Mengapa Pemerintah
Kalang Kabut Menangani Wabah PMK Retno Sulistyowati : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 2
Juli
2022
ZAINAL Abidin mengirim
sekitar enam ratus sapi dari Pelabuhan Tenau, Kupang, Nusa Tenggara Timur,
langsung ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Padahal sebelumnya dia
selalu mengapalkan sapi-sapi itu dari Tenau ke Pelabuhan Tanjung Perak,
Surabaya, untuk kemudian dibawa dengan truk ke Ibu Kota. Zainal mengambil
jalan tak biasa itu lantaran khawatir sapinya tertular virus penyakit kuku
dan mulut (PMK) yang sedang mewabah di Jawa Timur. Selain menghindari wabah
PMK, Zainal kapok karena kebijakan lalu lintas hewan di Jawa Timur kian
semrawut sejak pagebluk ini merajalela. “Dinas peternakan bilang A, Badan
Karantina ngomong B. Enggak ketemu,” kata peternak dan pedagang sapi ini
kepada Tempo, Kamis, 30 Juni lalu. Zainal, pengusaha asal
Surabaya yang memiliki peternakan sapi di Nusa Tenggara Timur, juga mengeluhkan
aturan isolasi hewan. Sebelum berangkat pekan lalu, semua sapinya menjalani
karantina 14 hari di Kupang. Dia sebenarnya beruntung karena sebelum mendarat
di Tanjung Priok sebagian sapinya sudah ditawar dan akan dibawa langsung ke
Sumatera. Tapi, Zainal menambahkan,
otoritas mewajibkan sapi-sapi ini kembali masuk karantina di Jakarta,
lagi-lagi selama dua pekan. Dia pun pusing tujuh keliling lantaran sapi itu
seharusnya terjual sebelum Idul Adha yang jatuh pada akhir pekan ini. “Apa
bisa terkejar untuk kurban?” ujarnya, mengeluh. Persoalan karantina hewan
juga dibahas dalam rapat dengar pendapat antara Komisi Pertanian Dewan
Perwakilan Rakyat dan pejabat eselon I Kementerian Pertanian pada Senin, 27
Juni lalu. Ketua Komisi IV Sudin, yang saat itu memimpin rapat,
mempertanyakan mekanisme karantina sapi, seperti dari Nusa Tenggara Timur
yang akan masuk ke Jawa. “Badan Karantina bilang di daerah asal. Berarti NTT
mau kirim barang dikarantina dulu, sampai Surabaya langsung keluar?” Dengan
agak ragu Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono hanya
menjawab, “Iya, benar.” Selain mempermasalahkan
karantina, Sudin mempersoalkan bertambahnya jumlah sapi dan kerbau yang
terjangkit virus PMK, dari 13.965 menjadi 221 ribu (per 22 Juni 2022), dalam
waktu sebulan. Wabah PMK pun meluas ke 19 provinsi dan menyebabkan 1.256
ternak mati. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menilai cara
Kementerian Pertanian dalam menangani wabah PMK cenderung lambat. “Badan
Karantina sangat lemah dalam mencegah penyebaran penyakit,” ucapnya. Sudin kemudian menyinggung
pembentukan Satuan Tugas Penanganan PMK yang akan dipimpin Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Satgas ini mengambil alih komando
penanganan PMK dari Kementerian Pertanian. “Kalau tidak (diambil alih BNPB),
tidak akan berjalan. Tidak sesuai dengan harapan Presiden,” katanya. Sejak awal Presiden Joko
Widodo mewanti-wanti Kementerian Pertanian agar serius dan berhati-hati dalam
menangani wabah PMK. Dalam sidang kabinet di Istana Negara, Jakarta, pada 9
Mei lalu, Jokowi meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melakukan
lockdown atau penguncian wilayah wabah. Jokowi juga meminta pembentukan
satuan tugas. "Sehingga jelas, siapa yang bertanggung jawab.” Jokowi sekali lagi menyinggung
wabah PMK dalam acara “Temu Raya Alumni Program Kartu Prakerja” di Sentul,
Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 17 Juni lalu. Saat itu dia memerintahkan
percepatan vaksinasi ternak. Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara,
tiga hari kemudian, Jokowi meminta wabah PMK ditangani seperti pandemi
Covid-19. “Sudah ada contoh dan cara-caranya. Segera dilaksanakan,” tuturnya. Tiga hari berikutnya,
Jokowi memanggil sejumlah menteri ke Istana Bogor untuk membentuk Satuan
Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku yang dipimpin Kepala BNPB. Menteri
Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut struktur satgas ini
sebagai mirror Satgas Penanganan Covid-19. Pada Jumat, 24 Juni lalu, Komite
Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional
mengeluarkan surat keputusan berisi susunan keanggotaan dan struktur
organisasi Satgas PMK. Bersamaan dengan terbitnya
surat itu, Kepala BNPB Suharyanto mulai bergerak. Dia mengumpulkan semua
gubernur, bupati, wali kota, kepala dinas pertanian, kepala pelaksana badan
penanggulangan bencana daerah tingkat provinsi dan kabupaten, serta para
pejabat eselon I kementerian/lembaga anggota Satgas PMK. Peralihan komando
penanganan wabah PMK tak lepas dari kinerja Kementerian Pertanian. Seorang
pejabat bercerita, Jokowi kecewa terhadap kinerja Kementerian Pertanian dalam
menangani masalah PMK setelah jumlah kasusnya meningkat dan penyebaran wabah
meluas. Menanggapi hal ini, Kepala
Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri mengatakan
keinginan Presiden memperkuat penanganan PMK sangat wajar. “Dalam Satgas PMK,
kami tetap bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi, diperkuat tim dari BNPB,
polisi, dan lembaga lain,” ujarnya pada Sabtu, 2 Juli lalu. ••• SEBANYAK 10 ribu dosis
vaksin Aftopor tiba di Indonesia pada Ahad, 12 Juni lalu. Kepala Biro
Hubungan Masyarakat Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri mengatakan
pengiriman vaksin tahap pertama ini adalah bantuan dari Organisasi Pangan
Dunia (FAO). Empat hari kemudian, kata dia, ada 800 ribu dosis tambahan.
Vaksin ini disediakan oleh PT Boehringer Ingelheim Indonesia, perwakilan
Boehringer Ingelheim Animal Health, Prancis. Menurut Kuntoro, target
pertama vaksinasi adalah ternak dengan nilai ekonomi tinggi, seperti sapi
atau kerbau perah dan sapi bibit. “Saat ini vaksin yang telah didistribusikan
sebanyak 651.700 dosis,” ucapnya. Namun jumlah vaksin ini
masih jauh dari yang dibutuhkan. Selain itu, menurut seorang pakar veteriner
yang mengetahui hal ini, vaksin yang tiba pada Kamis, 16 Juni lalu,
sebenarnya mencapai 3 juta dosis, tapi tak bisa ditebus semuanya. Sebab, dia
melanjutkan, dana yang ada tidak cukup untuk memboyong semuanya. Untuk
kebutuhan itu pun Kementerian Pertanian mendapat dana talangan dari
perusahaan vaksin hewan lokal. Dalam rapat dengar
pendapat dengan Komisi Pertanian DPR, Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah mengatakan 2,2 juta dosis
vaksin belum bisa ditebus karena revisi dan penetapan anggaran belum rampung.
Jika tersedia pun jumlahnya masih jauh dari kebutuhan. Kebutuhan vaksin untuk
dua kali vaksinasi primer dan satu kali booster mencapai 43,66 juta dosis
atau senilai Rp 1,65 triliun. Sekretaris Jenderal
Kementerian Pertanian Kasdi Subagyo mengatakan anggaran vaksin yang telah
disetujui dalam rapat koordinasi terbatas bersama Kementerian Koordinator
Perekonomian adalah Rp 4,66 triliun. Dana tersebut akan diambil dari anggaran
pemulihan ekonomi nasional (PEN). Tapi angka tersebut masih bisa berubah
karena mesti ditinjau oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
"Review itu untuk mendetailkan kegiatan mana yang dianggap kurang atau
lebih. Pada prinsipnya, anggaran sudah disetujui," kata Kasdi. Direktur Jenderal Anggaran
Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata memastikan anggaran vaksinasi sedang
dalam pencairan. “Selain anggaran PEN, pemerintah menjajaki kemungkinan
menggunakan anggaran lain,” ujarnya kepada Tempo. Isa mengatakan vaksin yang
sudah datang dan dibayar bisa segera digunakan. Dengan demikian, dia
menambahkan, bisa diketahui efektivitas tata kelola vaksinasi, termasuk
kecukupan petugasnya. Sekretaris Satgas
Penanganan PMK Elen Setiadi mengatakan penggunaan dana PEN tidak menjadi
persoalan. Sebab, kata dia, pemerintah melihat dana ini dipakai dalam upaya
pemulihan ekonomi akibat wabah PMK. "Wabah PMK apabila tidak ditangani
dapat menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang sangat besar," ucapnya. Kementerian Pertanian
mengusulkan lima jenis pendanaan dalam program vaksinasi PMK. Pembagiannya
adalah pengadaan vaksin dan sarana pendukung Rp 2,83 triliun, kegiatan
vaksinasi Rp 866,27 miliar, pendataan ternak Rp 570,09 miliar, bantuan
penggantian ternak Rp 225 miliar, serta penanganan dan pencegahan penyebaran
PMK Rp 159,52 miliar. Salah satu yang bakal
berubah adalah dana penggantian 15 ribu ternak yang tertular PMK. Dana
penggantian ternak akan berkurang dari Rp 15 juta menjadi Rp 10 juta per ekor
sehingga totalnya Rp 150 miliar. Sedangkan vaksin yang
sudah tersedia akan disebar ke 359 lokasi. Kepala BNPB Suharyanto mengatakan
distribusi vaksin telah berjalan sejak Kamis, 23 Juni lalu, lebih cepat dua
hari dari jadwal awal. Vaksinasi akan berlangsung di 316 kabupaten/kota di 19
provinsi. “Kita selamatkan hewan ternak yang masih sehat agar tidak tertular,"
tuturnya. Vaksinasi melibatkan
18.427 petugas yang terdiri atas dokter hewan, penyuluh veteriner, dan
mahasiswa kedokteran hewan. Targetnya, vaksinasi selesai sebelum Idul Adha. ••• RENCANA pemerintah pusat
sepintas tampak manis. Namun, di lapangan, para petugas mengeluhkan minimnya
vaksin yang mereka peroleh. Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, misalnya,
vaksin yang tersedia hanya cukup untuk 1-2 persen dari total populasi sapi
sebanyak 258.563 ekor. Sebagai solusi, fungsional
medik veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, Indra
Firmansyah, memprioritaskan daerah tertentu. Misalnya Kecamatan Tambakrejo,
“Yang menjadi sentra pengembangan pedet (sapi anakan).” Keluhan senada diungkapkan
Pemerintah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di sana, sapi yang terjangkit PMK
sebanyak 2.800 dan 20 sapi mati. Populasi sapi mencapai 117.889 ekor di 141
desa, tapi vaksin cuma tersedia untuk 7.000 ekor. "Awalnya kami hanya
dapat 600 dosis. Setelah kami protes, vaksin ditambah menjadi 7.000,"
kata medik veteriner ahli madya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Lamongan, Rahendra. Rahendra mengatakan
lembaganya harus berupaya ekstra untuk mendapatkan vaksin. Pada saat yang
sama, petugas berupaya mengedukasi peternak mengenai kebersihan kandang,
vitamin dan obat, juga cara penyemprotan disinfektan ke kandang ataupun
peternak. "Kami membuka pos penanganan wabah PMK di perbatasan
antarkabupaten.” Di tengah kerepotan ini,
kondisi peternak kian memprihatinkan. Termasuk peternakan sapi perah di
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di Kecamatan Ngantang, kasus PMK menyebar di 13
desa. Dari 17.800 sapi perah, sebanyak 8.624 terinfeksi. “Sebanyak 273 ekor
mati,” ucap Sugiono, Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Sumber Makmur, Ngantang. Dampaknya, produksi susu
segar merosot dari 104 ton menjadi 46 ton per hari. Omzet KUD Sumber Makmur
pun anjlok dari Rp 18,6 miliar menjadi Rp 10,2 miliar. Setiap hari, kata
Sugiono, sebanyak 5.300 liter susu masuk kategori residu karena tercemar
antibiotik dan obat-obatan. KUD terpaksa membeli susu residu tersebut seharga
Rp 6.000 per liter supaya peternak tidak merugi. Walhasil, setiap bulan KUD
merugi Rp 954 juta. “Susu residu dibuang, tak layak dikonsumsi,” ujarnya. Sedangkan Asosiasi
Industri Pengolahan Susu (AIPS) harus membeli obat, vitamin, dan pakan
khusus. Ketua Pelaksana Harian AIPS Sonny Effendhi menjelaskan, sapi yang
sakit dan tidak bisa makan rumput harus diberi pakan spesial berupa campuran
bubur, telur, dan madu. Karena pakan spesial itu, biaya naik dari biasanya Rp
3.200 menjadi Rp 10 ribu per kilogram. Dalam sehari, sapi membutuhkan 40
kilogram pakan. “Biaya produksi berlipat ganda, produksi susu menyusut,”
tuturnya. Di tengah repotnya
menghadapi wabah PMK, kata Sonny, perusahaan anggota AIPS harus saweran. Dana
yang terkumpul sebesar Rp 750 juta diberikan ke sentra peternakan di Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Agar produksi susu kembali normal,
sebanyak 12-13 liter, dibutuhkan waktu dan biaya untuk membeli pakan yang
baik. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar