Anas
Oh Anas…
Syafiq Basri Assegaff ; Konsultan Komunikasi, Dosen Komunikasi di
Universitas Paramadina dan STIKOM London School of Public Relations, Jakarta
Sumber : INILAH.COM,
15 Juni 2012
Pekan ini, gosip seputar Anas Urbaningrum ramai kembali. Sesudah
kontroversi pernyataannya soal,"gantung
di Monas kalau Anas korupsi," tempo hari, kini sorotan media kepadanya
terkait dua perhelatan penting Partai Demokrat (PD) yang tidak dihadirinya.
Pertama, Anas absen pada pertemuan yang
dihadiri pimpinan daerah PD dari 33 provinsi di kediaman Ketua Dewan Pembina
PD, yang juga Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Selasa (12
Juni) sore.
Esoknya, 13 Juni, Anas kembali tidak hadir
pada sarasehan Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator (FKPD) Partai Demokrat
di Hotel Sahid. Padahal dalam acara di Hotel Sahid itu, SBY memberi pengarahan
lewat pidato panjang.
Kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Ada yang mengatakan bahwa Anas diundang tapi berhalangan. Tapi yang beredar
justru gosip, bahwa ketidakhadiran Anas ada hubungannya dengan upaya memangkas
kekuatan Ketua Umum PD itu.
Peneliti LIPI Siti Zuhro menilai apa yang
dilakukan SBY melalui FKPD memberi kesan kepada publik ada pengurangan fungsi
dan peran ketua umum.
"Ada
peminggiran yang sangat disengaja," kata Siti sebagaimana dimuat INILAH.COM.
Dan itu logis: dari kacamata komunikasi, saat
ada gosip muncul, dan pengambil keputusan atau juru bicara organisasi tidak
menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya, maka yang muncul adalah makin
meruyaknya gosip.
Anas belum bersuara. Kepada seorang sahabat
dekatnya, Anas mengatakan, dia tetap tenang dan tidak akan melakukan sejumlah
manuver yang memperburuk soliditas Partai Demokrat.
"Mas Anas bilang, 'tenang saja, wassalam'. Tidak ada tanda-tanda beliau marah, gelisah
atau panik," ujar Aminuddin Syam kepada INILAH.COM
Memang dalam pidatonya SBY sama sekali tidak
menyebut nama siapa pun. Ia bicara secara umum, dengan fokus pada masalah
keterpurukan PD dan soal korupsi.
Di tengah merosotnya reputasi partai
pemerintah itu, tampaknya sang Ketua Dewan Pembina PD ingin meneguhkan
tekadnya, bahwa semua halangan dan tantangan yang terjadi belakangan ini
hendaknya tidak membuat para kader PD terlalu berkecil hati, tetapi semuanya
menjadi masukan agar cepat berbenah diri.
Sejauh catatan yang ada, tampaknya baru kali
ini SBY membuat pernyataan yang mengakui masalah partainya. "Harus jujur diakui bahwa posisi partai kita
sedang menurun. Sebabnya karena sejumlah kecil oknum yang terlibat korupsi,"
kata SBY.
Media
Tidak Adil?
Namun SBY tidak rela kalau hanya partainya
yang dihujat akibat korupsi.
"Tetapi
apakah hanya Partai Demokrat yang kadernya terlibat korupsi? Tidak. Saya
menunjukkan fakta, data dan angka dari sumber-sumber yang sah yang menyimpulkan
partai politik yang kadernya melakukan korupsi jauh di atas Partai Demokrat,"
kata SBY, yang kemudian membacakan statistik angka-angka korupsi di DPRD, DPR
dan lembaga lainnya.
Pada intinya, SBY menegaskan bahwa 'dosa'
korupsi oknum Partai Demokrat masih lebih kecil ketimbang yang dilakukan oknum
dari partai politik (parpol) lain.
Di tingkat menteri, anggota DPR RI, gubernur,
bupati dan walikota, misalnya, korupsi oknum PD 'hanya' sekitar delapan persen.
Di atasnya masih ada oknum dari dua parpol yang lebih korup, masing-masing
dengan angka sekitar 33% dan 16%.
"Itulah
faktanya. Itulah kenyataannya. Adilkah bila dengan data ini, partai kita
dianggap partai korup, sedangkan yang di atas kita dianggap bersih?"
tanya SBY, "Lalu mengapa yang
dihabisi dan divonis adalah Partai Demokrat?"
Di dalam pidatonya, SBY menunjuk bahwa media,
khususnya televisi, telah membesar-besarkan masalah korupsi di tubuh PD itu. Ia
seolah hendak mengatakan bahwa tidaklah adil hanya menunjung hidung PD, sebab
orang lain juga sama melakukan korupsi, bahkan dalam tingkatan yang lebih
'ganas'.
Tetapi orang sulit menerima pembelaan itu.
Sebab, sudah menjadi tugas media selalu mengontrol pemerintah dan partai
politik. Berhubung PD adalah *'the ruling
party'*, maka setiap berita mengenai partai itu atau pun tokohnya menjadi
makin seksi bagi media.
Di AS dan di negara mana pun di dunia, sudah
jamak bila partai penguasa menjadi 'bulan-bulanan' paling empuk kritik media
dan pengamat. Ibarat tumbuhan, penguasa berada di pucuk pohon yang tinggi,
sehingga angin pun menerpa paling kencang.
Sudah menjadi kaidah umum dalam jurnalisme,
bahwa makin besar bobot (magnitude)
sebuah peristiwa buruk, makin menariklah ia untuk diberitakan. Nah, kondisi
sebagai 'penguasa' itulah yang selalu menambahkan bobot bagi pemberitaan di
media.
Selain itu, berita yang menyangkut tokoh
utama (prominent people) atau mereka
yang 'elite' tentu lebih menarik. Kalau saja SBY bukan Ketua Dewan Pembina PD,
apalagi bila beliau bukan anggota partai itu, ketertarikan media terhadap kasus
korupsi PD pasti tidak sehebat sekarang.
Begitu pula bagi Anas: kalau saja dia bukan
pemimpin PD, boleh jadi sorotan media kepadanya tidak akan sempat membuat
dirinya sedemikian 'capek'.
Itu yang pertama. Kedua, mengatakan bahwa
‘orang lain juga korupsi’, tentu saja justru kurang bijak. Kita tidak tahu
siapa yang menyusun draft pidato SBY
itu, tetapi dilihat dari kacamata etika komunikasi atau ‘public relations’, apa yang disampaikan SBY itu serupa dengan 'mencari-cari alasan' yang kadang dipakai
orang saat mencari pembenaran dalam pelanggaran etika.
Kita kuatir, itu seperti bilang begini,
"karena semua orang buang sampah di
sini, maka boleh *dong* kalau saya ikut mengotori tempat ini?"
Bagaimana pun, mungkin orang bisa memaklumi,
itu dilakukan karena SBY tak ingin 'kehilangan muka' di depan rakyat, bahwa
seolah-olah oknum di partainya saja yang korup.
Itu sebabnya, saat menutup pidatonya, SBY
menegaskan bahwa partainya tidak akan melindungi anggotanya jika terlibat
korupsi.
Maka, pada bagian akhir pidatonya itu -- ini
penting, tapi agaknya tak banyak dibahas media -- SBY secara khusus
memerintahkan agar semua kader PD membuat pakta integritas untuk tidak
melakukan korupsi. "Jangan
main-main dengan APBN dan APBD," katanya, "Itulah sikap saya: terang, jelas, dan mudah dimengerti."
Kita doakan, semoga pakta integritas itu
nantinya bukan muncul di atas kertas saja, melainkan terwujud dalam tindakan
nyata semua anggota partai yang dipimpin Anas itu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar