Jalan
Keluar UU MD3
Moh Mahfud MD ; Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara (APHTN-HAN): Ketua MK-RI 2008-2013
|
KORAN
SINDO, 03 Maret 2018
Semula Presiden Joko Widodo mengirimkan surat
presiden (supres) kepada DPR yang berisi persetujuan untuk membahas rancangan
revisi atas UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Isinya satu saja: perubahan komposisi
(tepatnya penambahan jumlah) pimpinan MPR dan DPR sesuai dengan komposisi
hasil pemilu. Tetapi pada saat-saat akhir pembahasan, ada usul dimasukkannya
beberapa materi baru yakni tentang kriminalisasi terhadap pengkritik DPR dan
anggota DPR, tentang perluasan imunitas DPR, tentang pemanggilan paksa
(subpoena) yang tidak proporsional.
Satu lagi tentang perluasan fungsi Majelis
Kehormatan Dewan (MKD) DPR dari lembaga penegak etik merambah ke lembaga
penegakan hukum. Keruan saja menyeruak pro dan kontra yang panas. Presiden
menyatakan kaget dan tidak tahu ada pembahasan materi seperti itu.
Sementara itu, Menkumham Yasonna Laoly mengaku
memang tidak melapor tentang masuknya materi-materi baru tersebut karena waktunya
sudah sangat mendesak. Sebelumnya, Fraksi Partai NasDem dan Partai PPP
mengaku kecolongan dan menya takan walk out saat pengesahan UU tersebut di
Gedung DPR.
Materi-materi yang (meminjam istilah Presiden)
mengurangi kualitas demokrasi tersebut tentu harus dibereskan karena mendapat
penolakan luas dari masyarakat. Jalan keluar secara konstitusional harus dicari
untuk meniadakan ketentuan-ketentuan tersebut dari hukum kita.
Konstitusi kita pun memberikan beberapa jalan
untuk itu melalui pembuatan resultante (kesepakatan) baru, sebab pada
dasarnya produk hukum adalah resultante yang bisa diganti dengan resultante
baru. Resultante baru bisa dilakukan dengan legislative review atau perubahan
UU melalui proses legislasi lagi setelah UU MD3 itu terlebih dulu
diundangkan.
Mekanisme legislative review ini akan
berlangsung relatif lama dan ribet lagi. Maka ada juga yang mengusulkan
direvisi melalui judicial review atau meminta pembatalan kepada Mahkamah
Konstitusi (MK) dengan uji konstitusionalitas. Namun harus diingat, dalam
kasus ini ada sedikit kelemahan kalau pilihan penyelesaian masalah ini dibawa
ke MK.
Per tama, pada dasarnya MK hanya bisa
membatalkan (negative legislator) dan tidak bisa membuat formulasi baru,
sebab formulasi sebuah UU hanya bisa dibuat oleh legislatif (positive legislator).
Ini bisa menimbulkan kekosongan hukum. Memang ada juga peluang dibuatnya
vonis “konstitusional/inkonstitusional bersyarat” yang memungkinkan MK meng
haruskan pengertian tertentu, tetapi formulasinya tetaplah tidak bisa
leluasa.
Kedua, MK tidak boleh membatalkan UU atau
isinya meskipun UU tersebut jelek dan ditolak oleh publik selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945.
Banyak UU yang menurut MK tidak bagus dan
ditentang oleh masyarakat, tetapi tidak bisa dibatalkan oleh MK karena
meskipun tidak disukai oleh masyarakat dan tidak bagus, tetapi juga tidak
bertentangan dengan UUD 1945, misalnya, dalam hal-hal yang dianggap sebagai
opened legal policy. MK tidak bisa membatalkan UU yang menurut pendapat umum
tidak baik.
MK hanya membatalkan UU yang nyatanyata
bertentangan dengan UUD 1945. Dulu MK pernah menolak untuk membatalkan UU No
1/PNPS/1965, karena meskipun isinya dianggap kurang baik, tetapi UU tersebut
tidak bertentangan dengan UUD 1945 sebagai opened legal policy. Waktu itu MK
menyatakan, kalau mau diubah, ya, menjadi ranahnya DPR dan pemerintah sebagai
pemegang hak legislasi.
Itulah taruhannya jika kasus UU MD3 ini diuji
materi ke MK. Maka muncul alternatif lain, yakni penerbitan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang (perppu) yang dari sudut tertentu bisa lebih tepat,
lebih cepat, dan tanpa debat kusir yang tidak perlu. Caranya, draf UU MD3 diundangkan
dulu untuk selanjutnya, sehari kemu dian, direvisi dengan perppu.
Cara ini pada akhir 2014 pernah dilakukan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika pada 30 September 2014 mengundangkan
berlakunya UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota,
tetapi langsung disusul dengan pencabutannya pada 2 Oktober 2014 melalui peng
undangan Perppu No 1 Tahun 2014.
Biasanya perdebatan yang selalu muncul terkait
dengan perppu adalah “alasan genting” apa yang bisa dipakai oleh Presiden untuk
mengeluarkan perppu. Menurut Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, perppu hanya bisa
dikeluarkan dalam hal terjadi “hal ihwal kegentingan yang memaksa”.
Namun, haruslah diingat bahwa di dalam Hukum
Tata Negara tidak ada kriteria objektif tentang keadaan genting itu. Alasan
tentang kegentingan itu merupakan “hak subjektif” Presiden. Dapat dikatakan,
sampai saat ini tak pernah ada sebuah perppu yang ditolak oleh DPR dengan
alasan tidak memenuhi syarat tentang adanya kegentingan.
Selain itu, jika perppu tidak diterima oleh
DPR maka tidak otomatis materi yang dicabut oleh perppu itu lang sung hidup
lagi. Menurut hukum perundang-undangan, jika sebuah perppu tidak diterima
oleh DPR maka harus dibuat UU untuk mencabutnya lagi. Di dalam proses
pembuatan UU lagi itu, Presiden bisa ikut menentukan isinya.
Untuk kasus UU MD3 yang sekarang ini alasan
dikeluarkannya perppu sudah cukup, bahwa, presiden melihat ada kegentingan
karena adanya ancaman terhadap perkembangan demokrasi dan karena timbulnya
keresahan di tengah-tengah masyarakat.
Perdebatan untuk pendalaman atas alasan
subjektif presiden itu nantinya bisa dilakukan pada masa sidang DPR
berikutnya ketika dilakukan pembahasan oleh pemerintah bersama DPR untuk
menentukan diterima atau tidaknya perppu tersebut sesuai dengan ketentuan
Pasal 22 ayat (2) UUD 1945.
Komunikasi politik Presiden Jokowi dengan DPR
selama ini juga berjalan efektif dan semua perppu yang dikeluarkan Presiden
Jokowi selalu diterima. Misalnya tentang hukum an pengebirian bagi pelaku kekerasan
seksual terhadap anak, tentang tax amnesty, bahkan juga tentang UU Keormasan,
meskipun untuk yang terakhir ini diterima melalui voting karena ada
fraksifraksi yang tidak setuju.
Dalam konfigurasi politik yang sekarang ini,
banyak yang yakin DPR tidak akan menolak jika Jokowi mengeluarkan perppu
tentang MD3 tahun 2018, sebab suara masyarakat hampir bulat menolak UU MD3
yang sudah disahkan itu dan parpol-parpol lebih banyak yang selalu mendukung
Presiden Jokowi.
Meskipun begitu kita tidak bisa menghindari
adanya kekhawatiran tentang terjadinya eksesifitas kekuasaan Presiden jika
mengeluarkan Perppu. Ada yang khawatir jika Presiden sering mengeluarkan
Perppu. Kekhawatiran seperti itu biasa muncul setiap akan ada Perppu dan itu
bagus saja sebagai bentuk kehati-hatian. Semuanya menjadi hak dan wewenang
Presiden untuk memilih alternatif yang diyakininya paling tepat. ●
|
Dapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Bermain Poker Online di www , SmsQQ , com
BalasHapusKeunggulan dari smsqq adalah
*Permainan 100% Fair Player vs Player - Terbukti!!!
*Proses Depo dan WD hanya 1-3 Menit Jika Bank Tidak Gangguan
*Minimal Deposit Hanya Rp 10.000
*Bonus Setiap Hari Dibagikan
*Bonus Turn Over 0,3% + 0,2%
*Bonus referral 10% + 10%
*Dilayani Customer Service yang Ramah dan Sopan 24 Jam NONSTOP
*Berkerja sama dengan 4 bank lokal antara lain : ( BCA-MANDIRI-BNI-BRI )
Jenis Permainan yang Disediakan ada 8 jenis :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar 66
Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com
bosku minat daftar langsung aja bosku^^
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Hk
BalasHapus