Yang
Tersisa dari Pilpres
Komaruddin Hidayat ; Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 29 Agustus 2014
Apa
yang tersisa dari hajatan nasional pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli lalu?
Jawaban pertanyaan ini akan sangat bervariasi, kepada siapa ditujukan.
Bagi
pasangan Jokowi-JK yang dinyatakan sebagai pemenang, justru tugas mulia dan
berat baru dimulai. Duet presiden dan wakil presiden ini dituntut membuktikan
janji-janjinya semasa kampanye bersama kabinet yang dibentuknya. Ibarat lari
maraton jarak jauh, keduanya tengah bersiap menunggu peluit pelantikan untuk
mengukir prestasi lima tahun ke depan dengan berbagai tantangan yang telah
menghadangnya. Adapun bagi pasangan yang kalah, lain lagi agendanya. Namun,
sesungguhnya jika kontestasi pilpres yang menelan biaya APBN sekitar Rp10
triliun dilihat sebagai ritual demokrasi, kedua pasangan secara moral-politik
sama-sama menjadi pemenang.
Semuanya
pejuang untuk memajukan bangsa dan menyejahterakan rakyat. Pilpres bukan
akhir dan satu-satunya panggung pengabdian pada bangsa. Untuk menjadi seorang
negarawan, Prabowo dan Hatta tidak mesti menjadi pemenang pilpres.
Pembangunan bangsa ini tidak dimonopoli oleh presiden dan wakilnya. Tetapi
sangat banyak panggung dan cara bagi mereka yang ingin memajukan rakyat,
sejak dari pelaku bisnis, petani, sampai guru-guru di pelosok pegunungan.
Dalam
panggung politik, mereka yang mengambil sikap oposisi secara kritis,
konstruktif dan berintegritas tak kalah jasanya dari jajaran eksekutif. Jadi,
yang sangat didambakan rakyat bukan siapa pemenang pilpres, melainkan
bagaimana membuat bangsa ini bangkit setelah pilpres usai, siapa pun
presidennya. Dari sisi ini, justru Joko Widodo-Jusuf Kalla jauh lebih berat
bebannya ketimbang Prabowo-Hatta karena pilpres bukan pertandingan piala
dunia yang puncaknya adalah upacara pemberian hadiah bagi pemenangnya,
setelah itu bubar.
Tetapi,
sekali lagi, bagi Jokowi-JK setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengetuk palu
menyelesaikan sengketa hasil suara justru pembuktian sebagai juara bagi
keduanya baru akan dimulai. Dalam konteks ini, Prabowo- Hatta pun akan
ditunggu dan dinilai rakyat, bagaimana mereka menyikapi kekalahannya. Apakah
bersikap legawa atau tidak, biarkan rakyat yang menilai. Begitu pun pasangan
Jokowi-JK, bagaimana mereka menyikapi kemenangan ini, rakyat yang akan
memantau dan menilainya. Jika saat-saat menjelang pilpres aspirasi rakyat
terbelah menjadi dua, kini semuanya menyatu diikat oleh keinginan kuat bagi
terjadinya perbaikan dan perubahan nasib bangsa.
Namun,
mesti kita ingat juga, siapa pun yang menjadi presiden 2014-2019, kondisi
ekonomi memaksa seorang presiden mesti berani membuat kebijakan yang tidak
populer di mata rakyat, terutama pengalihan subsidi BBM ke sektor lain,
sehingga sangat mungkin untuk sementara akan terjadi kemarahan rakyat kecil.
Akibatnya sebagian rakyat yang tadinya memilih pasangan Jokowi- JK akan berbalik
kecewa dan protes. Dalam situasi seperti ini, kita pun akan melihat bagaimana
sikap partai yang memosisikan diri sebagai oposisi, apakah akan mendukung
kebijakan pemerintah ataukah tidak.
Andaikan
tidak, rakyat akan mencermati alasan apa yang dikemukakan, apakah cukup
rasional ataukah asal berbeda dengan sikap pemerintah. Sikap asal berbeda
tanpa disertai argumen yang logis dan mudah dicerna rakyat justru akan
menjatuhkan dirinya sendiri. Perkembangan baru yang pantas dicatat adalah
baru kali ini seorang presiden naik dan turun sesuai dengan kaidah demokrasi
yang sehat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memerintah selama dua
periode, naik berdasarkan hasil pilpres dan turun juga secara damai setelah
menyelenggarakan pilpres.
Lebih
dari itu, selama masa transisi terjadi komunikasi yang konstruktif antara
presiden terpilih Jokowi dan Presiden SBY yang sebentar lagi akan menyerahkan
estafet jabatan kepresidenan. Ini penting diapresiasi mengingat sejak Bung
Karno beralih ke Pak Harto, dan juga serah-terima presiden berikutnya kepada
penerusnya, hubungan dan komunikasi mereka kurang bagus.
RakyatIndonesiapastisenang
melihat hubungan para elite politik di negeri berlangsung akrab dan terjalin
komunikasi yang konstruktif di antara mereka demi kepentingan rakyat dan
bangsa. Yang masih ditunggu rakyat adalah melihat Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta
duduk-duduk santai membicarakan nasib rakyat dan bangsa.
Mereka
ingin sekali melihat para elitemenjadipanutanbagaimana menciptakan kerukunan,
apa pun agama, etnis, dan rumah parpolnya. Jadi, kalau ditanya, apa yang
tersisa dari pilpres? Tak lain adalah support, doa, dan harapan kepada
pemerintah semoga bisa membawa bangsa ini semakin maju, rakyat semakin cerdas
dan sejahtera serta disegani dalam pergaulan dunia. Kepada teman-teman
anggota legislatif, semoga mampu melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
Jangan
kecewakan kepercayaan rakyat. Kritik dan dampingi pemerintah agar kinerjanya
bagus. Buatlah undang-undang (UU) yang benar, agar nantinya tidak digugat dan
dibawa ke MK untuk digelar judicial
review. Jangan sampai pembuatan UU yang telah menelan biaya teramat
mahal, namun ibarat baju, setelah jadi ternyata tidak cocok dipakai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar