Ganasnya
Covid-19, Dunia Jadi Lintang Pukang Ahmad Syafii Maarif ; Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998-2005 |
REPUBLIKA, 6 Juli 2021
Pukul 04.54, 5 Juli 2021,
Bung Yasin Wijaya dari Yayasan Kristen Surabaya, kirim WA kepada saya,
bunyinya: “Selamat pagi Prof. Semoga sehat selalu. Saya dengar RSUP Sardjito
di Sleman sampai kekurangan oxygen dan 33 pasien meninggal. Sedih sekali.
Kami di Surabaya sedang saling gotong-royong. Antarsahabat. Lintas
perusahaan. Semua berjibaku merawat para karyawan yang sedang terpapar Covid.
Selama mereka rawat di rumah, kami all out komunikasi, dan mengirimkan
obat-obatan dan vitamin. Indonesia pasti bisa melewati pandemi ini. Buya jaga
kesehatan yah. Mohon jangan keluar rumah atau terima tamu. Salam.” Jawaban WA saya pada pukul
05.49 terhadap sahabat lintas iman yang baik ini adalah: “Memang sangat
mengerikan, tetangga saya sudah banyak terpapar. Gotong royong teman Surabaya
sangat mulia. Puji Tuhan. Disiplin masyarakat kita masih rendah. Salam sehat
selalu, Bung Yasin dan teman-teman Maarif.” Yayasan Barokah milik
teman Kristen Surabaya ini sangat gigih membantu masyarakat, tanpa memandang
suku, agama, dan asal-usul. Semua dilayani. Hubungan saya dengan mereka sudah
berlangsung selama beberapa tahun. Kami saling berbagi info.
Bung Yasin sudah dua kali kirim masker KN95 kepada saya. Sudah hampir 1,5
tahun Indonesia bergumul menghadapi serangan Covid-19 ini dengan segala
variannya yang semakin mengganas. Optimisme Bung Yasin bahwa
“Indonesia pasti bisa melewati pandemi ini” harus menjadi optimisme kita
semua dengan syarat disiplin ketat harus ditegakkan: pakai masker, hindari
kerumunan, dan cuci tangan dengan air mengalir pakai sabun. Mengabaikan disiplin ini
adalah faktor utama pandemi ini semakin merajalela. Di mana-mana rumah sakit
sudah bangun tenda darurat untuk menampung pasien yang datang berjubel.
Dokter dan tenaga kesehatan, sudah ratusan yang wafat. Kita semua sudah kewalahan
diancam kecemasan. Kita semua menangisi kematian mereka ini. Mari kita lihat selintas
korban Covid-19 ini untuk tingkat dunia, dan agak perinci untuk empat negara
saja, baik yang terpapar maupun yang meninggal sampai 5 Juli 2021. Jumlah
terpapar tingkat global sudah 184.000.000, dengan angka kematian 3.970.000. Jumlah korban ini terus
bertambah setiap saat. Vaksinasi masih belum merata dan memadai. Tertinggi
adalah AS: terpapar 33.700.000, meninggal 605 ribu. Disusul India: terpapar
30.500.000, meninggal 402 ribu. Lalu urutan ketiga Brasil:
terpapar 18.700.000, meninggal 524 ribu. Indonesia urutan 17: terpapar
3.260.000, meninggal 60.027. Jika pandemi ini belum bisa diatasi setahun ke
depan, kita bisa perkirakan korbannya sangat banyak dan ekonomi semakin
lumpuh. Untuk Indonesia, utang
negara untuk melawan Covid-19 tentu akan semakin menggelembung. Maka itu,
sebagai rakyat kita wajib menegakkan disiplin ekstraketat karena masih saja
ada yang ngeyel melawan polisi di jalan. Padahal, polisi itu sudah
berpanas-panas untuk memutus rantai penularan wabah mematikan itu. Kelakuan
semau gue akan memperburuk keadaan. Gempuran Covid-19 tidak pandang bulu,
umur, dan status sosial. Pada skala kecil, di
perumahan Nogotirto, Sleman, Yogyakarta, tempat saya tinggal, kami sedang dikepung
pandemi ini. Sudah beberapa orang jamaah masjid kami terpapar, bahkan ada
seorang yang wafat, terjangkit saat yang bersangkutan melayat familinya. Kematian karena Covid-19
ini pasti meninggalkan duka sangat dalam. Pemakamannya harus melalui protokol
kesehatan. Jenazahnya tidak boleh didekati, kecuali oleh petugas khusus dari
Dinas Kesehatan dengan pakaian khas pengamannya. Ketika varian delta
merebak di India beberapa waktu lalu, tengoklah betapa banyaknya mayat
bergelimpangan di mana-mana. Aparat negara seperti tak berdaya lagi
menanganinya. Oksigen serbakurang, rumah sakit tidak bisa menampung pasien
yang datang berjibun. Petugas kesehatan banyak
yang mati karena kelelahan dan diserang virus delta itu. Fenomena hampir
serupa berlaku di berbagai negara dunia, termasuk di Tanah Air. Ironisnya,
masih saja ada segelintir orang tak percaya adanya virus ini. Pakai alasan
agama lagi. Saya tidak tahu jenis
manusia macam apa ini. Tentu kita mesti berdoa kepada Allah agar 7,7 miliar
penduduk bumi (angka 14 Februari 2021) yang sedang menderita ini diberi-Nya
kesadaran yang tajam tentang gelimang dosa yang telah kita perbuat selama
ini. Di samping berdoa, kita
harus berupaya keras mengatasi musibah ini agar situasi dunia yang sedang
lintang pukang ini segera berlalu, sehingga tambahan korban tidak lagi
memukul perasaan kita yang sudah terlalu berat. Berbaik sangka kepada Allah
harus diutamakan. Adapun mereka yang memaki
Tuhan, bahkan tak lagi memercayai-Nya, seperti saat perang dunia karena
dinilai tidak menolong manusia yang sedang terkapar kesakitan dan kematian
dalam jumlah puluhan juta korban akibat perang, tidak perlu dikomentari,
sebab hanya akan semakin menyesakkan napas. Umat manusia mesti mau
belajar dari serangan pandemi ini dan siap membangun solidaritas sosial untuk
kepentingan bersama. Ingatlah, korban Covid-19 masih berjatuhan di semua
bangsa dan negara. Nyaris tidak ada lagi kepingan bumi bebas dari serangan
pandemi ini! ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar