Peranan
Perempuan dalam Pemulihan Ekonomi Indonesia Satu Kahkonen ; Country Director Bank Dunia untuk
Indonesia dan Timor Leste |
KOMPAS,
08 Maret
2021
Perekonomian Indonesia sedang berubah dan
memberikan kesempatan yang lebih luas dan lebih baik kepada perempuan. Namun,
jika dibandingkan dengan negara-negara yang tingkat penghasilannya serupa,
kemungkinan perempuan di Indonesia untuk berpartisipasi dalam perekonomian
masih sedikit lebih kecil. Di Indonesia, perempuan usia kerja yang
aktif dalam angkatan kerja hanya 54 persen dibandingkan dengan laki-laki usia
kerja yang mencapai 82 persen. Yang mungkin lebih menarik adalah angka ini
relatif stagnan selama 20 tahun terakhir. Fakta bahwa lebih banyak perempuan tidak
bekerja di Indonesia menimbulkan tanda tanya, khususnya karena ada kemajuan
tingkat pendidikan dan penurunan tingkat fertilitas. Jika dilihat dari nilai
ujian sekolah, anak perempuan saat ini setara dengan atau melampaui anak
laki-laki di setiap jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi. Akan tetapi, hal tersebut belum
menghasilkan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik bagi
perempuan. Dan, meskipun terdapat penurunan angka fertilitas, kebanyakan
perempuan keluar dari pasar tenaga kerja setelah menikah. Banyak dari mereka
yang keluar, tidak bekerja kembali. Karena dua pertiga dari jumlah penduduk
perempuan Indonesia saat ini merupakan kelompok usia produktif 15-64 tahun,
ada potensi yang sangat besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan
menghapuskan rintangan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam
perekonomian. Misalnya, jika Indonesia dapat meningkatkan
partisipasi angkatan kerja perempuan sebanyak 25 persen saja pada 2025, hal
itu dapat menghasilkan tambahan aktivitas ekonomi senilai 62 miliar dollar AS
(sekitar Rp 890 triliun) dan menambah produk domestik bruto (PDB) 2,9 persen. Perempuan amat terdampak pandemi Covid-19.
Banyak perempuan di Indonesia dan di tingkat global bekerja di sektor rentan,
seperti ritel, perhotelan, atau industri garmen, dan mereka harus kehilangan
pekerjaan dan mengalami pengurangan jam kerja secara signifikan sejak awal
pandemi. Bahkan, ada lebih banyak perempuan yang
menjadi pekerja informal di mana dampak pandemi terhadap mereka sulit
diidentifikasi, padahal akses mereka ke sistem bantuan sosial terbatas. Selain itu, perempuan sering juga menjadi
yang terakhir untuk mendapatkan kembali peluang ekonomi. Setelah krisis
keuangan Asia, angka pengangguran perempuan tetap berada beberapa poin
persentase di atas angka pengangguran laki-laki selama hampir satu dekade. Hasil kajian Bank Dunia pasca-gempa bumi di
Sulawesi menunjukkan bahwa setelah kesempatan kerja tersedia kembali, yang
pertama mendapatkannya adalah laki-laki. Apabila program-program pemulihan ekonomi
dilaksanakan secara ”buta jender”, mungkin ketertinggalan perempuan akan
semakin jauh. Apa
yang dapat kita lakukan? Pemanfaatan kemampuan perempuan dan
peningkatan partisipasi mereka dalam perekonomian dapat menjadi kebijakan
ekonomi yang cerdas untuk pemulihan. Penekanan pada keterampilan dan penciptaan
pekerjaan yang memanfaatkan angkatan kerja perempuan di Indonesia tidak hanya
akan mendukung pertumbuhan jangka pendek yang lebih besar, tetapi juga akan
memastikan bahwa investasi untuk modal manusia direalisasikan sepenuhnya. Hal
tersebut dapat difokuskan pada bidang-bidang berikut ini. Pertama, upaya untuk mendukung kemajuan
Indonesia dalam mengatasi kesenjangan di pasar tenaga kerja dapat mencakup
penanganan faktor hukum, sosial-budaya, dan ekonomi yang membuka kesempatan
bagi perempuan berpartisipasi dalam perekonomian. Misalnya, kesenjangan upah bagi perempuan
mencapai 30 persen di sektor formal, bahkan sampai 50 persen di sektor
informal, di mana sebagian besar ketimpangan tersebut disebabkan
praktik-praktik diskriminatif. Upaya mengurangi kesenjangan jender seperti
ini dapat membantu mempertahankan perempuan dalam angkatan kerja,
meningkatkan produktivitas, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kedua, memperlakukan pelayanan pengasuhan
anak sebagai infrastruktur yang penting. Investasi yang lebih banyak dan
lebih baik untuk pendidikan anak usia dini juga dapat mempunyai dampak
positif yang signifikan terhadap partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja. Analisis terbaru Bank Dunia di Indonesia
memperlihatkan bahwa setiap penambahan sarana prasekolah negeri untuk 1.000
anak meningkatkan lapangan kerja bagi kaum ibu sebesar 13 persen. Maka, memberikan akses yang lebih baik
kepada lebih banyak ibu untuk mendapatkan pelayanan penitipan anak
(childcare) yang mereka percayai merupakan pilihan kebijakan yang baik bagi
Indonesia. Hal itu juga mendatangkan manfaat positif
tambahan bagi kesejahteraan dan perkembangan anak sehingga menjadi solusi
yang menguntungkan bagi semua pihak. Terakhir, Indonesia telah mempunyai
jaringan perempuan pengusaha yang dinamis. Meskipun jumlahnya besar dan terus
bertambah di Indonesia, perempuan yang bekerja secara mandiri tersebut masih
menjalankan usaha yang lebih kecil dan kurang produktif dibandingkan dengan
laki-laki. Namun, keadaan bisa berubah. Pemanfaatan perangkat keuangan digital,
integrasi produk-produk keuangan dengan jasa-jasa pendukung teknis, dan
pencarian alternatif untuk persyaratan agunan kredit dapat membantu mendorong
pertumbuhan dan penciptaan pekerjaan. Di Indonesia telah banyak perempuan tangguh
dengan posisi sebagai pemimpin, dan Indonesia sudah berada pada jalur yang
benar dengan tetap mengakui dan menerima peranan penting perempuan dalam
pembangunan bangsa sebagaimana yang sudah berjalan selama ini. Ke depan, upaya untuk mengatasi kesenjangan
jender lebih lanjut tidak hanya merupakan hal benar untuk dilakukan
perempuan, tetapi juga menjadi kebijakan yang baik untuk mempercepat
pemulihan ekonomi Indonesia. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar