”Virus”
Sepeda di Tengah Wabah Virus Covid-19 Jannes Eudes Wawa ; Wartawan harian Kompas 1997-2019 |
KOMPAS,
16 Maret
2021
Di dunia persepedaan, serangan wabah
Covid-19 bukan semata tragedi yang memilukan. Covid-19 justru menjadi
momentum kebangkitan dunia sepeda di tengah kepahitan akibat pembatasan
sosial dan aktivitas ekonomi. Warga semakin giat bersepeda, permintaan sepeda
pun melonjak tajam. Hingga awal Maret 2021, tercatat sekitar
2,5 juta penduduk dunia meninggal akibat serangan Covid-19. Setiap hari
korban terus berjatuhan. Namun, hingga kini belum ditemukan obat yang efektif
untuk menangkal wabah tersebut. Salah satu cara untuk menekan dan
mengendalikan laju penyebaran wabah Covid-19 adalah vaksinasi. Sejak
pertengahan Januari 2021, Indonesia mulai melakukan vaksinasi Covid-19.
Mereka yang didahulukan mendapat vaksin adalah tenaga kesehatan, warga lanjut
usia (lansia), tenaga pendidik, pelayan publik, tokoh agama, pejabat pemerintah,
aparatur sipil negara, pekerja media, lalu masyarakat umum. Hingga 14 Maret 2021 tercatat 4,02 juta
orang telah mendapat suntikan pertama vaksin. Jumlah ini baru sekitar 2,2
persen dari target nasional sebanyak 181.554.465 penduduk. Jumlah yang telah
mendapatkan suntikan kedua sebanyak 1,46 juta orang. Presiden Joko Widodo
menginginkan vaksinasi tuntas dalam setahun sehingga roda ekonomi bisa
bergerak lebih cepat. Sejak merebak wabah Covid-19, kegiatan
ekonomi lumpuh. Aktivitas perkantoran dan bisnis kemudian umumnya dilakukan
dari rumah atau melalui daring. Produktivitas merosot tajam. Di mana-mana
terjadi pengurangan tenaga kerja. Sebaliknya, dunia sepeda mengalami kemajuan
signifikan. Selama April-Desember 2020, pertumbuhan sepeda di seluruh dunia
mencapai 4-6 kali lipat dibandingkan dengan sebelum pandemi. Kenaikan paling signifikan terjadi April
dan Mei 2020. Misalnya, di Indonesia terjadi peningkatan penjualan hingga 10
kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Semua stok di
gudang dikeluarkan untuk memenuhi permintaan yang begitu luar biasa.
Antusiasme yang tinggi ini di luar dugaan sehingga pelaku industri sepeda pun
kelabakan. Akibatnya, harga di pasaran melonjak
gila-gilaan di luar batas kewajaran. Berapa pun harga yang ditawarkan selalu
terjual. Toko-toko sepeda sempat kehabisan stok selama beberapa bulan.
Bengkel sepeda tidak pernah sepi. Pendapatan mereka meroket. Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia
(AIPI) menyebutkan, penjualan sepeda di Indonesia pada 2020 mencapai lebih
kurang 8 juta unit, meningkat sekitar empat kali lipat dibandingkan
dengan tahun 2019. Dari 8 juta unit
tersebut, sebanyak 3 juta-3,5 juta unit di antaranya merupakan produksi dalam
negeri. Selebihnya impor dari Taiwan, China, dan lainnya. Hal menarik lainnya, penjualan sepeda itu
mengalahkan penjualan sepeda motor. Selama tahun 2020, penjualan sepeda motor
sebanyak 4.361.008 unit, dengan 3.660.616 unit di antaranya merupakan
penjualan domestik, sisanya untuk ekspor. Jumlah penjualan ini turun 43,57
persen ketimbang tahun 2019 yang mencapai 6.487.460 unit. Lebih mengagetkan lagi, data Badan Pusat
Statistik menunjukkan, ekspor sepeda Indonesia Januari-November 2020
meningkat 27,52 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.
Nilainya mencapai 103,37 juta dollar AS. Kontribusi terbesar disumbangkan
oleh jenis sepeda balap sebesar 32,85 persen, sedangkan jenis sepeda lainnya
sebesar 30,6 persen. Negara tujuan ekspor, antara lain, adalah
Inggris, Australia, Denmark, Swedia, Kanada, Belanda, Singapura, Malaysia,
dan Jepang. Ekspor ini dimaklumi sebab ada sejumlah pabrik sepeda Indonesia
yang telah dipercaya memproduksi sejumlah merek terkenal di Eropa dan Amerika
Serikat. ”Event”
mandek Akan tetapi, rupanya semangat bersepeda
yang tinggi di kalangan masyarakat setahun belakangan tidak lantas membuat
mereka bersedia mengikuti event sepeda yang ditawarkan penyelenggara. Pandemi
menjadi penyebabnya. Akibatnya, nyaris tidak ada event besar diselenggarakan,
seperti touring jarak jauh atau touring sehari yang melibatkan ratusan orang. Sejumlah event besar yang telah disiapkan
matang untuk digelar tahun 2020 terpaksa dibatalkan atau ditunda mengingat
kasus Covid-19 terus meningkat. Ada pula yang tetap digelar, tetapi dengan
jumlah peserta sangat terbatas dan pemberlakuan protokol kesehatan yang
ketat. Yang masih bisa berjalan hanyalah
kegiatan-kegiatan kecil dengan sedikit peserta dalam kelompok terbatas,
seperti gowes sambil berkemah (bike camp) atau gowes bareng. Kegiatan ini
lebih bertujuan menjaga relasi antarpesepeda atau antara penyelenggara event
dengan komunitas pesepeda. Banyak pesepeda masih takut mengikuti kegiatan
bersepeda berskala massal. Saya teringat ketika sebuah penyelenggara
kegiatan hendak menggelar acara bersepeda dan kemping (bike camp) di Hutan
Wisata Bukit Waruwangi, Kabupaten Serang, Banten, pada 17-18 Oktober 2020.
Saat dibuka pendaftaran pada awal Agustus 2020, peminatnya mencapai 130
orang. Akan tetapi, pada akhir Agustus 2020, kasus
harian positif Covid-19 tiba-tiba melonjak tajam melewati 3.000 orang per
hari. Akibatnya, satu demi satu calon peserta mengundurkan diri. Setelah itu,
diberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta
dan sekitarnya. Bertambah lagi yang membatalkan keikutsertaan sehingga hanya
menyisakan 58 peserta. Mulai
lesu Memasuki tahun 2021, transaksi sepeda
melesu. AIPI memprediksi, permintaan sepeda pada 2021 tidak akan sekencang
tahun 2020. Bahkan, diperkirakan terjadi penurunan 5-8 persen. Ada sejumlah asumsi. Salah satunya,
kesibukan masyarakat yang kembali meningkat dalam beberapa bulan terakhir
demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pemicu lain, adanya peningkatan kasus
harian positif Covid-19, curah hujan, dan penurunan daya beli. Sepeda pun
tidak lagi menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi seperti pada awal pandemi.
Lebih dari itu, orang Indonesia dikenal sebagai masyarakat ”pembosan”. Pekan lalu saya sengaja mendatangi dua
bengkel sepeda di kawasan Pondok Indah, Jakarta, dan di Jatiwarna, Kota
Bekasi, dalam hari yang berbeda. Kedua bengkel itu pengunjungnya berjubel
pada masa booming sepeda. Tiap hari minimal 10 sepeda laku terjual.
Belum lagi permintaan servis, perawatan, dan pembelian peralatan sepeda.
Pegawainya nyaris tidak punya waktu istirahat selama siang hingga sore hari. Kini, suasananya bertolak belakang. Selama
seminggu sepeda yang laku terjual tidak lebih dari lima unit. Permintaan
servis atau perawatan pun jarang. Kalaupun ada, hanya sekitar 10 pengunjung
per hari. Bagaimana
selanjutnya? Hingga kini kasus harian positif Covid-19
masih tinggi. Data pada 31 Januari 2021 sempat mencatat rekor tertinggi
sebanyak 14.518 orang. Namun, dalam dua pekan terakhir, kasus positif
cenderung turun. Pada 13 Maret 2021 sebanyak 4.607 orang, dan sehari setelahnya
tercatat 4.714 kasus positif. Melihat perkembangan kasus positif Covid-19
dalam beberapa pekan terakhir dapat dikatakan telah terjadi penurunan yang
signifikan. Kita berharap kondisi ini terus membaik seiring makin banyaknya
masyarakat yang mengikuti vaksinasi dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Lalu, timbul pertanyaan, apa yang perlu
dilakukan para pesepeda setelah virus korona baru ini berkurang atau
terkendali? Pertanyaan ini penting sebab antusiasme bersepeda selama pandemi
Covid-19 merupakan fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya. Virus
bersepeda menyebar ke mana-mana dan menjangkiti semua lapisan masyarakat. Sebagai makluk sosial, pesepeda pun pasti
bosan jika setiap akhir pekan bersepeda di rute atau di kawasan yang sama.
Mereka pasti menginginkan suasana baru dengan tantangan baru untuk menguji
kemampuan sekaligus relaksasi psikis. Suasana baru tersebut dapat diperoleh,
antara lain, dengan mengikuti event-event sepeda yang ditawarkan
penyelenggara, seperti touring sehari, dua hari, tiga hari atau lebih.
Kegiatan lain, bersepeda sambil berkemah (bike camp), touring dengan
pembatasan waktu, dan aneka macam kegiatan bersepeda lainnya. Di tengah keterbatasan, para penyelenggara
event bersepeda telah menyiapkan sejumlah kegiatan sebagai bagian dari
inovasi dan adaptasi terhadap pandemi. Tujuannya, menghidupkan wisata
olahraga guna menggerakkan ekonomi masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi dan
sinergi dengan semua elemen terkait, termasuk perusahaan swasta dan badan
usaha milik negara (BUMN), agar kegiatan berwisata melalui sepeda berjalan
lancar dan memberikan hasil optimal. Di sinilah peran Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif dinantikan untuk memadukan simpul-simpul yang ada agar
saling menopang dan menghidupkan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar