Cendekiawan
Berdedikasi 2012
St
Sularto ; Wartawan
Senior KOMPAS
Sumber :
KOMPAS, 27 Juni 2012
Banyak analisis tentang intelektual atau
cendekiawan, padanan kosakata asing intellectual.
Di lingkungan masyarakat umum dan komunitas ilmiah, kata cendekiawan dirasakan
lebih prestisius dibandingkan dengan intelektual. Kosakata cendekiawan pun
lebih dekat dibandingkan dengan ilmuwan (scientist),
pun tanpa deretan gelar-gelar akademis.
Ulasan singkat ini merupakan
pertanggungjawaban atas pemberian penghargaan Kompas 2012—penghargaan tahunan
sejak 2008—ide yang berasal dari Pemimpin Umum Kompas Jakob Oetama. Maksud
awalnya berterima kasih kepada sejumlah pribadi yang bertahun-tahun dinilai
berjasa kepada Kompas, terutama sebagai kontributor artikel.
Kriteria dan nama-nama penerima ditentukan
Kompas, terutama yang tulisan-tulisannya dimuat di halaman 6 dan 7 sejak Kompas
28 Juni 2005 dan sebelumnya di halaman 4 dan 5.
Halaman itulah tempat beradu argumen,
menyampaikan gagasan, serta menawarkan solusi yang bersifat visioner,
mencerahkan, dan membangun kesadaran bersama secara kritis—pendamping
kebingungan masyarakat atas realitas, persoalan, dan perubahan dunia yang lari
tunggang-langgang.
Tidak ingin terjebak dalam wacana ilmiah
tentang kecendekiaan atau kecendekiawanan yang digagas oleh para filosof
ataupun pemikir ilmu-ilmu positif besar—meskipun pemikiran mereka tidak bisa
tidak menjadi bacaan rujukan—ide dasar thanksgiving
itu pun berkembang menjadi penghargaan bagi cendekiawan berkomitmen.
Ketika kemudian semua persoalan berujung pada
uang sebagai kriteria kesuksesan, terjadi pula kecenderungan menguangkan
intelektualitas. Kompas mengambil sisi positif maksud baik kontributor yang
berangkat dari keinginan mengomunikasikan pemikirannya kepada publik—sumbangan
mereka bagi masyarakat umum—yang ternyata sejumlah di antara mereka punya
kesetiaan luar biasa.
Menginjak tahun-tahun berikutnya, thanksgiving diperluas bagi mereka yang
selama bertahun-tahun menjadi narasumber Kompas. Tersebutlah sejumlah nama dari
berbagai bidang, latar belakang, dan fungsi dalam masyarakat, yang menjadi
narasumber bukan karena tanggung jawabnya sebagai pejabat, melainkan yang
bekerja demi kepentingan masyarakat umum, termasuk yang memiliki kecintaan luar
biasa pada bidang, ilmu, dan pekerjaan yang mereka geluti.
Sikap dasar itulah yang lantas menjadi acuan
pemilihan nama kandidat yang muncul, yang menonjol oleh kegilaan kerja (workable), yang menyikapi pekerjaan dan
tanggung jawabnya sebagai jati diri, yang jauh dari sikap menghaki ilmu sebagai
milik, tetapi merasa perlu dibagi kepada publik untuk memperoleh pengujian dan
pengesahan. Berbagi gagasan dan informasi, berbagi saling mencerahkan.
Proses pemilihan lebih rumit, tidak lagi
hanya berdasarkan kontribusi sebagai kontributor atau narasumber. Kriteria
meluas ke mereka yang dinilai bertahun-tahun metekut—tekun bekerja dalam bidang
dan tanggung jawab masing-masing.
Roh Asketisme Intelektual
Salah satu nuansa yang menjadi roh kerja
intelektualitas lagi-lagi yang muncul adalah asketisme intelektual, metafora
yang dikemukakan begawan ilmu sejarah Prof Sartono Kartodirdjo (almarhum).
Asketisme yang telah ditunjukkan para bapak
bangsa, menurut Sartono, merupakan salah satu etos bangsa selain nilai
Pancasila. Etos ini senantiasa aktual, fondasi dan persyaratan
kemajuan—dipertegas di antaranya oleh hasil penelitian para ahli di Universitas
Harvard tahun 1999; pemikir besar, seperti Gunnar Myrdall; ataupun nama besar
Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, Mohamad Natsir, Mohamad
Roem, dan IJ Kasimo.
Roh asketisme intelektual memperoleh
penekanan dibandingkan dengan sebelumnya sehingga terpilih penulis resep
makanan ”Nyonya Rumah”, Ny Julie Sutardjana (90); Surono (57) atau Mbah
Rono—ketika Gunung Merapi meletus tahun 2010 namanya tidak kalah populer
daripada Mbah Maridjan (almarhum); Daoed Joesoef (85); Mochtar Pabottingi (66);
dan Mona Lohanda (64), peneliti di Arsip Nasional Republik Indonesia yang hasil
ketekunannya soal Batavia tak akan dilewatkan para pemerhati Jakarta kuno.
Merekalah lima penerima Penghargaan
Cendekiawan Berdedikasi 2012 yang diberikan dalam rangka 47 tahun Kompas sejak
2008—setiap tahun diberikan kepada lima orang—thanksgiving bagi para penekun asketisme intelektual penuh dedikasi
Indonesia. ●
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
BalasHapusSistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif :
arena-domino.club
arena-domino.vip
100% Memuaskan ^-^