Rabu, 13 Juli 2022

 

Bagaimana Wabah PMK Meluas Akibat Lemahnya Karantina

Aisha Shaidra :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 2 Juli 2022

 

 

                                                           

DENGAN tegas Muhammad Munawaroh menyatakan penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) sudah terlambat. Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) itu mengeluarkan pernyataan tersebut dalam rapat di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada Kamis, 23 Juni lalu, setelah melihat wabah PMK kian menggila dalam waktu kurang dari dua bulan.

 

Munawaroh juga menyoroti peralihan penanganan PMK dari Kementerian Pertanian ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana. BNPB mengkoordinasi Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku yang terdiri atas berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pertanian.

 

Tugas Satgas Penanganan PMK bermacam-macam, dari mengobati hewan yang terinfeksi hingga menjalankan vaksinasi. "Satgas ini harus bisa membawa Indonesia kembali bebas dari PMK. Saya tahu ini tidak mudah," kata Munawaroh kepada Tempo, Jumat 1 Juli lalu.

 

Menurut Munawaroh, perlu waktu lima tahun dan dana besar untuk mengembalikan status Indonesia bebas PMK. Dia mengaku siap menerjunkan dokter hewan anggota PDHI dalam pemberantasan PMK.

 

Dalam rapat online bersama Kementerian Sekretaris Negara pada 8 Mei lalu, PDHI memaparkan beberapa langkah penanganan wabah, seperti pembatasan lalu lintas ternak, penutupan daerah wabah, dan vaksinasi. PDHI pun menjelaskan masih kurang memadainya struktur kelembagaan kesehatan hewan, termasuk lemahnya sistem karantina.

 

PDHI juga mendapatkan sejumlah temuan dari daerah. Munawaroh bercerita, hampir setiap hari dia menerima video tentang kematian ternak akibat PMK sejak April lalu. Dia menyesalkan respons Kementerian Pertanian yang terlambat menetapkan status wabah di sejumlah daerah.

 

Padahal status daerah wabah sangat penting untuk membatasi lalu lintas ternak dan mencegah penyebaran virus PMK. Presiden Joko Widodo pun sudah mengeluarkan instruksi karantina atau lockdown dalam rapat kabinet terbatas pada 9 Mei lalu. "Karena tidak dilaksanakan, akhirnya timbul kesulitan," ujar Munawaroh.

 

Kekhawatiran juga diungkapkan Ketua III PDHI Bonifasius Suli Teruli. Dia mengatakan struktur kelembagaan kesehatan hewan kurang memadai, penjagaan di gerbang karantina hewan pun lemah. Lemahnya penjagaan, menurut Suli, didapati di kawasan yang tidak memiliki balai karantina. Walhasil, wilayah-wilayah itu menjadi pintu masuk hewan ilegal yang diduga membawa penyakit berbahaya seperti PMK. "Pintu karantina ini tidak dijaga dengan baik sehingga kebobolan," tutur Suli.

 

Padahal, Suli melanjutkan, lembaga karantina berperan besar sebagai palang pintu untuk mencegah masuknya penyakit berbahaya. “Apalagi perdagangan global yang nyaris tanpa batas berperan dalam penyebaran penyakit," katanya.

 

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari Menteri Pertanian Syah­rul Yasin Limpo. Sedangkan Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemen­terian Pertanian Kuntoro Boga Andri mengatakan sudah berupaya berupaya mengendalikan PMK dengan pendekatan berbasis zona. “Demi mencegah penyebaran virus.” Menurut Kuntoro pemerintah tengah melakukan vaksinasi pada hewan rentan PMK dan membatasi lalu lintas ternak.

 

•••

 

INDIKASI masuknya hewan ilegal akibat lemahnya pengawasan tecermin dalam pernyataan Kementerian Pertanian pada Mei lalu, saat penyakit mulut dan kuku mulai merebak. Saat itu Kementerian Pertanian menyatakan Aphthovirus yang menyebabkan PMK berasal dari domba dan kambing yang masuk secara ilegal dari Malaysia atau Thailand.

 

Pemerintah mencurigai Kepulauan Riau sebagai pintu masuk hewan selundupan ini. Dari Pekanbaru, domba dan kambing ini mungkin dibawa melalui jalur darat ke Lampung. Berbekal surat keterangan kesehatan hewan dari Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur, hewan-hewan ini dibawa melintasi Pelabuhan Bakauheni menuju Jakarta hingga tempat penampungan di Kebumen dan Wonosobo, Jawa Tengah.

 

Tim Kementerian Pertanian kemudian menelusuri peredaran ternak di Wonosobo. Di sana mereka memperoleh informasi bahwa ada kemungkinan hewan selundupan masuk melalui sejumlah daerah di sepanjang garis pantai Sumatera yang berbatasan dengan Malaysia dan Thailand, seperti Sumatera Utara dan Aceh.

 

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyadari tingginya potensi penyebaran virus PMK melalui lalu lintas ternak ilegal di jalur darat ataupun laut. Dia mengatakan selalu ada yang menerobos “jalur tikus” untuk memasukkan hewan secara tidak sah. "Dari sana virus PMK menyebar secara cepat,” ucapnya pada Jumat, 17 Juni lalu.

 

Jalur ternak ilegal juga menjadi sorotan Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat dalam kunjungan kerja ke Jawa Timur beberapa waktu lalu. Ketua Komisi Pertanian Sudin mengatakan penjagaan di tempat karantina hewan sangat lemah dan tidak memadai untuk mengawasi potensi penyebaran penyakit. "Pintu masuk hanya dijaga dua petugas karantina yang hanya dilengkapi dua hand sprayer (penyemprot obat antihama)," kata Sudin dalam rapat bersama Kementerian Pertanian pada Senin, 27 Juni lalu.

 

Kondisi tersebut, menurut Sudin, menunjukkan kurang seriusnya Kementerian Pertanian dalam mencegah dan menangani penyebaran PMK. Dia juga sempat mencecar perwakilan Kementerian Pertanian dengan pertanyaan mengenai asal-usul virus PMK untuk memastikan vaksin yang akan digunakan. "Bagaimana mau tahu vaksinnya kalau asal-muasalnya tidak tahu?” tuturnya.

 

Kementerian Pertanian baru mengungkapkan temuan Aphthovirus serotipe O dengan strain HIND2001 yang diduga menyebabkan wabah PMK. Temuan ini diungkapkan di Laboratorium Pusat Veteriner Farma Surabaya pada 11 Mei lalu. Tipe ini, menurut Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Nasrullah, merupakan tipe umum yang tersebar di Asia Tenggara.

 

Temuan itu lantas dimintakan konfirmasi kepada lembaga riset asal Inggris, Pirbright Institute. Berbeda dengan dugaan sebelumnya, sumber Tempo di Kementerian menyebutkan kemungkinan besar virus PMK menular pertama kali di Aceh. "Setelah dikirim ke laboratorium referensi PMK di Inggris bisa ditelusuri spesimen DNA yang tertua adalah yang berasal dari Aceh," ucapnya.

 

Indonesia telah melaporkan kasus PMK yang terjadi sejak 14 April 2022 kepada Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Dalam berkas “Pemberitahuan Segera” bertanggal 9 Mei 2022, pemerintah menyatakan penanganan kasus ini sedang berjalan dan perkembangannya akan dilaporkan setiap pekan. Pemerintah belum bisa memastikan sumber infeksi, tapi vaksinasi akan menjadi tindakan utama. Indonesia juga telah mengirim sampel ke laboratorium referensi OIE untuk menentukan strain virus sebagai acuan pembuatan vaksin.

 

Kepala BNPB sekaligus Ketua Satuan Tugas Penanganan PMK Suhariyanto mengatakan akan menjalankan pendekatan seperti saat menangani pandemi Covid-19. Pada tahap pencegahan, satgas akan mengetes hewan yang dicurigai terinfeksi PMK. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/166329/bagaimana-wabah-pmk-meluas-akibat-lemahnya-karantina

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar