Pekerjaan
Rumah Bidang Ekonomi
Nugroho SBM ; Dosen Fakultas Ekonomika dan
Bisnis
Universitas
Diponegoro Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 30 Agustus 2014
“Presiden harus
memulangkan devisa hasil ekspor yang parkir di luar negeri untuk memperkuat
cadangan”
PRESIDEN dan wakil presiden 2014-2019 harus cepat menyelesaikan
sejumlah pekerjaan rumah (PR), termasuk yang terkait dengan bidang ekonomi.
Pertama; memilih orang yang tepat di kabinet untuk jabatan menteri-menteri
bidang ekonomi. Sebenarnya, menteri jabatan politis sehingga yang dibutuhkan
adalah integritas, moralitas, dan kepemimpinannya.
Integritas dan moralitas menjadi urgen mengingat saat ini banyak
pejabat publik, termasuk menteri, terjerat kasus korupsi. Di samping
menggerogoti keuangan negara, perilaku koruptif pejabat publik menggerogoti
wibawa negara, menjadi penghambat utama dunia usaha dan membuat kebijakan
publik tidak tepat.
Meskipun demikian, perlu juga kabinet diisi orang yang
profesional di bidangnya. Hal itu supaya presiden tidak ’’dikibuli’’ dirjen
atau staf ahli. Ada cerita tentang pejabat yang tidak tahu bidang keahlian
teknis ditipu staf ahli atau pengusaha. Ceritanya, seorang pejabat di daerah
melaksanakan pengadaan alat pengering gabah, dan harus diimpor dari AS. Tapi
beberapa waktu kemudian, petani emoh memakai alat itu. Setelah diselidiki
ternyata gabah yang dikeringkan dengan peralatan itu gosong karena itu
sebenarnya alat pengering gandum, bukan padi/gabah.
Hal kedua yang menjadi PR presiden-wakil presiden baru adalah
bagaimana supaya pelaku usaha kita bisa menembus pasar global dan Indonesia
tak hanya menjadi pasar dari produk negara-negara lain. Indonesia sudah
menjadi anggota nonblok perdagangan bebas dunia seperti WTO. Yang paling
dekat dihadapi adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai 2015.
Sebagai bekas pengusaha mebel berorientasi ekspor yang mandiri
tanpa bantuan pemerintah, Jokowi punya pengalaman positif dan negatif.
Positifnya, ia punya pengalaman bagaimana menembus pasar dunia dengan segala
liku-likunya. Negatifnya, ia pasti sudah berhadapan dengan buruknya birokrasi
dan pungutan liar atau korupsi, buruknya infrastruktur, mahalnya biaya
logistik, dan lain-lain.
Atas dasar pengalaman itu, dibantu menteri yang kompeten, Jokowi
bisa merancang program dan kegiatan supaya pelaku usaha di Indonesia bisa
menembus pasar dunia. Beberapa ide pernah dikemukakannya saat kampanye dan
debat, yaitu pengadaan barang dan jasa secara elektronik (E-procurement), pembangunan tol laut
untuk menekan biaya logistik, penyederhanaan izin usaha dengan pembatasan
waktu selesainya dan lewat mekanisme elektronik, serta masih banyak lagi.
Pekerjaan rumah yang ketiga adalah perlu mengembalikan jati diri
Indonesia sebagai negara pertanian. Ia juga menjanjikan distribusi pupuk yang
lebih lancar dan pembangunan bank pertanian agar petani lebih mudah
mendapatkan dana. Masalah keempat yang harus dibereskan adalah subsidi BBM.
Subsidi BBM di RABN 2014 sudah mencapai Rp 300 triliun dan akan terus
meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk dan kendaraan bermotor.
Subsidi itu salah sasaran karena yang menikmati golongan
menengah ke atas dan mengurangi jatah pengeluaran untuk hal-hal yang lebih
produktif, misal subsidi kesehatan dan pendidikan serta pembangunan
infrastruktur. Demi kebaikan, menjadi keharusan bagi Jokowi-JK secara
bertahap mengurangi subsidi BBM.
Persoalannya hanya menyangkut waktu, bagaimana menjelaskan
kepada wong cilik, yang merupakan pendukung utamanya, termasuk berapa
besarannya. Tentang waktu, yang paling tepat adalah sesaat setelah dilantik
pada Oktober 2014 karena belum ada tekanan politik.
Pengalihan Subsidi
Ia bisa berargumen akan mengalihkan subsidi itu untuk program
yang lebih bermanfaat seperti subsidi pendidikan (untuk Program Kartu
Indonesia Pintar), subsidi kesehatan (Kartu Indonesia Sehat), dan pembangunan
infrastruktur seperti irigasi. Adapun besarannya cukup Rp 500 per liter. Itu
sudah menghemat cukup banyak pengeluaran subsidi BBM di APBN. Beberapa ekonom
menyarankan pencabutan subsidi BBM Rp 1.000- Rp 1.500 per liter.
Masalah kelima adalah pembaruan kontrak-kontrak pertambangan,
antara lain dengan Freeport yang merugikan Indonesia. Bagaimanapun harus
diakui propaganda Prabowo-Hatta siap merenegosiasi kontrak pertambangan mampu
meningkatkan elektabilitasnya. Memang ada istilah ‘kesucian kontrak’, artinya
di dunia hukum, kontrak yang sudah diteken para pihak pantang diubah di
tengah jalan. Namun dengan pengalaman JK sebagai negosiator ulung, hal ini
tak menjadi masalah.
Di samping di sektor riil, pekerjaan rumah di sektor keuangan
pun tak kalah penting. Beberapa pekerjaan rumah di sektor keuangan itu antara
lain, pertama; menetapkan indikator dampak sistemik bank gagal. Vonis
terhadap Budi Mulya membuktikan kebijakan pemberian dana talangan ke Bank
Century, tidak tepat.
Kedua; mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS untuk memberi kepastian bagi dunia usaha. Ketiga; memanggil pulang
devisa hasil ekspor yang diparkir di bank-bank luar negeri untuk memperkuat
cadangan devisa dengan cara antara lain pembebasan pajak bunga deposito untuk
devisa hasil ekspor. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar