukan
komunikasi dan penggalangan dana di tengah pandemi Covid-19. Dilaporkan juga
bahwa Kepala BNPT Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, aktivitas
teroris dalam melakukan propaganda, perekrutan, dan penggalangan dana kian
meningkat selama pandemi Covid-19 dengan mengoptimalkan penggunaan internet. Kemajuan teknologi
informasi sangat berpengaruh terhadap pesatnya inovasi dan perkembangan
teknologi finansial, termasuk layanan sistem pembayaran. Tren ini di satu
sisi berdampak positif untuk memperluas akses terhadap layanan jasa keuangan
dan mempermudah transaksi ekonomi. Namun, di sisi lain dapat disalahgunakan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan berbagai
tindakan melawan hukum, misalnya pendanaan terorisme. Menurut Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2013, pendanaan terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka
menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui
akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau
teroris. Bagi teroris, penggalangan dana bukan tujuan utama, tetapi krusial
untuk mewujudkan aksinya. Sama dengan organisasi
pada umumnya, organisasi teroris juga membutuhkan dana untuk membiayai semua
aktivitas operasional, mulai dari perencanaan dan perekrutan sampai dengan
eksekusi aksi teror. FATF dalam laporan Emerging Terrorist Financing Risks
(2015) menguraikan bahwa secara garis besar kelompok teroris mengalokasikan
dana yang dihimpun ke dalam lima kategori, yaitu operasi, propaganda dan
perekrutan, pelatihan, gaji dan kompensasi bagi anggota, serta kegiatan
sosial. Kegiatan sosial di bidang
kesehatan dan pendidikan secara khusus dilakukan oleh teroris sebagai
strategi meraih simpati publik dengan dalil minimnya perhatian pemerintah.
Adapun dalam usaha mengumpulkan dana, kelompok teroris secara cerdik
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Penggunaan media sosial
bukanlah hal baru bagi teroris dalam upaya menghimpun dana dan donasi untuk
melancarkan aksi teror. Teroris sangat adaptif dengan inovasi teknologi
komunikasi karena meningkatkan kapabilitas dan ruang gerak mereka. Pada 2019, sebuah studi
hasil kolaborasi antara Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG) dan
Middle East and North Africa Financial Action Task Force (MENAFATF)
menunjukkan bahwa teroris memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi
dalam menggalang dana dan berbagi informasi keuangan. Kemudian, Sekretaris
Jenderal PPB (2020) dalam pidatonya di depan Dewan Keamanan juga telah
memperingatkan otoritas di seluruh dunia bahwa organisasi teroris mengambil
kesempatan untuk semakin aktif bergerak, termasuk dalam mengumpulkan dana
karena fokus perhatian pemerintah diarahkan pada upaya penanganan pandemi
Covid-19. Tak dapat dimungkiri bahwa
pandemi ini turut meningkatkan eksposur risiko karena terjadi peningkatan
komunikasi dan transaksi secara daring sehingga masyarakat menjadi semakin
terpapar pada kejahatan siber dan pendanaan terorisme. Masyarakat juga makin
rentan untuk dimanfaatkan sebagai sumber dana teroris seiring dengan
bertambah maraknya aktivitas penggalangan dana dengan klaim untuk kegiatan
sosial yang dilakukan secara daring belakangan ini. Kehadiran situs-situs urun
dana (crowdfunding) juga meningkatkan risiko karena dirancang khusus untuk
tujuan menghimpun dana dan donasi. Sebagai pihak yang menjadi target utama,
masyarakat harus bijak dalam beramal agar dana yang disumbangkan diteruskan
kepada sesama yang benar-benar membutuhkan. Ada tiga hal yang harus
dipertimbangkan masyarakat sebelum melakukan donasi. Pertama, kenali badan
amal yang ingin dibantu. Pastikan lembaga penerima sumbangan merupakan
organisasi amal yang terdaftar. Hal ini untuk mitigasi risiko lembaga amal
ilegal dan terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum, termasuk pendanaan
terorisme. Kedua, lembaga amal yang
dibantu harus memiliki tata kelola organisasi dan keuangan yang transparan,
berpengalaman dalam aktivitas kemanusiaan dan tidak terafiliasi dengan
teroris atau organisasi teroris. Pertimbangan ini penting agar penyaluran
donasi tepat sasaran dan optimal mendukung kegiatan sosial kemanusiaan. Ketiga, berikan donasi
melalui situs resmi dari lembaga amal yang dituju. Hindari tautan-tautan
mencurigakan yang berkedok kegiatan amal karena dapat ditunggangi oleh para
pelaku terorisme dan membuka celah terjadi pencurian data pribadi. Masyarakat Indonesia
terkenal dermawan. Predikat ini terbukti dengan dinobatkannya Indonesia
sebagai negara paling dermawan pada tahun 2020 oleh Charities Aid Foundation
berdasarkan World Giving Index 2021. Pada masa pandemi semangat kesetiakawanan
sosial memang perlu terus dijaga agar semua komponen bangsa Indonesia dapat
bergandengan tangan dalam mengatasi berbagai tekanan sosial ekonomi. Namun,
ini membutuhkan kerja sama dari segenap lapisan masyarakat agar kegiatan
beramal tetap dilakukan dengan bijak. Penting digarisbawahi
bahwa pendanaan merupakan urat nadi bagi aktivitas terorisme sehingga
masyarakat yang bijak dalam beramal akan turut membantu mencegah dan memutus
rantai aksi teror. Dengan demikian, fokus pemerintah dan pihak swasta serta
masyarakat dalam upaya nasional mengatasi dampak Covid-19 akan berjalan lebih
optimal berkat dukungan kondisi keamanan yang kondusif. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar