Selasa, 09 Maret 2021

 

Peranan Perempuan dalam Pemulihan Ekonomi Indonesia

 Satu Kahkonen ; Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste

                                                        KOMPAS, 08 Maret 2021

 

 

                                                           

Perekonomian Indonesia sedang berubah dan memberikan kesempatan yang lebih luas dan lebih baik kepada perempuan. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara yang tingkat penghasilannya serupa, kemungkinan perempuan di Indonesia untuk berpartisipasi dalam perekonomian masih sedikit lebih kecil.

 

Di Indonesia, perempuan usia kerja yang aktif dalam angkatan kerja hanya 54 persen dibandingkan dengan laki-laki usia kerja yang mencapai 82 persen. Yang mungkin lebih menarik adalah angka ini relatif stagnan selama 20 tahun terakhir.

 

Fakta bahwa lebih banyak perempuan tidak bekerja di Indonesia menimbulkan tanda tanya, khususnya karena ada kemajuan tingkat pendidikan dan penurunan tingkat fertilitas. Jika dilihat dari nilai ujian sekolah, anak perempuan saat ini setara dengan atau melampaui anak laki-laki di setiap jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi.

 

Akan tetapi, hal tersebut belum menghasilkan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik bagi perempuan. Dan, meskipun terdapat penurunan angka fertilitas, kebanyakan perempuan keluar dari pasar tenaga kerja setelah menikah. Banyak dari mereka yang keluar, tidak bekerja kembali.

 

Karena dua pertiga dari jumlah penduduk perempuan Indonesia saat ini merupakan kelompok usia produktif 15-64 tahun, ada potensi yang sangat besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan menghapuskan rintangan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam perekonomian.

 

Misalnya, jika Indonesia dapat meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan sebanyak 25 persen saja pada 2025, hal itu dapat menghasilkan tambahan aktivitas ekonomi senilai 62 miliar dollar AS (sekitar Rp 890 triliun) dan menambah produk domestik bruto (PDB) 2,9 persen.

 

Perempuan amat terdampak pandemi Covid-19. Banyak perempuan di Indonesia dan di tingkat global bekerja di sektor rentan, seperti ritel, perhotelan, atau industri garmen, dan mereka harus kehilangan pekerjaan dan mengalami pengurangan jam kerja secara signifikan sejak awal pandemi.

 

Bahkan, ada lebih banyak perempuan yang menjadi pekerja informal di mana dampak pandemi terhadap mereka sulit diidentifikasi, padahal akses mereka ke sistem bantuan sosial terbatas.

 

Selain itu, perempuan sering juga menjadi yang terakhir untuk mendapatkan kembali peluang ekonomi. Setelah krisis keuangan Asia, angka pengangguran perempuan tetap berada beberapa poin persentase di atas angka pengangguran laki-laki selama hampir satu dekade.

 

Hasil kajian Bank Dunia pasca-gempa bumi di Sulawesi menunjukkan bahwa setelah kesempatan kerja tersedia kembali, yang pertama mendapatkannya adalah laki-laki.

 

Apabila program-program pemulihan ekonomi dilaksanakan secara ”buta jender”, mungkin ketertinggalan perempuan akan semakin jauh.

 

Apa yang dapat kita lakukan?

 

Pemanfaatan kemampuan perempuan dan peningkatan partisipasi mereka dalam perekonomian dapat menjadi kebijakan ekonomi yang cerdas untuk pemulihan.

 

Penekanan pada keterampilan dan penciptaan pekerjaan yang memanfaatkan angkatan kerja perempuan di Indonesia tidak hanya akan mendukung pertumbuhan jangka pendek yang lebih besar, tetapi juga akan memastikan bahwa investasi untuk modal manusia direalisasikan sepenuhnya. Hal tersebut dapat difokuskan pada bidang-bidang berikut ini.

 

Pertama, upaya untuk mendukung kemajuan Indonesia dalam mengatasi kesenjangan di pasar tenaga kerja dapat mencakup penanganan faktor hukum, sosial-budaya, dan ekonomi yang membuka kesempatan bagi perempuan berpartisipasi dalam perekonomian.

 

Misalnya, kesenjangan upah bagi perempuan mencapai 30 persen di sektor formal, bahkan sampai 50 persen di sektor informal, di mana sebagian besar ketimpangan tersebut disebabkan praktik-praktik diskriminatif.

 

Upaya mengurangi kesenjangan jender seperti ini dapat membantu mempertahankan perempuan dalam angkatan kerja, meningkatkan produktivitas, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

 

Kedua, memperlakukan pelayanan pengasuhan anak sebagai infrastruktur yang penting. Investasi yang lebih banyak dan lebih baik untuk pendidikan anak usia dini juga dapat mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja.

 

Analisis terbaru Bank Dunia di Indonesia memperlihatkan bahwa setiap penambahan sarana prasekolah negeri untuk 1.000 anak meningkatkan lapangan kerja bagi kaum ibu sebesar 13 persen.

 

Maka, memberikan akses yang lebih baik kepada lebih banyak ibu untuk mendapatkan pelayanan penitipan anak (childcare) yang mereka percayai merupakan pilihan kebijakan yang baik bagi Indonesia.

 

Hal itu juga mendatangkan manfaat positif tambahan bagi kesejahteraan dan perkembangan anak sehingga menjadi solusi yang menguntungkan bagi semua pihak.

 

Terakhir, Indonesia telah mempunyai jaringan perempuan pengusaha yang dinamis. Meskipun jumlahnya besar dan terus bertambah di Indonesia, perempuan yang bekerja secara mandiri tersebut masih menjalankan usaha yang lebih kecil dan kurang produktif dibandingkan dengan laki-laki. Namun, keadaan bisa berubah.

 

Pemanfaatan perangkat keuangan digital, integrasi produk-produk keuangan dengan jasa-jasa pendukung teknis, dan pencarian alternatif untuk persyaratan agunan kredit dapat membantu mendorong pertumbuhan dan penciptaan pekerjaan.

 

Di Indonesia telah banyak perempuan tangguh dengan posisi sebagai pemimpin, dan Indonesia sudah berada pada jalur yang benar dengan tetap mengakui dan menerima peranan penting perempuan dalam pembangunan bangsa sebagaimana yang sudah berjalan selama ini.

 

Ke depan, upaya untuk mengatasi kesenjangan jender lebih lanjut tidak hanya merupakan hal benar untuk dilakukan perempuan, tetapi juga menjadi kebijakan yang baik untuk mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar