Kompetensi
Hendardji Soepandji
Dicky
Pelupessy, Bagus Takwin & Niniek L Karim ;
Pengajar di Fakultas Psikologi UI
Sumber :
KOMPAS, 26 Juni 2012
Pengalaman panjang Hendardji di organisasi
militer secara umum kurang memunculkan atau mengembangkan kompetensi
kepemimpinan transformasionalnya. Namun, ia menunjukkan dirinya sebagai
pemimpin yang bisa memberikan contoh baik dan mendapat dukungan dari anak buah
karena keteguhannya memegang prinsip. Ia memiliki kelebihan dalam pengambilan
risiko karena berpegang teguh pada nilai-nilai yang ia yakini. Ia kurang
menonjol dalam kompetensi kerja sama dan komunikasi.
Kepemimpinan Transformasional
Dari pengalamannya sebagai tentara, cukup
sulit mendapat gambaran Hendardji sebagai pemimpin yang transformasional. Organisasi
militer yang berciri kesatuan komando tak banyak memberikan peluang munculnya
visi yang berbeda dengan kesatuannya. Oleh karena itu, kecil peluang sifat
visioner seorang tentara selama tidak menjadi komandan tertinggi.
Ciri kepemimpinan transformasional lainnya,
membangun kelompok yang solid dan punya ekspektasi kinerja yang tinggi, juga
tidak menonjol pada diri Hendardji. Dua hal ini telah terbentuk dalam
organisasi militer. Pendidikan militer, semangat dan jiwa korsa, serta adanya
kesatuan garis komando membuat kelompok yang solid relatif telah terbentuk
dalam diri seorang komandan. Begitu pula ekspektasi kinerja yang tinggi. Dalam
organisasi militer, apa yang hendak dicapai terukur jelas. Jika anak buah
mendapat perintah, ia harus menyatakan ”siap” dan mengerjakan perintah dengan
segala upayanya.
Meski demikian, sosok Hendardji mampu
memberikan contoh baik, memberikan dukungan kepada anak buah, dan memberikan
rangsangan intelektual. Ia memiliki keteguhan dalam bersikap. Sikap ini dengan
gamblang dapat dilihat anak buahnya. Hendardji memiliki kemampuan berempati dan
memperhatikan anak buah yang membuatnya mendapat dukungan dari anak buah.
Di samping menghargai nilai-nilai spiritual,
Hendardji juga memiliki kepekaan intelektual yang terjaga dalam pekerjaannya
sebagai investigator. Ia mengikuti prinsip dan metode penyelidikan baku serta
kerap menggunakan analisis ilmiah. Saat menangani kawasan Kemayoran, ia pun
mengundang sejumlah pakar dari perguruan tinggi untuk melakukan kajian sebagai
landasan untuk mengambil keputusan.
Diversitas
Pengalaman Hendardji keliling Indonesia
memberikan kesadaran akan pluralitas Indonesia sehingga kompetensi
keberagamannya terbentuk. Ia sadar bahwa NKRI terbentang dari Sabang sampai
Merauke yang penuh diversitas. Keputusannya menggandeng Riza Patria, putra
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, tampaknya untuk menegaskan bahwa
ia mewakili Indonesia yang majemuk.
Pasangan Hendardji dan Riza tampaknya hendak
mencerminkan keindonesiaan. Pilihannya untuk mencalonkan diri dari jalur
independen pun tampak untuk menyampaikan pesan bahwa ia tidak mau terikat pada
apakah ia diusung oleh partai berbasis agama atau tidak. Dari sini terlihat
indikasi kompetensi diversitas yang ciri utamanya respek terhadap berbagai
perbedaan. Hendardji tampak lebih mengedepankan kepentingan Indonesia yang
plural.
Dalam kompetensi kerja sama, Hendardji kurang
menonjol. Organisasi militer tempat ia menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk bekerja telah memberikan platform bagaimana kerja sama dilakukan,
sehingga kerja sama yang dilakukannya semata mengikuti prosedur yang ada.
Sistem militer telah membentuk kesatuan para anggotanya. Kerja sama dengan
dasar hierarki yang jelas telah menjadi bagian dari sistem itu, lepas dari
siapa pemimpinnya.
Dalam beberapa situasi, Hendardji cenderung
mengikuti prinsip dan keyakinannya dan bisa saja menolak menjalankan perintah
yang dinilainya tidak adil. Di organisasi nonmiliter, saat tim kerjanya
menghadapi masalah, Hendardji memberi waktu mereka untuk berusaha menemukan
solusi. Apabila mereka menemui jalan buntu, barulah Hendardji mengambil alih
penemuan solusinya.
Hendardji termasuk tipe pemikir yang tertempa
dalam perjalanan panjangnya sebagai investigator dan lebih suka berpikir
sendiri dengan kerangka pikirnya. Ia bekerja mengarah pada solusi, cenderung
dominan mengikuti informasi yang sudah dimilikinya. Ia kurang melibatkan orang
lain dalam pengambilan keputusan penting meskipun berada dalam situasi bersama.
Fokus kepada Warga
Saat terjadi kerusuhan Mei 1998, Hendardji
menjabat Komandan Polisi Militer Kodam Jakarta Raya (Danpomdam Jaya). Ia
menjabat dari tahun 1997 sampai 1999 sehingga cukup mengenal Jakarta. Ia punya
perhatian mendalam terhadap nasib warga Jakarta, yang tercermin dalam tagline ”berkumis” yang menjadi
kontroversi itu. Kondisi Jakarta yang dinilainya berantakan, kumuh, dan miskin
mengundang perhatiannya untuk membenahi Jakarta dan memperbaiki nasib warga
Jakarta.
Kebetulan saat ini istrinya, Ratna Rosita,
menjabat Sekjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sehingga dapat membantunya
memahami masalah kesehatan warga Jakarta. Ia menilai ada program Kemenkes yang
tak jalan di Jakarta karena buruknya birokrasi. Oleh sebab itu, salah satu yang
ingin dibenahinya adalah birokrasi yang menghambat berjalannya program Kemenkes
itu demi layanan dan kondisi kesehatan warga Jakarta yang lebih baik. Sebelum
dan selama pencalonannya, Hendardji aktif berkeliling menemui warga untuk
menyelami lebih dalam masalah dan kondisi Jakarta.
Kepekaan Global
Kepekaan global cukup menonjol pada
Hendardji. Saat ia menjabat Asisten Pengamanan KSAD tahun 2008-2010, ia
terlibat dalam usaha membongkar jaringan teroris dan bekerja sama dengan badan
intelijen Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Perancis, dan China. Meskipun
pengalaman itu dalam konteks pertahanan dan keamanan, hal itu memberikan
pengalaman komunikasi interbudaya dan pengenalan budaya lain.
Penugasannya menangani kawasan Kemayoran
mendorongnya untuk melakukan terobosan. Hasilnya, ia meningkatkan pendapatan
empat kali lebih dari kisaran Rp 200 miliar menjadi Rp 900 miliar dalam waktu
yang relatif singkat (Oktober 2010-Januari 2012).
Sebagai Ketua Umum PB FORKI pada tahun 2011,
ia dinobatkan sebagai pembina terbaik dalam Anugerah Olahraga Indonesia karena
perolehan 11 emas atlet-atlet karate Indonesia di SEA Games di Palembang
melebihi target, baik KONI (5 emas) maupun PB FORKI (7 emas). Ini
mengindikasikan adanya kemampuan membuat terobosan dengan hasil yang positif.
Pekerjaannya di Kemayoran juga menunjukkan
hal lain tentang Hendardji, yaitu berani mengambil risiko. Ia meninjau ulang
perjanjian-perjanjian yang sudah ada sebelumnya. Peninjauan ulang itu tentu
mungkin mengurangi pendapatan pihak-pihak yang telah diuntungkan dari
perjanjian sebelumnya. Namun, terbukti ia bisa melakukan pendekatan dan membawa
kedua belah pihak menyepakati perubahan (adendum).
Namun, ia akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya itu karena perbedaan
prinsip.
Itu adalah risiko yang diterimanya sebagai
orang yang berpegang pada prinsip. Menghadapi warga Jakarta yang kebanyakan
tergolong dalam tipe pragmatis, sifat Hendardji ini akan mendapatkan ujian
besar. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar