NIIS,
Payung Baru Teroris Lama
Iwan Santosa ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
29 Agustus 2014
KELOMPOK
teroris Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS, yang juga memakai nama
Islamic State alias Daulah Islamiyah, ibarat payung baru teroris. Demikian
menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai dalam
diskusi bersama Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal, Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj, serta pembicara lain,
Senin (25/8), di Jakarta.
”Sesuai data, 34
anggota ISIS asal Indonesia yang ke Suriah dan Irak ternyata mantan
narapidana teroris jaringan lama era Abu Bakar Ba’asyir. Orang yang terlibat
ISIS asal Indonesia atau bergerak di Indonesia mayoritas bekas anggota Jamaah
Islamiyah, Jamaah Ansharut Tauhid, dan Negara Islam Indonesia. ISIS adalah
kelanjutan Al Qaeda, sama dengan organisasi sejenis di Indonesia yang
bertujuan membangun kekhalifahan versi mereka,” kata Ansyaad.
Dijelaskan,
kantong-kantong rekrutmen NIIS di Indonesia adalah daerah tradisional pelaku
teroris lama, antara lain di Ciputat, Bekasi, Solo, sejumlah kota di Jawa
Timur, Bima, Poso, Bengkulu, Medan, serta beberapa kota di Kalimantan
Selatan.
Di
tengah penangkapan teroris tiga bulan terakhir, didapati dua orang yang
menyiapkan paspor untuk pergi ke Suriah atau Irak guna bergabung dengan NIIS.
Pintu masuk ke wilayah tersebut biasanya melalui Turki atau Doha di Qatar.
Kali
ini, Ansyaad optimistis, para ulama, ormas Islam, serta tokoh masyarakat dan
pemerintah bersepakat menentang NIIS yang bertujuan menghancurkan
negara-negara, termasuk Indonesia. ”Kita
cabut kewarganegaraan mereka. UU Terorisme, KUHP tentang makar (seperti
dilakukan Republik Maluku Selatan dan Organisasi Papua Merdeka), serta UU ITE
bisa diterapkan terhadap mereka yang terlibat ISIS,” kata Ansyaad.
Said
Aqil mengatakan, NIIS tak berkaitan dengan keislaman. ”Ini murni teroris. Islam berasas dasar mengupayakan harmoni sesama
manusia, tidak ada paksaan masuk Islam dan Islam berarti salam, yakni damai.
Apa yang dilakukan ISIS bertentangan dengan ajaran dasar Islam. NU sangat
menentang ISIS. Kalau ada orang NU ikut ISIS, berarti dia keluar NU,”
katanya.
Said
Aqil mengingatkan, Nabi Muhammad selalu mengedepankan asas keadilan jauh di
atas identitas keagamaan dan suku. Hal itu bisa dicontohkan dengan relasi
yang baik dengan masyarakat Yahudi dan Nasrani di zaman Nabi Muhammad.
”PBNU sudah lama
mengingatkan Pak Timur Pradopo (Kepala Polri saat itu), Pak Djoko Suyanto,
hingga Presiden SBY, sebelum ada ISIS, tentang kelompok-kelompok yang ingin
mengganti asas negara kita. Pancasila sudah final. Asas ketuhanan dan asas
kemanusiaan dijalankan Indonesia. Lihat Somalia dan Afganistan yang hanya
punya ukhuwah keagamaan, tetapi tidak memiliki ukhuwah wathaniyah
(kebangsaan), selalu ribut,” tutur Said Aqil.
Sementara
Dino menegaskan sikap Pemerintah RI terhadap NIIS, yakni tegas, bersatu, dan
kompak. ”Kita memonitor orang dari
Indonesia yang berada di wilayah ISIS. Tidak ada ruang bagi ISIS di
Indonesia,” ujarnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar