Arah
Penataan Kelembagaan Husni Rohman ; Perencana Madya Kementerian PPN/Bappenas |
KOMPAS, 27 Juli 2021
Dalam
artikel di harian Kompas pada 13 Juli 2021, Dr Riant Nugroho menyebutkan bahwa
keberadaan lembaga pemerintah tambahan atau auksiliari mencerminkan model
pembuatan kebijakan. Dalam konteks Indonesia, lembaga auksiliari tersebut
berupa lembaga pemerintah nonkementerian dan lembaga nonstruktural. Peninjauan
atas keberadaan lembaga nonstruktural (LNS) telah menjadi agenda sejak
periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Beberapa persoalan
kelembagaan terkait dengn LNS tersebut, bahkan, telah tercantum sejak dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Artinya,
persoalan kelembagaan tersebut menjadi salah satu variabel yang memengaruhi
pelaksanaan program pembangunan nasional yang berpotensi memengaruhi
efektivitas pencapaian tujuan pembangunan. Riant dalam tulisannya menyebutkan
bahwa sebanyak 51 lembaga pemerintahan telah dibubarkan selama kurun waktu
pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasil
kajian Lembaga Administrasi Negara (LAN) menunjukkan bahwa terdapat tumpang
tindih pada 32 bidang/sektor pemerintahan yang disebabkan ada kesamaan fungsi
antara kementerian dan LNS. Potensi tumpang tindih tersebut tidak
terhindarkan mengingat tugas dan peran yang diberikan kepada LNS umumnya
adalah untuk mengoordinasikan kegiatan lembaga-lembaga pemerintah lain serta
memantau implementasi berbagai kebijakan pemerintah (Rhodes, 1988). Selain
itu, kemunculan LNS sering kali didasarkan atas kebutuhan sektor atau bidang
tertentu yang kemudian diformalisasi melalui berbagai peraturan, baik
peraturan presiden, peraturan pemerintah, maupun undang-undang. Beberapa
contoh terkini dari dinamika keberadaan lembaga auksiliari, di antaranya
rencana pembentukan lembaga pengawas data pribadi, eksistensi Komisi Aparatur
Sipil Negara (KASN), pembubaran Dewan Riset Nasional, serta rencana
pembentukan badan pengelola pembangunan Papua. Pengalaman
selama ini, beberapa faktor yang melahirkan lembaga-lembaga baru tersebut di
antaranya adalah karena ada ketidakpercayaan (distrust) atas kinerja
lembaga-lembaga yang sudah ada, serta ketidakmampuan lembaga-lembaga yang ada
dalam melakukan kerja-kerja koordinatif, terutama untuk isu-isu lintas
sektor. Namun sayangnya, pada akhirnya lembaga-lembaga baru tersebut pun juga
kurang mampu menjalankan fungsi-fungsi yang dimandatkan sehingga justru
menjadi beban birokrasi baru. Oleh
karena itu, pembubaran LNS akan diikuti dengan penguatan fungsi-fungsi
koordinatif lembaga-lembaga yang ada, terutama kementerian, sebagaimana
mandat yang diatur dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi
Kementerian Negara. Penguatan fungsi-fungsi koordinasi terutama ditujukan
bagi Kementerian Koordinator dan Kementerian Kelompok III.
Kementerian-kementerian dalam kategori tersebut memiliki tugas utama untuk
melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian atas agenda pembangunan
nasional dan penugasan presiden; serta menyelesaikan permasalahan yang tidak
dapat diselesaikan atau disepakati antar kementerian/lembaga. Perpres
No 68/2019 tentang Organisasi Kementerian Negara juga menyatakan bahwa tugas
dan peran kementerian harus disesuaikan dengan agenda pembangunan nasional.
Untuk itu, menjadi sangat penting untuk mengonsolidasikan kebutuhan dukungan
kelembagaan dalam proses pembangunan nasional sembari mengendalikan proses
legislasi agar tidak memandatkan pembentukan lembaga-lembaga tertentu. Oleh
karena itu, RPJMN 2020-2024 telah menetapkan kerangka kelembagaan sebagai
salah satu kaidah pelaksanaan (delivery mechanism) dalam pelaksanaan program
pembangunan nasional. Kerangka kelembagaan difokuskan pada penataan
organisasi pemerintah beserta aturan main di dalamnya, baik yang bersifat
inter maupun antarorganisasi, yang berfungsi untuk melaksanakan
program-program pembangunan. Kerangka kelembagaan dimaksudkan untuk
memastikan kesiapan struktur organisasi pemerintah dalam menjalankan
prioritas pembangunan. Prinsip
yang diacu dalam kerangka kelembagaan adalah ”Struktur Mengikuti Strategi’”
(structure follows strategy), di mana penataan organisasi pemerintah
didasarkan pada kebutuhan dalam strategi pencapaian tujuan pembangunan. Ruang
lingkup kerangka kelembagaan di antaranya meliputi kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian (LPNK), dan LNS. Adapun beberapa prioritas penataan
kelembagaan 2020-2024, di antaranya, adalah tata kelola kelembagaan persiapan
dan pemindahan ibu kota negara, tata kelola kelembagaan talenta nasional,
tata kelola kelembagaan transformasi digital, dan tata kelola kelembagaan
perencanaan dan pembangunan nasional. Pada
prinsipnya kita harus mulai untuk menempatkan struktur birokrasi pemerintah
sebagai entitas yang dinamis yang dapat datang dan pergi (come and go),
tergantung dari isu dan permasalahan pembangunan yang dihadapi. Walaupun
struktur birokrasi adalah isu yang sangat politis, perbaikan pada aspek ini
akan memiliki daya ungkit yang signifikan untuk mempercepat agenda reformasi
birokrasi. Seperti yang disampaikan oleh Presiden, ”semakin sederhana
organisasi kita, semakin cepat kita bisa berlari, dan semakin fleksibel kita
dalam merumuskan kebijakan”. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar