Mengupas
Janji Jokowi-JK
Berly Martawardaya ; Ekonom dan Dosen
di
Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) FEUI
|
KORAN
SINDO, 28 Agustus 2014
Mahkamah
Konstitusi telah mengukuhkan keputusan KPU yang menetapkan pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai pemenang pemilu presiden 2014.
Sangat
banyak permasalahan bangsa yang dihadapi Indonesia, sehingga pembahasan arah
kebijakan pemerintah periode 2014- 2019 khususnya sektor ekonomi, perlu
dilakukan sejak sekarang.
Tidak
sulit untuk menjanjikan sesuatu dalam kampanye politik untuk menarik dukungan
kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak mudah untuk menyiapkan dan
menerapkan program konkret yang berdampak positif. Kerap ada yang dirugikan
pada suatu perubahan.
Pendanaan
serta sumber daya yang terbatas dan banyak prioritas lain. Beberapa negara
maju bahkan mengharuskan para peserta pemilu untuk mengirimkan program
ekonomi dan rancangan anggaran belanja pemerintah yang akan diterapkan bila
menang pemilu, untuk dianalisis dampaknya oleh lembaga pemerintah yang netral
dan kompeten.
Dari Janji ke Aksi
Apa
saja janji ekonomi Jokowi-JK dan apa dampaknya pada ekonomi Indonesia bila
diterapkan pada pemerintah 2014-2019? Janji kampanye Jokowi-JK terangkum
dalam Nawa Cita yang terbagi dalam sembilan kategori.
Tiga
di antaranya terkait erat dengan ekonomi, yaitu meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi.
Indikator
yang kerap digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah pendidikan,
kesehatan, pekerjaan, dan lingkungan.
Dalam
Nawa Cita, hal ini akan dicapai dengan beberapa program, yaitu wajib belajar
12 tahun untuk anak usia sekolah, jaminan kesehatan, reformasi agraria 9 juta
ha, dan jaminan sosial. Data Angka Partisipasi Kasar (APK) dari BPS tahun
2013 menyatakan bahwa 95,5% penduduk usia SD sedang menjalani pendidikan dasar.
APK
menurun pada tingkat SMP menjadi 72,7% dan terus menurun pada tingkat SMA
menjadi 52,9%. Apabila tidak ada perubahan pada tingkat APK, dari 31,9 juta
siswa SD maka 13,6 juta tidak akan lulus SMA. Bukan jumlah yang sedikit.
Padahal
pada tahun 2015, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN
(KEA) di mana tenaga kerja terdidik dari negara ASEAN dapat bekerja di
Indonesia. Rakyat yang tidak berpendidikan rendah akan sulit untuk bersaing
dalam era KEA.
Karena
proporsi lulusan SMA yang masuk ke universitas masih rendah, Nawa Cita juga
berjanji membangun lebih banyak SMK dan Politeknik serta kawasan industri
untuk mendorong daya saing dan penyerapan tenaga kerja.
Penyediaan
lahan untuk petani membutuhkan sumber lahan untuk dibagi. Apakah berasal dari
tanah pemerintah, tanah pemerintah yang dikelola swasta atau milik swasta
yang masing-masing berbeda aspek legal serta kebutuhan dananya.
Ketersediaan
jaminan sosial dan kesehatan akan mengurangi risiko individual dan
meningkatkan produktivitas masyarakat. Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
dalam lima tahun terakhir menarik banyak investasi asing langsung (FDI).
Namun,
sebagian besar FDI ditanamkan di pulau Jawa yang relatif lebih baik
infrastrukturnya. Padahal, lahan pulau Jawa terbatas dan konversi tanah subur
pertanian menjadi pabrik atau perumahan membahayakan ketahanan pangan
Indonesia.
Bila
dibiarkan, kondisi ini akan memperbesar kesenjangan Jawa dan luar Jawa Nawa
Cita Jokowi-JK menjanjikan akan tingkatkan daya saing dan produktivitas
dengan membangun 1.000 km jalan, 10 pelabuhan dan 10 bandara. serta 10
kawasan industri. Akan dibangun juga 5.000 pasar tradisional untuk mendorong
ekonomi rakyat.
Apabila
sebagian besar infrastruktur itu dibangun di luar Jawa, dampaknya akan besar
pada pertumbuhan dan produktivitas jangka panjang Indonesia. Apalagi bila
janji memotong proses izin bisnis menjadi 15 hari, yang selama ini banyak
menghambat berhasil direalisasikan.
Nawa
Cita berikut menargetkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor
strategis. Program pada sektor ini adalah membangun kedaulatan pangan,
energi, dan keuangan serta mendirikan bank petani/nelayan dengan fasilitas
pengolahan pascapanen di sentra produksi dan sistem inovasi nasional.
Jokowi-JK
juga menjanjikan untuk tingkatkan elektrifikasi dan tarik 20 juta turis asing
setiap tahun, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong
perekonomian.
Secara
umum, terdapat keterkaitan antara di mana sumber daya manusia yang lebih
terdidik dengan infrastruktur yang lebih baik dan perpendek administrasi
pemerintah (de-bottle necking) yang saling memperkuat (virtuous cycle). Namun, masih banyak
pertanyaan dan kebijakan penting yang belum dijelaskan padahal perannya
sangat besar.
Detail dan Celah
Satu
pertanyaan penting yang belum tegas dijabarkan dalam Nawa Cita adalah, dari
mana sumber dananya? Program rutin tahunan pemerintah sudah memakan banyak
biaya, bagaimana biayai program yang perlu dana tinggi seperti perbaikan
infrastruktur. Apalagi, setahun ini ekonomi Indonesia alami defisit
perdagangan, penurunan perubahan, dan defisit fiskal.
Dalam
beberapa kesempatan Jokowi menyatakan akan menaikkan pertumbuhan ekonomi
hingga menembus 7%, serta menaikkan tax ratio ke 16%. Subsidi BBM yang tahun
ini diperkirakan menembus Rp200 triliun juga akan dihapus dalam lima tahun.
Sumber-sumber dana tersebut akan digunakan dan dialihkan untuk biayai
perwujudan janji kampanye.
Namun,
apakah jumlahnya mencukupi perlu didetailkan lebih lanjut dalam angka di
APBN. Petani di Indonesia terus terjebak dalam kemiskinan walau harga
produknya meningkat.
Produk
mereka dibeli dengan harga murah, lalu dijual ke penduduk kota dan diekspor
dengan keuntungan besar. Penguatan institusi dan pemberdayaan petani, yang
tidak disebut dalam Nawa Cita,
untuk memotong jalur distribusi menjadi syarat perlu (necessary condition) dari kemajuan sektor pertanian dan
penyejahteraan petani.
Tidak
cukup dengan hanya membangun jalan dan penyediaan fasilitas pascapanen di
pedesaan. Nawa Cita juga tidak mengupas kebijakan sektor pertambangan,
industri dan perdagangan luar negeri yang besar peranannya dalam ekonomi
Indonesia.
Apakah
memoratorium ekspor mineral mentah akan diteruskan atau dihentikan. Industri
dan investasi apa yang akan didorong di Indonesia? Apa kriteria untuk ikut
dalam kerja sama perdagangan bebas (Free
Trade Agreement) yang beberapa kali kurang matang persiapan dan berdampak
negatif?
Kurangnya
sinergi antara pemerintah pusat-daerah menjadi penyebab tidak efektifnya
kebijakan pemerintah attitude sejak era
desentralisasi.
Pada
debat topik ekonomi, Jokowi menyatakan bahwa akan dilakukan politik anggaran
di mana jumlah dana transfer ke APBD akan dikaitkan dengan keselarasan
program pusat-daerah. Kebijakan ini membutuhkan perubahan formula dana alokasi
khusus, dana alokasi umum, dan dana perimbangan serta dekonsentrasi.
Namun,
harus juga diantisipasi bahwa pemerintah daerah yang alami penurunan dana
transfer akan melakukan lobi dengan berbagai ke DPR. Janji ekonomi Jokowi-JK
adalah awal yang baik untuk kerangka kebijakan ekonomi 2014-2019. Namun masih
diperlukan upaya serius dan konsisten dalam mendetailkan,
mengimplementasikan, dan mengawasi pelaksanaan. Jangan sampai ada dusta
antara kita.
Dalam
pidato pelantikannya sebagai presiden Amerika Serikat, John F Kennedy
menyatakan banyak perubahan yang diajukannya tidak mudah diterapkan dan akan
memakan waktu lama untuk diwujudkan. But
let us begin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar