Trisakti
dan Kabinet Jokowi-JK
Ahmad Syafii Maarif ; Mantan Ketua Umum PP
Muhammadiyah
|
KOMPAS,
27 Agustus 2014
KABARNYA
sudah puluhan orang yang sudah melamar agar dipertimbangkan menjadi anggota
kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Semua berjanji untuk membantu presiden
terpilih. Tidak ada yang salah jika pelamarnya berjibun, tetapi seleksinya
harus ekstra ketat.
Kepada
saya yang tidak punya kaitan apa-apa dengan kekuasaan, beberapa orang juga
telah mengantarkan biodata pribadinya agar disampaikan ke alamat Joko
Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Jawaban saya singkat: ”Saya
bukan agen kabinet, tidak punya akses apa-apa untuk itu.”
Tetapi
begitulah besarnya nafsu manusia Indonesia untuk menjadi bagian dari
kekuasaan, mungkin sebagian memang punya kompetensi dan niat baik, sedangkan
sebagian yang lain hanya ingin merasakan betapa rasanya berkuasa itu.
Tulisan
ini akan membicarakan sesuatu yang lebih mendasar yang terabaikan selama ini.
Terhadap
para pelamar yang sudah antre panjang ini, Jokowi-JK tentu sudah punya
kriteria ketat yang sangat obyektif dan rasional. Sebab, kabinet ini
diamanahkan untuk menjalankan gagasan besar Bung Karno berupa Trisakti yang
disampaikan tahun 1960-an, justru di saat kekuasaan Bung Karno sedang
dihadapkan kepada tantangan berat yang kemudian telah membawa kejatuhannya.
Belum terealisasi
Jangankan
melaksanakan Trisakti, nilai-nilai luhur Pancasila pun sudah lama mengawang
di langit tinggi. Trisakti dalam format berdaulat dalam politik, berdikari
dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam sosial kebudayaan sebenarnya adalah
cita-cita agung kemerdekaan Indonesia yang sudah puluhan tahun mengendap di
otak para pejuang kemerdekaan.
Para
pejuang kemerdekaan itu sebagian telah wafat sebelum proklamasi tahun 1945.
Bung Karno memang adalah perumus yang piawai tentang cita-cita kemerdekaan
bangsa itu, dalam bentuk ungkapan singkat, tajam, padu, dan padat.
Meskipun
sudah berjalan sekian puluh tahun sejak pencetusannya, gagasan Trisakti itu
belum pernah menjadi realitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai pencetus gagasan, Bung Karno pun belum berhasil meninggalkan warisan
yang konkret tentang Trisakti ini.
Tetapi,
sekali lagi, gagasan ini adalah sari pati dari seluruh ruh cita-cita
perjuangan nasional agar Indonesia merdeka benar-benar berdaulat penuh dalam
politik, mampu berdiri di atas kaki sendiri dalam ekonomi, dan punya
kepribadian yang kuat dalam kebudayaan.
Pertanyaannya:
mampukah Jokowi-JK bergerak ke arah dunia yang serba
ideal ini, di saat bangsa dan negara nyaris kehilangan segala-galanya:
kedaulatan, prinsip berdikari, dan kepribadian yang kuat? Bangsa ini sudah lama
jadi ”mainan” kekuatan-kekuatan
raksasa global karena situasi domestik kita masih rapuh. Jokowi-JK pasti
sangat sadar tentang betapa lengahnya kita sebagai bangsa merdeka selama ini
dalam mewujudkan gagasan Trisakti itu dalam format yang konkret. Gempuran
neoliberalisme telah mengacaukan fundamental ekonomi kita dan merusak
kepribadian Indonesia. Semuanya itu dilakukan atas nama pembangunan bangsa
yang tidak mengacu kepada konstitusi secara benar dan lurus.
Kriteria menteri
Agar
tidak berlarut-larut berenang dalam kubangan neoliberalisme ini, para menteri
yang akan diundang masuk kabinet haruslah yang mau mengerti secara benar
tentang tujuan kemerdekaan Indonesia, di samping memiliki integritas moral,
kepemimpinan, kompetensi, dan profesionalitas.
Karya-karya
Soekarno-Hatta dan para pejuang yang lain perlu dibaca ulang oleh para calon
menteri ini agar ruh keindonesiaan mereka tetap terjaga kuat, tidak oleng
oleh tarikan timur dan barat, sebagaimana yang telah kita alami berkali-kali
dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Maka, para calon menteri itu haruslah
patriot dan nasionalis sejati sesuai dengan cita-cita Trisakti.
Bagi calon menteri yang belum
pernah membaca Indonesia Menggugat-nya
Bung Karno (1930) dan Indonesia Merdeka-nya
Bung Hatta (1928), mohon dicari karya itu sebelum bertemu dengan Jokowi-JK.
Dua karya yang hampir berusia satu abad ini masih amat patut ditelaah ulang
karena benang merah tujuan kemerdekaan bangsa terurai dengan semangat tinggi
di dalamnya. Kelemahan sebagian besar elite kita selama ini adalah
karena mereka tercabut dari akar tunggang sejarah bangsa. Akibatnya, mereka
tidak punya rujukan historis yang kuat di saat diberi posisi kenegaraan.
Saya
ingin melihat bahwa para menteri dalam kabinet Jokowi-JK adalah para petarung
yang tangguh untuk segera merealisasikan gagasan Trisakti, dibawa turun ke
bumi Nusantara, sekalipun saya tahu tidak mudah, karena mental sebagian kita
sudah telanjur tidak sehat. Tetapi itulah jalan satu-satunya agar bangsa ini
tidak selalu saja terombang-ambing oleh kekuatan-kekuatan asing dan
sahabat-sahabat domestiknya sebagai penikmat kemerdekaan.
Dengan
semangat Trisakti, pemerintah yang akan dibentuk segera akan mendapat
kepercayaan luas dari rakyat, karena nasib mereka yang telantar sekian lama
akan diperhatikan secara sungguh-sungguh. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar