Skandal Persekongkolan Freeport
Fahmy Radhi ; Pengajar UGM; Mantan Anggota Tim Anti-Mafia
Migas
|
KORAN
TEMPO, 08 Desember 2015
Terkuaknya skandal
persekongkolan perpanjangan kontrak karya (KK) Freeport semakin menorehkan
noda kelam dalam perjalanan panjang KK Freeport di Indonesia. Menurut hasil
rekaman percakapan—yang diduga dilakukan antara Ketua DPR Setya Novanto,
pengusaha Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia
(PT FI) Maroef Sjamsoeddin—terungkap bahwa skandal persekongkolan
perpanjangan KK Freeport dilakukan dengan mencatut nama Presiden dan Wakil
Presiden untuk mendapatkan saham Freeport.
Terbongkarnya skandal
itu sesungguhnya mengkonfirmasi indikasi skandal persekongkolan serupa yang
terjadi pada saat perjanjian kontrak karya Freeport ditandatangani pertama
kali pada 1967 maupun pada keputusan perpanjangan KK Freeport pada 1991.
Adanya praktek persekongkolan Freeport yang berkelanjutan ini diduga menjadi
faktor utama terjadinya "perampokan legal" terhadap kekayaan alam
bumi Papua yang sudah berlangsung selama hampir 50 tahun.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Modal Asing, kontrak karya Freeport
ditandatangani pertama kali pada 7 April 1967 antara pemerintah Indonesia dan
PT Freeport Indonesia, anak perusahaan Freeport McMoran Copper & Gold
Inc. PT FI memperoleh konsesi wilayah penambangan lebih dari 1.000 hektare
dengan waktu konsesi selam 30 tahun. Anehnya, perjanjian kontrak karya saat
itu tidak secara tegas mengatur porsi pembagian saham dan royalti yang harus
diberikan kepada pemerintah Indonesia. Mengemukanya keanehan itu tidak
menutup kemungkinan adanya indikasi skandal suap di balik keputusan itu.
Anomali kembali muncul
pada saat diputuskan perpanjangan kontrak karya Freeport pada 1991.
Perpanjangan itu seharusnya diputuskan pada 1997, tapi enam tahun sebelum
berakhirnya masa kontrak, KK Freeport sudah diperpanjang lagi selama 20
tahun, hingga berakhir pada 2021. Keanehan lainnya adalah adanya keputusan
penambahan area penambangan dan penentuan pembagian saham serta penetapan
royalti. Pemerintah RI mau-maunya memberikan tambahan area penambangan hingga
menjadi 2,6 juta hektare dan bersedia menerima begitu saja pembagian saham
hanya sebesar 9,36 persen, sedangkan PT Freeport Indonesia menggenggam saham
mayoritas sebesar 90,64 persen. Adapun royalti yang diberikan PT FI kepada
pemerintah RI hanya 1-3,5 persen.
Perpanjangan kontrak
karya pada 1991 ternyata tidak lepas dari adanya persekongkolan makelar saham
yang menangguk keuntungan besar atas jasanya memfasilitasi perpanjangan KK
Freeport pada saat pemerintahan Orde Baru. Konon, pada saat itu pejabat
setingkat menteri dan pengusaha beserta kroni-kroninya mendapat pembagian
sejumlah saham dari PT Freeport Indonesia. Namun, tidak berapa lama kemudian,
saham tersebut dijual kembali kepada PT FI.
Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014, proses renegosiasi perpanjangan KK
Freeport hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir, yakni pada
2019. Namun Chairman Freeport-McMoran James Robert Moffett dan Direktur Utama
PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin sangat agresif melobi Presiden,
Menteri ESDM, dan Ketua DPR dengan tujuan mengupayakan perpanjangan KK
Freeport. Ini untuk mengamankan rencana investasi sebesar US$ 81 miliar atau
Rp 1.215 triliun untuk membiayai penambangan bawah tanah.
Di luar alasan itu,
pemimpin Freeport sesungguhnya sangat khawatir akan kemerosotan tajam harga
saham Freeport-McMoRan (FCX) secara berkelanjutan akibat tidak adanya
kepastian perpanjangan KK Freeport. Setelah mengalami penurunan dalam dua
pekan lalu, saham FCX memang sempat rebound sebesar 3,75 persen hingga
harganya US$ 8,33 per saham pada November 2015. Namun, sejak awal 2015, saham
FCX cenderung mengalami kemerosotan secara akumulatif hingga 64,23 persen
dalam setahun. Penurunan saham itu telah menggerogoti modal FCX sendiri,
sehingga total debt equity ratio (rasio utang terhadap ekuitas) mencapai
minus 189,09 persen, yang berarti total utang FCX lebih besar daripada total
modal sendiri.
Barangkali kemerosotan
harga saham dan modal sendiri Freeport-McMoran ini menjadi pendorong utama
pemimpin Freeport ngotot untuk memaksakan perpanjangan KK Freeport.
Sayangnya, upaya itu dilakukan dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk
melakukan persekongkolan untuk perpanjangan KK Freeport, yang melibatkan
Ketua DPR dan pengusaha. Untungnya, persekongkolan tersebut segera
terbongkar. Kalau skandal persekongkolan perpanjangan KK Freeport tidak
terbongkar, barangkali KK Freeport akan diperpanjang dalam waktu dekat ini.
Dalam perpanjangan tersebut, porsi pembagian saham antara PT FI dan
pemerintah Indonesia tidak jauh berbeda dengan porsi pembagian saham pada
keputusan perpanjangan kontrak karya 1991.
Terkuaknya skandal
persekongkolan ini merupakan momentum yang tepat bagi Presiden Jokowi untuk
memanfaatkan hasil tambang Freeport sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat,
bukan lagi bagi kemakmuran perusahaan asing, bukan pula bagi para makelar
pemburu rente. Presiden harus segera memutuskan untuk tidak memperpanjang
kontrak karya Freeport. Pada saat berakhirnya KK Freeport pada 2021,
pengelolaan Freeport diserahkan sepenuhnya kepada BUMN, yang seratus persen
sahamnya dikuasai oleh negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar