Rahasia
Bisnis
Rhenald Kasali ; Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
|
KORAN
SINDO, 28 Agustus 2014
Suatu
siang pada beberapa tahun silam. Saya menerima telepon dari seorang pemimpin
perusahaan. Ia mengajak saya bertemu sambil makan malam.
Oleh
karena tak ada agenda khusus, saya mengiyakan. Malamnya kami bertemu di
sebuah restoran. Setelah basa-basi dan makan malam, sampailah ia pada tujuan
utamanya. Ia mengambil setumpuk dokumen dari dalam tasnya. Katanya, itu
dokumen tentang perusahaan kompetitor. Isinya sebagian besar tentang rencana
masa depan sang kompetitor yang dibumbui dengan adanya analisis mengenai
dugaan kecurangan-kecurangan mereka dalam berbisnis.
Untuk
mendapatkan dokumen tersebut, ia mengaku harus membelinya dengan harga yang
lumayan mahal dari sebuah institusi yang kerap disebut-sebut sebagai “pusat
intelijen bisnis”. Ia berharap saya mau menuliskan materi yang dibawanya,
terutama yang berisi tentang dugaan kecurangan tersebut, di media cetak.
Lalu, panjang lebar ia menjelaskan tentang isi dokumen tersebut, termasuk
menunjuk dugaan-dugaan kecurangannya. Kami menghabiskan waktu selama lebih
dari tiga jam.
Ketika
malam semakin larut, kami pun memutuskan untuk berpisah. Jangan salah, saya
tak ingin berkisah tentang bagaimana kelanjutan dari dokumen tersebut. Tapi,
yang inginsaya sampaikan adalah betapa di masa lalu kita begitu sulit mendapatkan
dokumen-dokumen tentang rahasia bisnis, terutama milik kompetitor. Dokumen
semacam itu, antara lain, berisi apa saja yang ingin kompetitor lakukan dalam
setahun, dua atau bahkan lima tahun ke depan.
Kian Terbuka
Kini,
era sudah berganti. Kondisi sudah berbalik 180 derajat. Mengelola perusahaan
saat ini ibarat masuk ke dalam sebuah akuarium. Apa yang kita lakukan bisa
dengan mudah dilihat banyak orang. Bahkan oleh kompetitor kita. Apalagi kalau
perusahaan itu adalah perusahaan terbuka. Kita harus membuka semua data masa
lalu. Dari situ, kompetitor bisa dengan mudah membaca jejaknya dan mencari
peristiwaperistiwa penting yang relevan, yang pernah terjadi pada masa lalu.
Berbekal
informasi tersebut, ditambah dengan analisis dari para pakar, strategi bisnis
kita pun begitu mudah terungkap. Tapi, hal yang sebaliknya juga bisa kita
lakukan terhadap para kompetitor. Kita juga bisa dengan mudah mempelajari
rekam jejak mereka dan strategi bisnisnya. Jadi, saat ini boleh dibilang
nyaris tak ada rahasia bisnis yang bisa kita tutup-tutupi dengan sempurna.
Kecuali mungkin kalau semuanya masih tersimpan di dalam kepala kita. Belum
dituliskan dan terlebih lagi belum dilakukan. Bagaimanarahasiabisnisyang di
masa lalu tersimpan rapatrapat, kini bisa dengan mudahnyatersingkap?
Semuaituterjadi
berkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat teknologi
tersebut memangmembuatpasokandata tiba-tiba menjadi berlimpah, tersedia di
mana-mana. Ini memudahkan kerja intelijen bisnis. Di tangan mereka, data yang
digali dari berbagai sumber tersebut kemudian mereka olah menjadi informasi
sehingga memudahkan banyak pemimpin perusahaan untuk menganalisis situasi
yang berkembang dan menyusun strategi bisnis. Mungkin karena semakin sulit
menyimpan rahasia, kini banyak perusahaan malah menjadi tak segan memaparkan
strategi bisnisnya.
Mereka
dengan enteng memaparkan rencana-rencana bisnisnya hingga beberapa tahun ke
depan. Itu mereka lakukan terutama untuk memikat perhatian para investor.
Mereka tidak takut rahasia semacam itu diketahui para kompetitornya. Sebab,
sebagaimana para kompetitor dengan mudah mengetahui rahasia bisnisnya, ia pun
dengan mudah mencari tahu strategi para kompetitornya. Kondisi semacam inilah
yang membuat platform bisnis berubah. Apa yang dahulu oleh banyak perusahaan
dianggap sebagai rahasia bisnis, kini tidak lagi. Hari-hari belakangan ini
kian sulit bagi kita untuk menyembunyikan rahasia bisnis.
Man Behind the Gun
Apa
yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut kini tak terlalu khawatir lagi
jika strategi bisnisnya diketahui para kompetitornya? Rupanya, sehebat-
hebatnya kita menyusun strategi bisnis, semua akhirnya terpulang pada sumber
daya manusia (SDM)-nya. Apakah kita mempunyai SDM yang hebat, yang mampu
mengeksekusi semua strategi yang tadi sudah dirumuskan. Jadi, ujung-ujungnya
tetap man behind the gun. Maka, kini medan pertempuranberganti.
Mungkinstrategi
bisnis yang menjadi penentu, tetapi kemampuan untuk memperebutkan SDM-SDM
yang andal kini menjadi jauh lebih menentukan. Para pemenang perang adalah
perusahaanperusahaan yang mampu mendapatkan dan mempertahankan SDM
unggulannya. Buat perusahaan-perusahaan di Indonesia, kondisi semacam ini
bisa menjadi masalah besar. Sebab di pasar tenaga kerja, pasokan SDM yang
unggul jumlahnya sangat terbatas. Kondisi semacam inilah yang kemudian
memaksa perusahaan untuk mengubah konsep rekrutmen, retain, talent
management, termasuk juga sistem kompensasi dan lingkungan kerjanya.
Dulu
banyak perusahaan besar tak terlalu peduli dengan sistem retain atau talent
management dan pentingnya membangun lingkungan kerja yang kondusif. Untuk
menahan SDM-SDM-nya, termasuk yang unggulan, mereka menganggap semuanya cukup
dengan menaikkan gaji. Nyatanya strategi semacam itu sama sekali tidak bisa
diandalkan. Meski ditawari gaji lebih tinggi, satu per satu SDM-SDM unggulan
meninggalkan perusahaan itu. Mereka lupa bahwa banyak karyawan yang mencari
sesuatu yang lebih dari sekadar gaji. Imbasnya signifikan.
Laju
pertumbuhan perusahaan mulai melambat. Bahkan terancam stagnan. Bagaimana itu
bisa terjadi? Sederhana saja. Persaingan yang kian sengit menghadapkan
perusahaan pada semakin banyak masalah. Lalu, persaingan yang kian sengit
juga memaksa perusahaan tak boleh berhenti berinovasi. Tapi, itu semua seakan-akan
mandek karena perusahaan tak lagi memiliki SDM unggul yang mampu mencari
solusi-solusi bisnis yang inovatif.
Sayangnya
masih ada saja perusahaan yang kurang menyadari adanya fenomena semacam ini
sebagaimana saya saksikan terjadi pada sebuah perusahaan besar yang tengah
merintis usaha barunya. Akibat salah mengelola SDM-nya, kini satu per satu
karyawan mulai meninggalkan perusahaan.
Mungkin
perusahaan itu bisa menutupinya dengan merekrut karyawan-karyawan baru. Tapi,
saya lihat itu akan menyisakan masalah besar. Membangun kesamaan visi dan chemistry agar sejalan dengan visi dan
chemistry perusahaan, juga dengan karyawan lama, adalah masalah yang tidak
mudah untuk diurus. Maka, jangan sembarangan mengelola SDM. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar