Masa
Depan Relasi Bank dan Tekfin Munawar Kasan ; Deputi Direktur di Otoritas Jasa
Keuangan |
KOMPAS,
19 Maret
2021
Awalnya, banyak orang menganggap kehadiran
industri teknologi finansial/tekfin (financial technology/fintech) menjadi
ancaman bagi industri perbankan. Kenyataannya tidak demikian. Industri tekfin
justru jadi pendorong akselerasi perbankan menuju digitalisasi. Survei global UBS (Juli 2016) mengonfirmasi
38 persen perbankan melakukan kerja sama dengan tekfin. Hasil riset Suprun,
Petrishina, dan Vasylchuk (2020) juga menyatakan bahwa lembaga keuangan
tradisional dan tekfin tidak ditakdirkan bersaing, tetapi bekerja sama. Industri tekfin berjenis peer-to-peer
lending (P2PL) atau pinjaman daring memiliki kesamaan dengan perbankan, yakni
memberikan pinjaman. Perbedaannya, posisi perusahaan P2PL hanya sebagai
platform. Uang yang dipinjamkan adalah milik pemberi pinjaman (lender) yang
tidak masuk dalam perhitungan aset platform P2PL. Risiko kredit ada pada
lender, berbeda dengan transaksi kredit di perbankan. Sejak diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
akhir tahun 2016, industri P2PL berkembang sangat pesat. Tiap tahun,
pertumbuhannya sangat tinggi. Tahun 2020, penyaluran pinjaman Rp 74,41
triliun (naik 26,47 persen year on year). Kehadiran industri P2PL adalah untuk turut
menambal kesenjangan kebutuhan pendanaan yang tak dapat dipenuhi industri
keuangan tradisional. Alasan lain adalah banyaknya UMKM yang tidak mampu
mengakses perbankan (unbankable). Pangsa pasar P2PL berbeda dengan bank. Dua alasan historis ini menjustifikasi
bahwa P2PL bukan pesaing bank. Dalam dua tahun terakhir, marak tumbuh kerja
sama antara P2PL dan perbankan. Platform P2PL memiliki kekhususan keahlian dalam
penyaluran pinjaman ke masyarakat bawah. Di sisi lain, bank butuh menyalurkan
kredit ke UMKM. Dengan memanfaatkan kemampuan platform P2PL
dalam melakukan credit scoring menggunakan kecerdasan buatan (artificial
intelligence), bank dapat lebih percaya diri dan penyaluran kreditnya lebih
cepat. Bagi platform P2PL, posisi bank sebagai lender membantu mempercepat
penyaluran pinjaman tanpa harus menunggu terkumpulnya dana pinjaman dari
lender publik. Hingga akhir 2020 tercatat ada 77 rekening
lender perbankan di platform P2PL Indonesia. Nilai pinjaman yang disalurkan
mencapai Rp 1,46 triliun. Semua transaksi P2PL tersebut menggunakan fasilitas
yang disediakan perbankan, yakni akun virtual dan escrow account. Dengan jumlah akun pengguna P2PL sebanyak
44,28 juta, sebagian adalah konsumen baru di akun perbankan. Secara tidak langsung, perbankan juga sudah
terlibat dalam bisnis P2PL. Melalui beberapa anak usahanya berupa modal
ventura, beberapa perbankan telah menjadi pemegang saham platform P2PL. Tren
kolaborasi Fase awal kolaborasi kedua industri
ditandai dengan penggunaan fasilitas perbankan untuk transaksi P2PL, posisi
perbankan sebagai lender, dan dukungan modal melalui anak usaha bank (modal
ventura). Ke depan akan banyak hal yang bisa
dikolaborasikan. Keduanya mendapatkan nilai tambah yang diarahkan pada
perluasan pangsa pasar dan pemanfaatan potensi secara optimal. Pertama, pelimpahan kebutuhan pinjaman ke
bank. Ketika UMKM berhasil naik kelas, platform P2PL tak lagi mampu mendanai
kebutuhannya yang membesar karena pinjaman platform P2PL dibatasi maksimum Rp
2 miliar. UMKM akan mencari pendanaan (tambahan) ke perbankan. Rekam jejak
UMKM di industri P2PL menjadi informasi berharga bagi bank untuk menyalurkan
kreditnya secara langsung. Kedua, pemanfaatan data kualitas
kredit/pinjaman. Industri perbankan dan industri jasa keuangan lain sudah
memanfaatkan data kualitas kredit. Industri P2PL memiliki data pinjaman yang
unik, yakni tenor pinjaman pendek, transaksi sering dan berulang, dan
nilainya kecil. Data riil peminjam dari kalangan masyarakat
bawah ada di industri P2PL. Ke depan perlu diarahkan untuk saling
memanfaatkan data untuk memperkaya data industri keuangan. Tentu saja harus
tunduk pada peraturan OJK dan ketentuan perlindungan data pribadi.
Pemanfaatan basis data ini akan meningkatkan kualitas penyaluran
kredit/pinjaman pada industri masing-masing. Ketiga, platform P2PL dan perbankan dapat
saling memanfaatkan ekosistem mereka. Kesuksesan platform P2PL sangat
ditentukan oleh seberapa mampu mereka mengeksplorasi ekosistem. Di sisi lain,
perbankan dapat memanfaatkan P2PL untuk memperluas basis konsumen melalui
model referral. Pangsa pasar lebih luas akan lebih mudah
diciptakan oleh kedua industri melalui optimalisasi pemanfaatan ekosistem. Menurut
McKinsey (2020), sebanyak 30 persen pendapatan global di tahun 2025 bakal
dibangkitkan dari ekosistem. Bagi platform P2PL, kolaborasi dengan bank
akan menaikkan reputasi dan kepercayaan publik. Keahlian dalam pemberian
kredit dan kehati-hatian industri perbankan juga dapat ditularkan ke industri
P2PL pada level tertentu. Industri perbankan yang lekat dengan pendekatan
prudensial tentu harus terus mengefektifkan manajemen risiko dalam kerja sama
ini. Perbankan telah merambah perbankan digital.
Namun, kerja sama bank dengan platform P2PL akan terus berlanjut. Terlebih
makin bertambahnya jumlah P2PL berstatus berizin dan adanya panduan kerja
sama BPR dengan tekfin. Alih-alih bersaing, keduanya justru menguatkan
sinergi. Ujungnya adalah nilai tambah buat kedua industri dan layanan lebih
baik untuk nasabah. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar