Mencermati
Cagub dari Psikologi Politik
Bagus Takwin dkk. ; Tim
Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Sumber
: KOMPAS, 25 Juni 2012
Kelompok gabungan dari Panwaslu dan
lembaga swadaya masyarakat menyatakan menolak praktik politik uang dalam
pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah DKI Jakarta pada aksi di Bundaran Hotel
Indonesia, Jakarta, Minggu (24/6). Baik memberi maupun menerima uang dalam
pelaksanaan kampanye pilkada dianggap sebagai praktik korupsi.
Jika kita bicara Pemilihan Umum Kepala Daerah
DKI Jakarta 2012 serta melepaskan sebentar pikiran kita dari ”kepentingan” yang
bergelantungan dan mau merenung dengan nurani jernih, kita akan sampai pada
pertanyaan ini. Apakah yang diharapkan warga Jakarta dari gubernurnya? Gubernur
bagaimana yang paling tepat untuk memimpin DKI Jakarta lima tahun ke depan?
Setiap peran akan selalu diikuti harapan.
Seorang gubernur sebagai pemimpin selalu diikuti harapan dari dirinya sendiri
dan warganya.
Dalam literatur kepemimpinan, ada dua
pandangan berbeda tetapi tak jarang saling melengkapi. Pandangan pertama
menyatakan bahwa pemimpin adalah cerminan dari keadaan masyarakat. Pandangan
kedua menyatakan bahwa pemimpin adalah cerminan dari kepribadian. Dalam
psikologi politik, dua pandangan itu secara terpadu digunakan untuk menjelaskan
perilaku aktor politik.
Fred Greenstein dalam bukunya Personality and Politics (1969)
menjelaskan: (1) tindakan yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari dua
hal utama, yaitu karakteristik pribadi dan lingkungan tempat orang itu berada;
(2) semakin kabur dan tak terstruktur lingkungan, semakin besar karakteristik
pribadi pemimpin memengaruhi tindakannya.
Dua proposisi ini penting dalam upaya
mempelajari perilaku aktor politik di Indonesia, termasuk di tingkat provinsi
dengan gubernur sebagai pemimpin tertinggi. Sejak berdiri hingga kini,
Indonesia masih bisa dikategorikan sebagai negara yang belum memiliki pola dan
norma politik mapan. Praktik ketatanegaraan Indonesia masih bergantung kepada
para pemimpin eksekutif tertinggi. Begitu pula di tingkat provinsi. Dengan
demikian, usaha memahami dinamika jalannya pemerintahan DKI Jakarta tidak dapat
dilepaskan dari pemahaman terhadap karakteristik pribadi gubernurnya. Dengan
kata lain, kajian terhadap kepribadian para gubernur diperlukan untuk memahami
politik dan pemerintahan di DKI Jakarta.
Dalam usaha menjelaskan profil kepribadian
calon gubernur DKI Jakarta, Kompas bersama tim pengajar dan peneliti dari
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menjadikan dua proposisi itu sebagai
dasar analisis para calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2012.
Kami menganalisis kepribadian dan kompetensi
para calon gubernur dengan dasar bahwa perilaku politik, termasuk kepemimpinan,
dipengaruhi oleh faktor kepribadian dan lingkungan tempat mereka berada. Kami
menelusuri latar belakang dan sepak terjang mereka sebelum mencalonkan diri,
juga memprediksi perilaku politik mereka jika terpilih.
Kami juga menganalisis serta memetakan
potensi dan masalah Jakarta untuk mengetahui berbagai tuntutan yang harus
dipenuhi gubernurnya. Hasilnya telah dipublikasikan di harian Kompas pada Sabtu
(23/6) dan Minggu. Dari tuntutan itu dirumuskan kompetensi ideal yang kemudian
diperbandingkan dengan kompetensi yang dimiliki para calon gubernur DKI
Jakarta.
Analisis dan pemahaman mengenai profil
kompetensi para calon gubernur dan kesesuaiannya dengan tuntutan masyarakat
Jakarta ini menggunakan serangkaian data. Pertama, tuntutan masyarakat Jakarta
tentang kompetensi yang diharapkan dari gubernurnya. Kedua, perilaku dan
orientasi politik warga Jakarta yang memengaruhi partisipasi mereka dalam
sistem demokrasi dan penerapan kebijakan di Jakarta. Ketiga, profil kompetensi
yang perlu dimiliki oleh gubernur DKI Jakarta untuk mengatasi masalah yang ada
dan mengaktualisasi potensi Jakarta. Keempat, profil kepribadian calon gubernur
DKI Jakarta 2012 yang diperoleh melalui analisis terhadap perilaku politik,
kepribadian, biografi, dan rekam tayang setiap calon.
Keempat data itu kami gunakan untuk
meneropong keenam calon gubernur DKI Jakarta yang akan dipilih pada 11 Juli
2012. Hasil analisis itu memberikan gambaran kekuatan dan kelemahan setiap
calon untuk menjadi pemimpin Jakarta 2012-2017.
Perpaduan Beberapa Teori
Kerangka analisis penelitian ini dibangun
dari perpaduan beberapa teori. Kami menggunakan teori kepribadian dari Paul T Costa dan Robert Roger McCrae (1994)
sebagai kerangka teoretik utama. Teori ini juga kami gunakan dalam studi serupa
untuk pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2004 dan 2009 serta untuk
pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta tahun 2007. Teori ini dinilai
paling stabil dan komprehensif dalam menjelaskan kepribadian. Teori ini
mencakup penjelasan mengenai kecenderungan dasar pribadi, pola adaptasi, konsep
diri, serta pengaruh pengasuhan dan lingkungan terhadap kepribadian.
Untuk memahami potensi dan permasalahan kota,
kami menggunakan teori kualitas kota dari Florida
(2005). Pemahaman terhadap perilaku politik warga Jakarta didekati dengan
teori tipologi politik dari Daniel J
Elazar (1984) dan followership (kepengikutan) dari Robert Kelley (1992).
Dalam memahami aspek kepemimpinan, kami
menggunakan dua teori, yaitu teori kepemimpinan transformasional dari Bernard M Bass (1999) dan teori
kompetensi pemimpin dari Richard E
Boyatzis (2005).
Untuk memperoleh data yang diperlukan, kami
menggunakan beberapa metode. Kami melakukan wawancara tatap muka dengan setiap
calon gubernur DKI Jakarta 2012 disertai wawancara dengan seseorang yang dekat
dengan mereka dalam minimal dua tahun terakhir. Kami melaksanakan focus group discussion dengan peserta
masyarakat umum, pegiat LSM terkait masalah Jakarta, dan psikolog.
Kami juga melakukan survei dengan teknik multistage area random sampling terhadap
808 responden warga DKI Jakarta untuk menggali data perilaku dan orientasi
politik, masalah Jakarta, serta penilaian warga DKI Jakarta terhadap calon
gubernur. Kami juga mengumpulkan data sekunder dari berbagai media.
Selama
enam hari ke depan, hasil penelitian ini akan disajikan dengan format yang
lebih ringkas dan sederhana di harian Kompas. Penyajiannya
berurutan sesuai dengan nomor calon, yaitu Fauzi Bowo, Hendardji Soepandji,
Joko Widodo, Hidayat Nur Wahid, Faisal Basri, dan Alex Noerdin.
Semoga sajian ini menambah pengetahuan dan
mencerahkan pemahaman warga DKI Jakarta serta bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan dalam memilih gubernur 2012-2017. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar