Pendekatan
Pembangunan Sosial
Haryono
Suyono ; Mantan Menko Kesra dan Taskin
Sumber :
SUARA KARYA, 25 Juni 2012
Berbagai krisis yang melanda dunia dewasa ini sebenarnya telah
lama diduga. Salah satu sebab yang menonjol adalah adanya pendekatam pembangunan
yang kurang tepat dan berdampak pada dukungan pada penanganan masalah
kesejahteraan sosial secara keliru. Kekeliruan yang terjadi untuk masa yang
lama berakibat pada makin membengkaknya penggunaan anggaran yang tidak
produktif. Pembengkakan itu disebabkan oleh dukungan pemerintah pada kaum miskin
atau disabilitas tidak diimbangi sumbangan kekuatan pembangunan yang sepadan,
lebih-lebih dukungan pemberdayaan kepada para penyandang masalah sosial yang
selalu ketinggalan atau secara tidak sengaja tertinggal, atau justru sengaja
ditinggalkan dalam upaya pemberdayaan.
Pada masa jayanya, di negara-negara yang menganut pendekatan charity tersebut, terutama pada saat
penduduk yang memerlukan dukungan masih terbatas, pengeluaran untuk mendukung
penduduk yang mengalami disabilitas, atau cacat, relatif kecil dan bisa diatasi
dengan pajak atau pendapatan negara lain dalam jumlah yang memadai. Namun, pada
saat kebutuhan penduduk dengan disabilitas jumlahnya makin membengkak dengan
tingkat kebutuhan yang makin membesar, otomatis kebutuhan dana untuk itu
membengkak dan sukar diatasi dengan pajak atau pendapatan lain yang
diperebutkan untuk keperluan pembangunan lainnya. Akibatnya, pemenuhan
kebutuhan selalu lebih rendah dari kebutuhannya.
Beberapa negara berusaha mengubah pendekatan tersebut melalui
pemenuhan hak-hak asasi manusia (HAM) dan pilihan yang lebih demokratis di luar
jalur charity. Pengenalan pendekatan
ini sukar dilakukan karena kebiasaan yang telah berurat-berakar atau memerlukan
waktu lama untuk sosialisasi yang memadai. Salah satu masalah adalah bahwa
sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang biasa menghasilkan tenaga untuk
merumuskan kebijakan sosial serta memberikan pelayanan sosial tidak siap, atau
belum biasa memberikan pelayanan melalui model baru tersebut.
Model baru ini mengandalkan pada upaya advokasi secara horizontal
dengan menyebarluaskan ajakan bergotong-royong antar-pengambil peran
pembangunan. Di samping itu secara ketat mengajak para pengambil kebijakan bisa
bergotong-royong secara serentak dan terpadu mengambil sasaran yang sama untuk
pemberdayaan. Lebih dari itu, diperlukan kegiatan komunikasi, informasi dan
edukasi secara gegap gempita serta pelayanan pemberdayaan yang sangat tinggi
agar setiap keluarga, utamanya keluarga miskin dan termarginal, tidak merasa
ditinggalkan, tetapi justru dijadikan sasaran utama, dan dengan semangat yang
tinggi diberikan dukungan untuk mengikuti proses pemberdayaan dengan tekun dan
tuntas.
Perubahan paradigma itu akan mulai segera diterapkan di Indonesia
dalam program Asuransi Kesehatan dalam kerangka program BPJS yang UU dan
peraturannya telah disahkan oleh pemerintah. Pelaksanaan upaya pemeliharaan
kesehatan secara nasional rencananya akan dimulai pada tahun 2014 mendatang. Upaya
ini bisa dianggap rawan karena pemerintah tampaknya belum satu tekad. Di banyak
kesempatan, pemerintah, utamanya para bupati/walikota atau gubernur, dalam
kampanyenya selalu menyatakan bahwa kesehatan untuk rakyat akan diberikan
secara cuma-cuma. Dalam banyak kesempatan, demi menarik simpati para pemilih
kepala daerah, justru dijanjikan promise
yang bertentangan dengan kebijakan baru itu. Lebih-lebih UU menyatakan bahwa
setiap penduduk diharapkan 'membeli perlindungan' atau 'pelayanan kesehatan'
melalui Asuransi Kesehatan yang bagi keluarga miskin bisa dibantu.
Untuk membahas berbagai kebutuhan tenaga dalam suasana banyak
negara memerlukan arahan baru tentang kebijakan sosial yang tepat untuk era
pembangunan sekarang ini, Senin (25/ 6) pagi, Indonesia menjadi tuan rumah
suatu pertemuan internasional yang sangat penting, yang secara lugas akan
membicarakan perubahan paradigma pelayanan kesejahteraan sosial itu dari
berbagai demensinya.
Pertemuan itu secara luas membicarakan berbagai bentuk kebijakan
sosial yang tepat untuk berbagai negara berkembang, pelayanan sosial yang bisa
memenuhi kebutuhan rakyat serta peranan pekerja sosial dalam dunia yang makin
dewasa, dunia yang struktur penduduknya makin menua, makin urban dan tingkat
pendidikannya makin tinggi.
Dunia yang tingkat pertumbuhan ekonominya makin membesar tetapi
tingkat kesenjangan antara si kaya dan si miskin makin membengkak. Dunia yang
makin modern tetapi makin mempersulit kehidupan penduduk miskin atau penduduk
yang termarginal. Dunia yang memberikan dorongan persaingan antar manusia, laki
dan perempuan, tua dan muda, bahkan mendorong persaingan antar sahabat atau
dunia yang menghilangkan jiwa gotong-royong dan menggantinya menjadi dunia
penuh kedengkian dan saling mematikan.
Salah satu konsep yang akan disajikan adalah pendekatan
pembangunan sosial dengan tiga demensi menurut UU Nomor 11 Tahun 2001, yang
secara tegas menambahkan penanganan keluarga dan penduduk yang sangat miskin
dan termarginal yang sekarang ini sudah dilakukan dengan baik, dengan dukungan
pemerintah pada dua demensi baru, yaitu pemberdayaan dan perlindungan sosial.
Dalam proses pemberdayaan ditawarkan upaya untuk menyegarkan
kembali jiwa gotong-royong pada tingkat akar rumput dengan membentuk pos
pemberdayaan keluarga (Posdaya) di setiap desa dan dukuh, di mana keluarga
miskin dan kaya diajak menghidupkan kembali semangat gotong-royong dalam upaya
mengentaskan kemiskinan dan membangun kemandirian. Dalam perlindungan sosial
dikembangkan upaya gotong-royong untuk memberikan perlindungan kesehatan dan
sosial lainnya dengan semangat wirausaha yang sifatnya mandiri sesuai budaya
bangsa yang tercermin dalam Pancasila untuk kemajuan bersama. Insya Allah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar