Al
Nasser Salah Ad-Din Jaya Suprana ; Pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan |
TIRTO,
23 Maret
2021
“Dalam
film bertumpu pada novel Naquin Mahfudz itu saya disadarkan bahwa Islam tidak
selalu identik Arab. Cukup banyak Arab bukan Muslim, tetapi Nasrani, seperti
tokoh Issa sebagai patih terkemuka Saladin.”
Semula saya enggan menonton film Al Nasser
Salah Ad-Din produksi Mesir akibat kuatir film tersebut hanya memberhalakan
Saladin. Namun setelah mengetahui bahwa skenario
kisah film tersebut disusun berdasar sebuah novel Naguin Mahfouz yang
memperoleh anugrah Nobel untuk kesusasteraan maka akhirnya saya mencoba untuk
menyimak film kolosal yang disutradarai Youssef Chahine. Ternyata film Mesir tersebut beda dari film
garapan Holywood dengan orientasi pemikiran sentris Barat dan Nasrani maupun
kapitalisme yang lambat laun mulai membosankan saya. Dari film produksi Mesir sebagai negara
dengan mayoritas populasi Muslim miminal saya bisa memperoleh wawasan baru
yang dipandang dengan perspektif baru terhadap Saladin sebagai pahlawan yang
berjaya merebut kembali Jerusalem dari kekuasaan Nasrani dan Eropa Barat. Dari Al Nasser Sallah Ad Din juga
memperoleh informasi bahwa Saladin melanjutkan warisan toleransi Nabi
Muhammad S.A.W terhadap umat Yahudi dan Nasrani yang diberi kebebasan
beribadah di Jerusalem. Warisan kearifan adiluhur yang sampai masa
kini masih dipertahankan di kawasan segitiga Tembok Ratapan, Masjid Al Aqsa
dan Ecclesia Sancti Sepulchri. Dalam film bertumpu pada novel Naquin
Mahfudz itu saya disadarkan bahwa Islam
tidak selalu identik Arab. Cukup banyak Arab bukan Muslim, tetapi Nasrani,
seperti tokoh Issa sebagai patih
terkemuka Saladin. Juga Saladin sama sekali tidak setuju
penganiayaan apalagi pembunuhan terhadap para tawanan perang yang merupakan
dasar Perjanjian Jenewa yang berlaku sampai masa kini. Saladin bahkan
membantu menyembuhkan lawan bebuyutannya yaitu Richard the Lionheart ketika
terluka di medan pertempuran. Namun sanubari saya terharu-biru oleh
adegan dalam film Al Nasser Salah Ad-Din pada saat tentara Richard The
Lionheart mengepung Yerusalem pada malam hari menjelang Hari Natal, para
serdadu Saladin yang Muslim mengucapkan Selamat Hari Natal kepada serdadu
Saladin yang Nasrani, sementara para umat Nasrani di dalam kota Jerusalem
berpadu-suara menyanyikan lagu-lagu Natal yang disambut oleh tentara Richard
sang Hati Singa di luar dinding kota Jerusalem ikut menyanyikan lagu-lagu
Natal yang sama. Di samping mengharukan, adegan toleransi
antar umat beragama itu juga menyayat lubuk sanubari sebab..sungguh
mujur-tak-diraih-malang-tak-ditolak..adegan mengharukan tersebut tidak lanjut
terjadi di kawasan Timur Tengah masa
kini. ● |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar