Wawancara Tempo dengan Presiden ACT
(Aksi Cepat Tanggap) Ibnu Khajar soal Kasus ACT Budiarti Utami Putri : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 2
Juli
2022
MENJADI Ketua Yayasan Aksi
Cepat Tanggap (ACT) sejak Januari 2022, Ibnu Khajar menghadapi berbagai
persoalan dalam lembaga filantropi tersebut. Antara lain, dugaan korupsi
donasi dan berbagai kemewahan yang diterima pimpinan ACT. Sejumlah program
kerja lembaga yang mengelola duit rata-rata lebih dari Rp 500 miliar pada
2018-2020 itu pun disinyalir terbengkalai. Ibnu mengklaim berupaya
memperbaiki berbagai persoalan di ACT. “Yang sudah berlalu biarlah terjadi,”
katanya saat berkunjung ke kantor Tempo pada Selasa, 28 Juni lalu. Dalam
wawancara selama hampir tiga jam, Ibnu didampingi sejumlah petinggi ACT,
seperti Senior Vice President Hariyana Hermain dan Vice President Dwiko Hari
Dastriadi. Berbagai
problem terjadi di ACT, seperti program yang mandek dan pemotongan gaji. Apa
penjelasan Anda? Benar bahwa ada masalah
yang harus kita perbaiki. Tapi energi kita habis kalau membahas masalah
terus. Pengurus sepakat untuk berfokus pada urusan yang besar dan insya Allah
bisa diperbaiki karena bukan perkara yang serius. Yang sudah berlalu biarlah
terjadi. Benarkah
ACT mengalami persoalan keuangan hingga gaji karyawan dipangkas sampai lebih
dari separuh? Ada pemotongan gaji dari
Oktober hingga Desember 2021. Kami harus menjaga kewajaran keuangan dan audit
mengatur agar ada alokasi penggunaan dana yang harus ditoleransi. Teman-teman
memilih untuk berbagi beban, yang penting karyawan jangan dikurangi. Memang
ada yang mengeluh dan itu manusiawi. Tapi tidak ada yang memprotes atau
melaporkan kami. Masalah
keuangan menyebabkan pergantian pemimpin dari Ahyudin ke tangan Anda? Pergantian hal lumrah
dalam manajemen. Beliau sudah 17 tahun memimpin lembaga. Semua orang pasti
pernah punya kesalahan, termasuk beliau. Tidak pas kami ceritakan. Secara
personal, karakter one man show-nya dominan. Karena faktor itulah Dewan
Syariah mengatakan sudah waktunya pergantian untuk me-refresh kembali. Persoalan
keuangan kabarnya juga dipicu beban gaji. Presiden ACT kabarnya mendapat gaji
lebih dari Rp 250 juta dan senior vice president sampai Rp 150 juta. Benarkah? Angka-angka itu tidak
semuanya benar. Kami tidak bisa menyampaikan angkanya berapa. Itu informasi
privat. Petinggi
ACT juga mendapat mobil Alphard, Pajero Sport, dan CR-V. Benar? Itu mobil operasional.
Tidak semua dipakai. Karena karakter one man show itu, kadang ada yang
menjadi kritikan teman-teman di lingkup internal lembaga. Beliau (Ahyudin)
yang putuskan. Kami sempat memberikan masukan, apa yang masih dalam konteks
kewajaran. Gaji
besar dan fasilitas itu apa bisa dianggap wajar? Yang terpenting bukan
rupiahnya berapa, tapi masuk konteks kewajaran pengelolaan keuangan atau
tidak. Orang sering melihat, bisa jadi yang didapatkan lebih dari lembaga
lain. Persoalannya, mereka tidak melihat cara kerjanya seperti apa. Sejak
pandemi Covid-19 merebak, kami putuskan Sabtu-Ahad tidak libur. Beberapa
orang bahkan tidak pulang ke rumah karena mengelola pandemi. Jadi itu semacam
dana lembur. Kami kerja lebih dari yang lain. Kabarnya
ACT diduga memotong donasi hingga 40 persen. Apa tanggapan Anda? Donatur tak mungkin mau
mempercayakan uangnya kalau potongannya sampai 40 persen. Memang ada
toleransi potongan lebih besar bila ada kejadian luar biasa, tapi tak boleh
lebih dari 30 persen. Kami belum sampai pada angka itu karena kami ingin
membangun kepercayaan publik. Kami berkomitmen sedapat mungkin bermain di
jatah hak amil sebesar 12,5 persen. Kami tidak mengutip jika berkaitan dengan
program medis. Pimpinan
ACT disinyalir menggunakan dana lembaga untuk kepentingan pribadi. Apa
penjelasan Anda? Tidak semuanya benar dan
kami tidak bisa lugas menyampaikan. Dibongkar pun tidak menjadi edukasi
positif bagi masyarakat. Dalam konteks lembaga, kami tidak mengambil hak
masyarakat. Penelusuran
kami, sejumlah program dikampanyekan berlebihan. Misalnya publikasi wakaf di
suatu daerah padahal belum ada akad. Publikasi itu ekspresi
kebahagiaan agar menjadi inspirasi. Sah saja, tidak ada yang salah. Soal
wakaf, kami kembalikan dulu kepada pemiliknya karena ada syarat-syarat yang
belum dipenuhi. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar